“maha sudah besar , Bu”


Banyak hal yang mesti di manage ulang saat memiliki anak usia dua tahun yang emosinya, keinginanya, harapannya, omongannya, bisa sangat fluktuatif, termasuk amarah. Bersama maha yang bearanjak tiga tahun, aku seringkali mengalami hal itu. saat amarahku harus kutahan sedemikian rupa karena bahasa amarah biasanya tidak akan dimengerti oleh anak sekecil dia, hanya akan dijawab dengan tangisan yang menambah mumet hari-harimu. Sejak kedatangan bapaknya waktu lalu, banyak progeresifitas yang dialami oleh jagoan kecil kami. Waktu menurutku mengajarinya banyak hal, dua bulan belakangan ia mengerti bahwa banyak hal yang sudah tidak wajar ia lakukan. Tepatnya, saat ia memproklamirkan dirinya sebagai “anak besar”
“Bu..mamma sudah besar..mama bukan anak kecil” katanya hari itu dan membuat kami terpingkal. Pikirku, itu hanya statemen sementara yang ia ucapkan mengingat kami selalu membatasinya melakukan banyak hal karena ia masih kecil. Tapi tidak, itu justru membuatnya merasa bebas melakukan hal-hal yang biasanya kami larang. “karena mamma  sudah besar to Bu?” katanya. Tapi, di sisi lain,hal ini mempermudah kami, saat rasa malas  makannya  datang, dengan mudah akan hilang jika kami katakan “oo..anak besar itu makannya banyak..makannya kuat”mulutnya langsung dengan mudah mengunyah makanan. Juga saat ia meminta sesuatu yang tidak mungkin dan menangis sejadinya “masa anak besar begitu?” tangisnya langsung tertelan. Begitu besarnya keinginannya untuk menjadi besar. Jika seseorang mengatakan maha masih kecil, ia akan protes dan bilang
“mamma sudah besar..ibu yang kecil” hahaha…aku toh hanya pasrah, aku memang telah lama terjebak dalam tubuh yang kecil ini. Hehehe… yah, maha berusaha keras membuktikan kalau ia telah besar. Ia sudah mahir bermain sendiri, ia ke rumah tante Use sendiri, tidak ingin ditemani, ia berkeras naik tangga sendiri,ia ingin mandi sendiri,  dan itu mempermudah banyak hal. Jika aku pernah kesulitan, mengajaknya tidur siang, belakangan ini tidak lagi. Ia bahkan tidur sendiri tanpa ayunan hanya bedong dan susu, dan sebuah buku cerita pengantar tidurnya. Malam pun begitu, kami tidak lagi perlu sambil terantuk mengayunnya dan menemaninya begadang, ia tidak lagi ingin tidur di ayunan, hanya minta dibacakan dan matanya akan tertutup dan tertidur lelap, Ia juga tidak lagi mau memakai pampers, sudah sejak lama ia  selalu buang air di WC, pergi sendiri tanpa ditemani tentunya. Tapi saat tidur , ceritanya tentu lain. Namun, katanya ia bisa bangun saat merasa ingin kencing, dan ia membuktikannya berkali-kali kalau ia bisa.
Nah…segala hal yang ia lakukan ini untuk membuktikan pada dunia kalau ia telah beranjak besar, aku bangga, bahagia tentunya karena banyak hal yang menjadi lebih mudah, dan aku bisa melakukan banyak hal. Tanpa harus terlalu sibuk memperhatikannya. Namun, terkait dengan hal itu, aku ingat sebuah insiden.  Pagi itu, ia bangun dan minta kencing di WC. Seperti biasa, ia memulai harinya dengan biasa, bersemangat, olahraga, dan bermain. Setelah pagi mulai merangkak, aku pun beraktivitas di depan laptop. Tiba-tiba ia memanggilku
“bu…mau kencing” katanya dari ruang depan yang merupakan wahana bermainnya di rumah ini. Aku yang saat itu sedang merampungkan modul ketiga untuk English Home, menyuruhnya berdiri dan menuju WC. Tapi tidak, ia tidak bergeming. Kulihat ia telah kencing di situ di tengah mainannya, aku heran
“lho…kenapa nda kencing di WC, katanya sudah besar?” dia hanya menjawab
“mamma sudah besar” aku mengangguk, maklum mungkin ia sudah kebelet, tapi kulihat sedikit kotoran besarnya juga menempel di celana. Pikirku, ia bermasalah lagi dengan BAB nya. Ia sering susah BAB apalagi jika konsumsi susunya tidak berimbang dengan makanan berat semisal nasi. Aku mengingatkannya, untuk bilang sebelum mau BAB, dia mengangguk dan memastikan. Ia melanjutkan kegiatannya begitupun denganku, tapi beberapa menit kemudian ia memanggilku dan sama, ia kencing sekaligus BAB di tempatnya,aku mulai menggunakan suara sedikit lebih tinggi, seperti tadi maha kembali memastikan untuk tidak melakukannya lagi.
“nda mi Ibu,,mamma sudah besar to? “katanya meyakinkanku. Tapi, ia melakukannanya lagi hingga empat kali berulang. Kencingnya selalu dibarengi BAB sedikit  sedkit tapi tiap kali kusuruh BAB di Wc katanya sudah,ia tidak mau. Pagi itu, terasa susah. Berulang kali aku bolak-balik WC, mencuci celananya, mebersihakan bekas kencingnya, hal yang sudah tidak kulakukan sejak dia berumur dua tahun 2 bulan. Dan pastinya, amarahku sedikit demi sedikit menemui puncaknya. Kutekankan suaraku, dan ia tahu aku sedang marah. Ia menangis seolah ingin lari dari kesalahannya.
“maha bukan anak besar” kataku sebagai wujud kemarahanku. Dan ia membalasku dengan amarah pula dan menegaskan kalau ia sudah besar, berkali-kali dengan tangis tentunya. Tidak kuhiraukan dia, dan tangisnya semakin meledak. Begitulah caraku menenangkan amarahku,dengan diam dan membiarkannya menangis. Aku marah pada diri sendriri yang terbawa emosi, toh dia masih kecil. Tapi, rasa marahku jauh lebih besar dari pada pikiran itu.  lama tidak kuacuhkan, dia meminta susu dan dibacakan. Sebenarnya, aku masih  belum pulih dari rasa jengkel, tapi bagaimana menjelaskan padanya?
Setelah kubacakan, ia bertanya padaku?
“ Ibu..marah? aku menjawab jujur..
”Kenapa maha nda bilang mau kencing mau bera’? tanyaku
“Bu..jangan marah..mamma sakit perut” amarahku tiba-tiba meleleh  menjadi sesal dan aku memeluknya meminta maaf…. berkali-kali. Kami terhanyut dalam keharuan.
Apa yang telah kulakukan pada anakku? Aku memarahinya..menuntutnya menjadi anak besar, aku marah padanya karena ia melakukan hal kecil yang memang wajar dilakukan oleh anak kecil. Parahnya lagi, kesalahan itu ia buat karena ia sedang sakit perut. Kenapa aku bisa tidak peka pagi itu? Apakah karena aku terlampau sibuk ingin merampungkan kerjaanku?  Hhhh…. Aku menyesal, menyesal tidak mampu membaca tanda-tanda yang ia alamatkan padaku sejak pagi tadi. Harusnya aku tahu, karena tidak biasanya ia seperti itu, harusnya aku tahu, bukan malah sibuk membuatnya terpojok dengan kelakuannya, aku menyesal.
Siang itu..kutinggalkan semua pekerjaanku, dan membacakan dua buku untuknya, setelah kuusapkan minyak dan kuuelus perutnya yang masih sakit. Ia tertidur. Ia menunjukkan bahwa ia adalah anakku yang sudah besar, berusaha untuk tetap bermain, tidak menggangguku yang sedang bekerja, tapi menahan sakit di perutnya. Kutahu sakitnya mungkin tidak seberapa, tapi ia melakukan hal yang sangat besar pagi ini. Mengajarkanku untuk tidak serta merta menghakimi seseorang karena terlampau sibuk dengan segala tentang dirku.
mahaku yang mulai beranjak besar, tetaplah mengajarkanku banyak hal, nak!! Ibu siap, bapak siap, dan kami siap bersamamu, melihatmu tumbuh besar, menjawab segala misteri yang kadang hanya kau yang bisa menunjukkan jawabannya. Love you…cinta kami selalu untukmu!

5 November 2011
_ibumaha_

Komentar

  1. mahatma menjawab: iya kk' dania....

    BalasHapus
  2. Mengagumkan bagaimana cara Maha belajar menjadi anak besar... Maha cerdas dan mandiri sekali, bener2 bikin gemesss!hehe... :)

    Terkadang hal-hal mengagumkan tidak selalu berasal dari orang-orang dewasa yang hebat atau terkenal, tapi dari kepolosan seorang anak dalam memandang dunia menurut caranya sendiri...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer