Mengejar Dian Sastro

Di suatu sore di tahun 2007, saya dan komrad bersama Ana (adiknya komrad) janjian ketemu di Mall Panakkukang. Agenda kita mau nonton. Kalau tak salah filmnya Spiderman. Komrad dan Ana sudah duluan berada di mall. Saya datang kemudian langsung dari kampus setelah ngajar. Karena sore itu premier film ini jadi penontonnya membludak. Setelah berembug, kami mau tidak mau sepakat dapat tempat di deretan paling bawah sebelah kanan. Anda pencinta tontonan bioskop pasti tau bagaimana penderitaan kami tapi belum tentu lebih bodoh dari kami menerima posisi itu ketimbang menunggu esok hari. Karena kebodohan yang tak begitu tolol itu, kepalaku jadi sakit dan leher tegang. Bayangkan harus menengadah ekstrim selama kurang lebih dua jam an. Terus yang membuatnya parah karena ternyata sejak siang saya belum makan. Di pete-pete pulang, seorang Ibu bersimpati dengan saya yang terus member treatment ke kepala sendiri mencoba mengurangi rasa sakit. Si Ibu lalu menawarkan diri memberi pijatan, ah baik betul ibu itu. Akhir cerita, tontonan sore itu tak begitu berkesan. Dan saya terkapar semalaman karena sakit yang menyerang.

Saya dan komrad tak begitu sering pergi ke bioskop. Kami akan mengagendakan kalau kondisi keuangan lumayan bersahabat untuk kebutuhan lain. Dan selalunya kami lebih memilih nonton film Indonesia. Spiderman, seingatku satu-satunya film barat yang pernah kami tonton di bioskop bersama. Soal nonton film Indonesia sebenarnya tak ada hubungannya dengan kampanye cinta film Indonesia. Tapi kalau pilihan kami lebih menonton film Indonesia di bioskop dikategorikan demikian, yah tak apa. Oh iya, tak semua film Indonesia kami tonton apalagi kalau bergenre horor dan lebih menonjolkan sesuatu yang tak layak ditonjolkan. Kami relatif selektif untuk pilihan-pilihan film. Dan saya sendiri dan kemudian mau tidak mau harus diikuti komrad, selalu meniat-niatkan untuk nonton film yang disitu main Dian Sastro. Setelah AADC, lalu Banyu Biru, Ungu Violet semuanya kami nonton di bioskop. Ditambah serial TV, Dunia Tanpa Koma (DTK) yang ditayangkan di RCTI sekitar tahun 2006 ) yang tak pernah kami lewatkan satu kali pun. Mengenai Dian Sastro dan ketertarikanku janganlah diceritakan disini, nanti lah kapan-kapan di postingan lain.
Dan kami punya cerita tentang atensi luar biasaku terhadap film-film Dian Sastro, yang sekali lagi harus membawa-bawa komrad ikut serta. Saat itu, bioskop-bioskop sedang memutar salah satu film yang salah satu bintangnya adalah Dian Sastro. Bersama Dian Sastro juga ada Rachel Maryam, Nirina Zubir, Marcella Zalianty, dan Dinna Olivia. Judulnya Belahan Jiwa (diingatkan sama Mas Wiki). Hari itu, saya dan komrad mengagendakan menonton film itu. Dan harus hari itu. Pergilah kami ke Studio 21 (atau XXI, mana yang benar?) di Mall Panakkukang. Tetapi sampai disana kami tak jadi nonton. Lupa saya kenapa. Apa karena tiket sudah habis untuk hari itu atau kami telat datang dan film sudah lumayan lama mulai. Yang jelas kami tak jadi nonton di 21 Panakkukang. Tapi karena sudah diniat-niatkan jadi pilihan berikutnya adalah Studio 21 di Mall Ratu Indah (MARI). Dan kami bela-belain lagi kesana. Tak perlu kuberitahu kami naik apa. Sudah pasti bisa menebak. Betul, naik pete-pete. Itu berarti kami sudah naik pete-pete putar-putar Makassar. Dari Unhas ke Mall Panakkukang dua kali pete-pete terus satu kali lagi ke MARI. Dan tahukah kalian, kami telat. Film udah siap terbit….hahaha…Dian Sastro sekali! Akhirnya, kami memutuskan untuk tak menonton film itu di bioskop hingga akhirnya ia tayang di tivi dan kami bersyukur tak menontonnya karena film itu ternyata tak semenarik yang sebelum-sebelumnya.  
Hidup kan seringkali akan terasa benar-benar dinikmati saat kita bisa menyiasatinya dan membuatnya menjadi lebih seimbang. Sesekali biarkanlah kernyit di dahimu beristirahat. Jangan selalu kau porsir memikirkan hal-hal yang memang penting. Istirahatlah sejenak lalu mulai lagi esok hari. Tapi berjanjilah bahwa besok tak akan kau biarkan dirimu terlena dengan istirahat yang memang sering melenakan. Dan hingga kini, saya bersama komrad terus berusaha memahami itu.  Dan setiap dari kami berusaha selalu mengingatkan untuk beristirahat, aktivitas yang sering terlupakan setelah cukup lama bergerak mewujudkan cerita-cerita sederhana untuk maha dan adik-adiknya esok.
Sudah lama tak ke bioskop. Kenapa kalau pake kata bioskop seperti jadul sekali. Tapi nda salah ji to?

Letih? Beristirahatlah dulu!


Jogja, X Code
28 Nov ‘11
(Lagi) Mau kaya atau sederhana?

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer