(not) too late present


Walaupun kunamai sebagai sebuah  persembahan yang terlambat, namun esensi sebuah hadiah tidaklah pernah terlambat. Ia wujud dari apresiasi,perhatian, dan cinta. Bicara tentang terlambat, seingatku sejak kecil dia selalu berusaha tepat dengan waktunya, mengatur segala sesuatu dan tidak ingin segala yang direncanakannya berjalan mulus. Tapi, sekarang tidak lagi. Entahlah ini bentuk peralihan masa remaja atau wujud kedewasaan dengan mencoba legowo untuk menerima bahwa tidak semua yang diinginkan akan ia dapatkan. Usia 22 tahun memang toh usia yang bisa dikatakan tua apalagi hanya untuk bersungut-sungut memekirkan hal-hal yang remeh temeh dan memperburuk semua harinya. Karena begitulah ia dulu.
 Seperti bungsu-bungsu lainnya, dia juga merasakan kedudukan bungsu yang sama.  Bungsu kami yang satu ini, pun banyak dimanjakan dan terbiasa tidak mendapat penolakan. Namun, sejak kecil ia menciptakan penolakannya sendiri. Ia benci hal-hal kecil yang akhirnya menjadi bahan lawakan kami.  Ia benci seorang pedagang kaki lima di sudut jalan yang ia lewati setiap pulang dari sekolah. TOKO WAJO, nama tokonya.  Ia membencinya karena barang yang ia jual terlalu mahal dibanding pedagang lain. Ia membencinya sampai-sampai ia menulis kebenciannya di beberapa buku-bukunya. Saat itu, ia masih SD, dan ungkapan kebenciannya itu kemarin masih kudapati di lembaran kertas orjinya ( se lupa apalagi namanya), kertas bergambar kecil yang ia koleksi , saat aku sibuk berbenah di ruang tengah rumah kami yang selalu berantakan. Bahkan dia punya tulisan ttg penjual ini, penjual yang kerap mengomel saat dia membeli sedikit barang. Si bungsu ini, juga pernah marah dan nagambek tidak ingin ke sekolah karena potongan rambutnya tidak sesuai dengan yang ia katakan pada si hair styler di sebuah salon yang kulupa namanya. Ia tumbuh dengan didikan bahwa ia bisa berkata apa saja asal itu benar. Ia tidak perlu menyimpan rasa takutnya untuk mengatakan sesuatu. Namun terkadang, ia sulit menempatkan situasi. Namun, kegelisahan-kegelisahan masa kecil yang masih kami simpan dan sesekali kami buka saat menikmati sore di teras rumah itu kini perlahan berubah. Ia belajar banyak dan terkadang bertindak dan berpikir lebih dewasa. Ia tidak lagi seperti gadis SMU yang tiba-tiba menonjok seorang teman laki-lakinya karena mengatakan bekas lukanya itu bekas operasi sumbing.  Ya... tentang bekas luka itu, boleh kukatakan itu salah satu penyesalan terbesar yang kulakukan.  Saat itu, ultahnya Udi, adikku. Dan aku memaksanya untuk memboncengku ke pusat toko untuk mencarikan udi hadiah. Pulang ke rumah, terjadilah kecelakaan itu. Seingatku, ia sudah tidak sadar dan mukanya dipenuhi darah, karena kaca spion yang pecah merobek mulutnya. Yang sekarang menjadi bekas luka yang tidak pernah hilang. Ah... andai saja hari itu aku yang memboncengnya. Mungkin ceritanya akan berbeda. Ia juga bukan gadis SMU yang akan diam dua hari dua malam memendam kemarahan karena sesuatu yang tidak bisa dimengerti ibu. Dia tumbuh tidak hanya lebih besar dariku, tapi juga kadang lebih bijak menyikapi sesuatu.  
Sikapnya yang terlalu banyak mempertimbangkan perasaan orang lain, kerap kali kukatai sebagi sikap yang hati-hati yang harusnya tidak perlu ia miliki diusianya yang masih muda ini. Nantilah!! Namun secemerlang apapun dia di depan kawan-kawannya, ia tetap si pengeluh yang tidak berhenti meributkan hal-hal kecil yang kadang tidak penting. Ia juga masih sibungsu yang merasa perhatian untuknya tergusur oleh 2 ponakan kecilnya. Si bungsu yang harus diomeli saat suaranya yang runcing merusak pagi kami.
Yah...aku punya banyak cerita tentangnya yang kadang sulit menjadi sebuah rangakian cerita. kami terbiasa melewati malam hanya dengan saling mendengarkan.  Sejak SMU, aku selalu menunggu ceritanya ketika ia pulang dari sekolah dan sampai sekarang, aku terbiasa mendengarnya berceloteh. Seringkali dia mengulang cerita yang sama berkali-kali. Tapi, tetap saja, aku selalu menunggu ceritanya. Tentang semua orang. Jadi, yang merasa dekat dengannya jangan kaget kalau aku tahu tentang kalian. Karena aku yakin siapapun kalian, telah pernah menjadi daftar dalm kisahnya.
Waktu memang begitu cepat berlalu, dan ia telah seumur ini. Kadang, aku khawatir berlebihan saat ia pulang larut walaupun bersama dengan pasangan duetnya (Tiana), karena aku masih sering lupa kalau dia telah mampu menjaga dirinya sendiri bahkan lebih baik dariku. Namun, eforia kecil sering terjadi, saat ia KKN, saat ikut Tour ke Jakarta, eforia bahwa ia tidak mampu mengurusi hal-hal kecil, menyusun barangnya, merapikan lemarinya, hhhhhh.... toh untuk urusan itu dia masih sering meminta tolong.
Ia punya mimpi besar, mimpi yang tersirat dari banyak cerita yang kami lewati bersama. Mimpi yang menggebu-gebu hingga ia sering lupa urgensi kehidupan _ibadah_. Yah... segala yang kita lakukan adalah bentuk terima  kasih kita pada Sang Maha.Maka lakukanlah yang terbaik!

Kucukupkan ceritaku kali ini. Hanya ingin bilang Selamat ulang tahun, my little sister. Berlarilah! Saat terjatuh, bangkitlah walau berdiripun terasa sulit. Tapi, ingatlah untuk  berhenti sejenak saat penat mulai menyapa. Rasakan udara saat kau bernafas, tutuplah matamu dan mimpimu akan semakin dekat.(tapi jangan sampai teridur)

Sometimes, kita harus bersikap garang menghadapi dunia yang tidak ramah.


_Ibunya Mahatma_

Komentar

Postingan Populer