INTERUPSI…Tantang Tirani!!

Seperti biasa, aku tidak akan berdecak kagum saat dia mendeklamasikan  padaku sesuatu yang telah dilakukannya, segala kerja keras yang dibuatnya atau prestasi yang diraihnya. Aku biasanya, akan menampakkan ekspresi datar, senyum sedikit lalu selebihnya lebih banyak mencari kesalahan-kesalahn kecil lalu membesar-besarkannya, mengkriktik, mengkerdilkannya, bahkan menyusutkannya lagi. Begitulah aku, tepatnya aku dan komrad mengajarkan sesuatu padanya, pada Ana yang walau berusaha menampakkan  kekuatan besarnya ia selalu berakhir menjadi adikku yang paling botot yang masih kecil yang belum tau apa-apa. Ah…feodal!
Siang itu, ia memberiku INTERUPSI, bulletin yang ia buat bersama kawan-kawan “Tantang Tirani”, berlima di dalamnya kawan Reza, Upi, Dimas, Ana dan Tiana. Bulletin ini adalah bulletin perbaikan atas bulletin yang dibuat Ana beberapa waktu lalu di Bone, bulletin yang ia buat tergesa-gesa, di print pun tergesa-gesa, dan karena ketergesaan itu membuatku merasa karyanya saat itu tidak layak tampil, sama sekali tidak buatku tertarik untuk membacanya, mungkin itu juga yang buat kawannya Dimas, mendekor ulang bulletin tersebut dan menurutku jauh lebih bagus dibanding lay out an Ana. Lebih rapi, lebih teratur, dan lebih nyaman dilihat. Begitu menurutku karena si Dimas minta penilaianku secara terbuka, bahkan ia menghubungi Ana berkali-kali  viaSMS demi mengetahui pendapatku tentang hasil karyanya. Yang buatku bingung, kenapa pendapatku begitu penting, aku toh bukan pakar dalam bidang ini. Tapi jujur, bulletin ini lebih menarik dari yang dibuat Ana.
Walau menarik, 4 hari bulletin itu nongkrong di atas mejaku dan tidak kugubris sama sekali. Sudah sejak lama, aku kesulitan menemukan minatku membaca hal-hal yang rumit. Pikirku, tulisanya pasti biasa saja, tentang segala keresahan ke lima petarung dalam Tantang Tirani tentang sistem yang telah lama membuat dunia ini porak-poranda. Bukannya tidak mensupport, aku bangga semangat itu masih selalu nongol di jiwa-jiwa muda seperti mereka ber5, masalahnya ada padaku. Mungkin karena hapir tiga tahun ini, aku lebih banyak membaca buku-buku dongeng untuk maha, menemukan nilai-nilai hidup dari buku dongeng tersebut dan mentransfernya dengan semudah mungkin untuk bisa diterima maha. Tapi, pagi ini, saat Ana masih belum sampai di Makassar, dan gigiku masih terasa ngilu, sambil menidurkan Aira di ayunan aku teringta bulletin itu. INTERUPSI. Begitu mereka menamainya, dan mengINTERUPSI pagiku. Aku mengambilnya, dan tiba-tiba berniat membaca semua tulisan yang ada di dalamnya.
Dua tulisan pertama tentang bobroknya sistem pendidikan, dan tentang reportase perjalanan Ana di sudut kota berteman sampah di daerah Antang. Untuk tulisan Ana, aku jarang membaca tulisannya yang seperti ini, jika kubaca pasti tidak kuhabiskan. Tapi, kali ini menurutku tulisan itu keren, opininya ia padukan dengan rentetan data valid tentang kegagalan pemerintah menjawab persoalan pendidikan. Tulisan yang kedua walau masih menarik, tapi tulisan ini tidak menjelaskan satu titik masalah. Tulisan ini bersifat deskripstif. Sangat real menggambarkan kondisi TPA di daerah Antang yang sangat jarang dilirik orang. Tulisannya Tiana sudah pernah kubaca sebelumnya. Untuk sebuah cerpen, tulisan ini mencapai titik klimaksnya dengan tidak melalui proses sebagaimana mestinya, tapi tetap menarik. Tulisan Upi bercerita tentang kegalauan tentang sisi lain kehidupan mayoritas rakyat di negeri ini. Tulisan Dimas, satu-satunya tulisan yang tak bisa kubaca habis. Entahlah, menurutku untu resensi tulisan ini terlalu panjang. Dari judulnya saja, sebenarnya aku sudah enggan membacanya, kembali pada alasan pertama, di waktu senggang seperti ini aku memang tidak bisa mencerna tulisan yang rumit, makanya aku lebih memilih membaca tulisan-tulisan yang sederhana. Karena itu juga, aku begitu tersentuh dengan tulisan Reza tentang perempuannya yang luar biasa, tentang neneknya yang keren. Tentang rasa hormat dan sayangnya ia pada neneknya, Reza si  Mr. sedikit bicara ini ternyata fasih menerjemahkan rasanya lewat tulisan. Tentang pohon kelapa yang ia tanam dan ia beri nama seperti teman-temannya. Sepertinya aku tahu dan kenal nama pohon kelapamu yang tumbuh tinggi dan keras. Nda salahji? Hahahhaa….
Setelah membaca interupsi pagi ini, aku tiba-tiba ingin menulis. Ingin menginterupsi loncatan-lonacatan yang kalian buat as a family. Keluarga tantang tirani. Secara psikis aku merasa dekat dengan kalian, entahlah salah satu alasannya mesti karena dua adikku bersama kalian menjamah hidup dan merakit mimpi, juga karena hampir tiap waktu aku menonton gerak kalian lewat cerita Ana yang tidak pernah habis tentang kalian. Dari yang paling radikal hingga yang paling romantic. Dan aku selalu merasa terlibat di dalamnya. Dan yang paling penting, aku merasa. ada mimpiku yang juga kutitip lewat kalian.
Aku menginterupsi tulisan kalian pagi ini, berharap terbitan ini tidak hanya terbit sekali dan hilang begitu saja. Harapku, kalian tetap mengemasnya dengan sederhana! Berbagilah cerita, apa saja! Tidak perlu mengemasnya dengan rumit. Kebanyakan orang sudah penat dengan kesusahannya dan menginginkan seuatu yang sederhana saja. Secara tidak sadar, dari cerita kalian akan tumbuh semangat baru, seperti semangatku menulis dan membaca pagi ini.
Yah..tetaplah menginterupsi. Aku juga setia menginterupsi kalian. Dan tetaplah tantang tirani!
Pagi..dan gigiku masih terasa sakit
08112011

Komentar

  1. terima kasih atas penilaiannya hehee.... baa cocokmitu pohon kelapanya.. dia salah satu perempuan biasa yg luar biasa yg pernah kukenal justru dengan keras kepalanya haha.. sory kamerad dengan terpaksa sy harus memujinya.. daripada ndk pernah ada yg pujiki kodong..

    BalasHapus
  2. makasi interupsinya... dan tetaplah menginterupsi kami agar mimpi dan semangat kami tetap terjaga... kalau begitu, mari saling menginterupsi! pung itti'

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer