..belajar dalam tidur..

Apa yang enak dari tidur? Saat kita tidur? Atau saat kita terbangun? Aku juga sering bingung saat ditanyai seperti itu. apalagi dia. Sambil mengucek matanya, dan memandang wajah Pak Arafah dengan sendu dan layu, Hasman  menggeleng tak mengerti pertanyaan Mr. Headmaster. Pagi itu, untuk kali kesekian ia diungsikan ke ruangan perpus karena ia selalu tidur di kelas. Aku mendengar cerita tentangnya pertama kali, dalam rapat rutin. Namanya, termasuk nama yang sering di sebut dalam rapat  karena hobby nya. TIDUR. Ia suka sekali tidur saat proses belajar di kelas. Hal ini sebenarnya hanya mengganggunya secara personal, apalagi teman-temannya sudah mulai mengerti dengan watak Hasman.
Hasman adalah siswa kelas Thalhah bin Ubaidiyah. Di sekolah umum, mereka kelas 5 SD. Dengan tubuhnya yang kurus, dengan tampilan yang hampir selalu berantakan, tidak akan ada yang tahu kalau dia anak  seorang pengusaha kain yang punya 5 toko besar di pasar butung. Dia selalu tampil urakan bahkan tidak terurus. Masih ingat Ningsih? Dia siswaku yang juga sering masuk dalam episode-episode ceritaku. Mereka bersaudara, Arum di kelas 2 SMP, Hasman di kelas 5, dan Ningsih di kelas 3.
Hobby tidurnya ini membuat guru-guru terganggu, hampir semua materi pelajaran tidak bisa ia terima karena matanya selalu meminta tidur. Mendengarnya pertama kali, aku tertawa, membayangkan aku sedang menjelaskan dan tiba-tiba ada yang tertidur pulas di kelasku. Secara langsung, untuk kelas Writing, aku tidak pernah mendapatinya tidur.  Dia selalu bersemangat, saat kusuruh mulai menulis. Di kelasku dia lebih banyak bergerak, tidak seperti tampakannya yang loyo, mungkin karena kami jarang belajar di dalam kelas.
Aku masih memandanginya sambil tersenyum sendiri, Mr. Head tidak berkutik melihat sikap Hasman yang masa bodoh terhadap kemarahannya. Hasman bahkan sesekali menguak di depan orang nomor satu di sekolah ini.
“Hasman, masih ngantuk?” tanya Pak Arafah memecah sunyi. Ia mengangguk jujur. Aku tertawa, kutahu Pak Arafah juga menahan tawa. Setelah menggeleng-geleng kepalanya, dia meninggalkan Hasman yang masih kelihatan ngantuk dengan jengah. Aku mendekatinya.
“ Kamu begadang?” tanyaku langsung padanya.
“Iya bu.. saya nonton.” Katanya jujur. Kucoba alihkan kantuknya dengan memancingnya untuk bercerita. Berhasil. Awalnya, ia dengan malas bercerita tentang Avatar film yang semalam ia tonton. Avatar, bercerita tentang perjalan sesorang Ang bersama dua sahabatanya menyatukan kembali dunia.  Pengetahuanku yang tidak sedikit tentang film kartun yang sedang digandrungi anak-anak itu, membuatku lebih mudah berbicara dengan Hasman.
“Jadi semalam kamu menghabiskan seri Api  Avatar?” ia mengangguk pasti sambil menceritakan padaku betapa serunya perjalan Ang dan temannya dalam menghadapi tentara negara Api. Walau tidak terlalu tertarik, aku menanggapinya dengan semangat kuharap itu bisa kujadikan jalan untuk berbicara tentang hobby tidurnya di kelas. Pembicaraan tentang Ang mulai kualihkan menuju hobby. Katanya dia senang menonton dan membaca.
“Buku apa yang kamu suka?” tanyaku.
“Komik” jawabnya cepat. Aku juga sering mendapatinya membaca komik sendiri di sudut kelasnya. Saat teman-temnnya sibuk berlarian, aku lebih sering melihatnya duduk membaca komik di kelasnya, tapi tetap, ia mengatur mejanya seperti layaknya tempat tidur. Dan menurut Bu Oda, ia tercatat sebagai anggota yang aktif meminjam buku di perpustakaan.
“ Lalu, tidur bukan hobbimu?”tanyaku lagi. Ia menggeleng. Dengan polos ia berkata
“ Saya tidur kalau saya lagi pusing bu,makanya saya tidur saat pelajaran yang susah. Math, Aritmatika, Sience, atau Tahfidz, “ aku tertawa mendengar penjelasnnya. Dan memang betul, ibu Ami, Bu Awa, Pak Indra, Pak Alam memang guru yang paling sering mengeluhkan si Hasman.
“ Saya tidak pernah tidur kalau pelajaran Writing, karena saya tidak pusing kalau pelajaran Writing” aku terbahak mendengarnya, dan aku angkat tangan. Kuhentikan pertanyaanku tentang kebiasaan tidurnya. Aku tahu ini bukanlah hal yang cukup mudah untuk dibicarakan dengannya. Tidur adalah tameng yang ia gunakan untuk melindungi dirinya dari hal yang membuatnya pusing. Artinya, dia hanya perlu diperkaya dengan metode belajar yang tidak akan membuatnya pusing. Kulanjutkan ceritaku bersama Hasman siang itu dengan tema yang berbeda-beda.  Dalam beberapa hal, ia sangat pandai. Pengetahuan umumnya, apalagi tentang penemu-penemu, menurutku bisa diandalkan. Menurtku, tipe seperti Hasman memang lebih mengandalkan kemampuan otak kanannya. 
Dan siang ini, saat aku sedang melahap habis novelnya Maxim Gorki di perpustakaan sambil menunggu jam terakhirku. Tiba-tiba Bu Erlin datang
“Bu Nita, dimintai tolong gantikan guru Bahasa Indonesia di kelas Thalhah. Bu Ina tidak bisa datang hari ini” Aku sempat menolak, walau sudah sering mengisi kelas Bahasa Indonesia, siang ini aku betul-betul malas. Tapi akhirnya, aku melangkah juga, menyebrang ke gedung sebelah. Kulihat anak-anak Thalhah lebih dulu kreatif, bermain dan merasa senang gurunya tidak datang.
“Thalhah..masuk!” kataku dan mereka mengikuti langkahku menuju kelasnya. Delapan orang di kelas ini, menjadikan mereka mudah diingat. Kupandangi seantero kelas. Ada yang kurang.
“Mana Hasman?” tanyaku. Teman-temannya menunjuk sudut kelas, yang meja dan kursinya telah ditumpuk sedemikian rupa. Kutahu ia sedang tidur, beralaskan beberapa lembar kertas, Hasman tertidur pulas di lantai yang dikelilingi bangku, dan sebuah komik menutupi wajahnya. Kupandu anak-anak untuk mengagetkannya.  
“Hasmaaaaaan” teriak kami bersamaan. Hasman telah terbiasa dikagetkan seperti itu, ia membuka matanya dengan malas. Perkara Hasman tidak terlalu kuambil pusing, aku menuju pelajaran. Bahasa Indonesia, cukup kukuasai, apalagi tema kali ini imbuhan awalan di dan ke. Aku menjelaskan dengan sederhana tentang materi ini, berjalan cukup lancar, mengingat anak-anak ini punya otak yang rada-rada tajam, 20..30..menit, kulirik Hasman mulai ambil ancang-ancang untuk melanjutkan tidurnya. Heranku, belum berberapa menit aku berpaling darinya, ia sudah pulas berbantal meja. Lagi, aku takjub melihat konsep tidur yang ia perlihatkan padaku baru saja. Seperti Nobita dalam film kartun Doraemon. Kukagetkan ia bersama teman-temannya. Sama, ia tidak melonjak. Kusuruh ia membasuh muka di WC, dan pelajaran kulanjutkan. Beberapa latihan dipadu dengan games kuberikan, 2 jam pelajaran tidak terlalu lama ternyata. Aku melangkah menuju kelas terakhirku di kelas Ali, di lantai paling atas. Tapi, langkahku seolah terganjal sesuatu. Aku langsung teringat Hasman, sejak ke WC tadi, aku tidak melihatnya lagi di kelas. Aku mengalihkan langkahku ke WC, suasana agak sepi karena bel pergantian pelajaran belum berbunyi. Dan kalian tahu apa yang kulihat? Di depan WC, anak ini melanjutkan tidurnya. sambil duduk. Ini akut menurutku, hampir 40 menit dia tidur di sana, dengan hanya menyandarkan punggungnya di dinding. Aku menggeleng-geleng melihat tingkahnya. Kubasahi tapak tanganku lalu kupercikkan di wajahnya. Dia kelabakan
“ anu..bu..anu bu…awalan di dipisah kalo nama tempat to?” katanya melonjak kaget. Aku tertawa melihatnya. Ya Tuhan, ia belajar dalam tidurnya. Aku ingat betul aku mengatakan hal itu tadi di kelas. Dan mungkin masuk dalam alam bawah sadarnya.
“Hasman, tidur di kelas, jangan tidur di sini!” hanya itu yang bisa kusarankan padanya saat ini. Aku melangkah pergi, meninggalkannya yang sedang membasuh muka. Untuk kali pertama, aku mendapatinya seperti itu, aku tidak punya solusi untuknya. Menurutku tidur adalah pelarian yang paling nyaman yang bisa ia lakukan dari segala serbuan tuntutan berbentuk pelajaran yang menyerbunya sejak pagi jam 7 hingga jam 4 di sore hari. Dan itu hebat dari beberapa sisi. Hasman..hasman…belajarlah dalam tidur! Andai aku bisa melakukannya…       

Mei 2007
#kamu melakukannya dengan benar

Komentar

Postingan Populer