Kali Ini Saya Betul-Betul Marah

Sore itu...

Hanya saya berdua dengan Kasim yang berada di Wesabbe C20, rumah yang kami kontrak dengan fungsi yang sama seperti sebelum-sebelumnya sebagai tempat berkumpul dan belajar. Telpon rumah berdering dan membuatku terbangun dari tidur. Telpon kuangkat dan segera kututup sembari memaki kesal, sangat kesal. Kasim yang masih tertidur di ruang tengah segera kubangunkan dengan memijat bagian tertentu yang akan membuatnya sontak terbangun, sembari tetap waspada dengan tendangan yang sangat mungkin tiba-tiba mendarat di kepala atau pipi siapa pun yang membangunkannya. Aku sangat hafal dengan perangai itu.

“man, bangun! diskorsing anak-anak”.

Awalnya ia belum sadar betul karena dia sangat susah untuk segera sadar meski sudah dibangunkan berkali-kali. Tetapi setelah mengulanginya juga berkali-kali akhirnya ia sadar dan langsung terkejut. Setelah cuci muka, tanpa menunggu lama kami segera menuju kampus dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan hanya makian yang keluar dari mulut kami berdua. Betul-betul makian, dan kami berdua betul-betul marah. Marah karena kami berdua tahu ini akan terjadi dan kami sudah cukup berusaha untuk mencegahnya tapi akhirnya terjadi juga.

Subuh sebelumnya…

Beberapa pengurus himpunan bermalam di Wesabbe C20 untuk persiapan Mimbar (Masa Inisiasi Mahasiswa Baru) Fisipol Unhas. Dan subuh itu beberapa panitia MIMBAR utusan Himahi kami panggil ke Wesaabe untuk membicarakan soal keikutsertaan Himahi dalam pembukaan MIMBAR yang akan digelar pagi harinya sekitar pukul tujuh atau delapan pagi. Sebelumnya pihak fakultas sudah mengeluarkan larangan mengadakan proses pengkaderan. Dan yang melanggarnya, skorsing bahkan DO sanksinya.
Kasim, Arif dan beberapa teman-teman yang lebih senior berbicara serius dengan beberapa teman-teman panitia MIMBAR utusan Himahi, termasuk Aswin yang saat itu menjbat sebagai Ketua Himahi,  menanyakan apakah mereka akan tetap lanjut dengan kegiatan penyambutan mahasiswa baru itu. Sekali lagi hanya upacara penyambutan. Hampir semua dari mereka berpendapat apa pun konsekuensinya acara itu tetap akan dilanjutkan. Alasannya karena sudah terlanjur jalan dan banyak yang sudah dikeluarkan untuk beberapa hari sebelum upacara penyambutan pagi nanti. Tegas pernyataan itu! Istilahnya tembok setebal apa pun akan mereka labrak.
Saya dan komrad di dalam rumah, juga terlibat dalam pembicaraan yang tidak kalah serius dengan teman-teman yang berada di halaman rumah.  Komrad juga menjadi panitia di acara penyambutan mahasiswa baru itu. Bahkan perannya sangat strategis. Koordinator acara. Hamper semua konsep acara nanti pagi ada di kepalanya. Mulai dari lagu nya The Hendriks yang dipakai sebagai backsound saat mahasiswa baru masuk ke lapangan upacara hingga formasi yang akan mereka buat saat berada di lapangan. Upacara pembukaan pagi itu pasti akan berantakan kalau komrad memutuskan tidak hadir.

“kenapa harus tetap ikut?”, tanyaku.

Komrad tak begitu punya jawaban pasti kecuali jawaban yang senafas dengan jawaban teman-teman yang di luar. Dan saya betul-betul marah dengan jawaban yang menurutku sama sekali tak berdasar. Betul-betul marah saya subuh itu. Bagaimana bisa terlintas di kepalanya komrad dan mengamini tetap melanjutkan sesuatu yang meski penting tapi tak begitu bersubstansi hanya karena alasan solidaritas semu dan remeh temeh lainnya. Bukankah kaderisasi tak dibatasi oleh waktu. Dan tak ada yang dogmatis disitu. Semuanya sangat bisa dikondisikan. Kenapa tidak menunggu beberapa hari lagi sampai pihak fakultas agak lebih lunak? Atau kenapa model pembukaannya dibuat lebih soft? Atau dan atau lainnya? Dan kita tak akan kekurangan ide-ide itu. Apa gunanya tetap kekeh mengadakan upacara pembukaan acara penyambutan mahasiswa baru sementara di depan mata ancaman itu begitu jelas menghadang.

“apa yang menghinggapi kepalamu?”, dengan suara yang agak tinggi kubertanya namun tetap berusaha mengontrol emosi.

Tetap tak ada jawaban yang pasti. Komrad hanya bisa menangis. Dan subuh itu, saya tak berhasil membuatnya berpikir ulang. Komrad akan tetap hadir menjadi koordinator acara dan siap dengan segala konsekuensinya. Aku pasrah dan siap membantu apa pun yang terjadi.

Pagi itu…

Upacara pembukaan MIMBAR ’06 dibuka dan semua rangkaian acara berjalan sesuai rencana. Saya dan Kasim serta beberapa teman juga hadir menyaksikan. Saya sendiri selalu senang menghadiri upacara pembukaan MIMBAR meski seringkali agak kurang setuju dengan konsep pelaksanaannya. Momen yang selalu saya tunggu adalah saat lagu Kesaksian milik Kantata Takwa bergaung keras dan langsung menyentuh jauh ke dalam dada. Hening dan hikmat, meski sebentar lagi sesuatu yang bertolak belakang dengan lagu biasanya akan nampak telanjang di depan mata.
Dari jauh kulihat komrad yang begitu sigap mengawal prosesi agar bejalan sesuai rencana. Dan harus kuakui ia sangat piawai melakukan itu. Dan karenanya aku bangga menjadi seseorang yang paling dekat dengannya. Dan dari kejauhan juga kulihat beberapa dosen dengan kamera di tangan dan mengambil gambar siapa-siapa saja yang ada di lapangan saat itu. Beberapa juga mulai mencatat panitia-panitia yang mereka kenal. Pertanda buruk, pikirku.
Upacara berjalan lancar pagi itu. Dan kami pulang istirahat setelah semalam begadang hingga pagi. Sebelumnya sebentar singgah di mace ngaso.

Dan sore itu…

Kasim kubangunkan, “man bangun diskorsing anak-anak!”.

Setelah cuci muka, kami langsung ke kampus sembari memaki sepanjang jalan. Dan setiba di kampus, kudapat kabar lain.

“ Kak Kasim juga diskors”.

Saya betul-betul marah sore itu.


Jogja, X Code
28 Nov ‘11
Sebentar lagi

Komentar

  1. maaf sebelumnya k bobhy....pas baca awal2x tegang dan seriuska..pas baca bagian akhirnya jadi ketawa sendirika...hehehehehe..kasian betul itu k kasim..btw masukkan juga bede namaqu skali2 dicerita ta..kan seringja ada dalam kebersamaan ta dengan k nhytha..asal bukan sebagai penganggu...hehehehehehe

    BalasHapus
  2. sabar ummunya ahnaf, pasti. akan ada sesi itu. tak mungkin saya melewatkan kisah-kisah keren bersama kalian palagi waktu di sahabat...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer