14 hari di matamu_mataku




Pagi ini (8 Mei '11, beberapa jam setelah Milan akhirnya merebut scudetto) setelah menggenapkan kerja Rinso yang memiliki kemampuan "mencuci" sendiri, kembali saya menatapi blog kami yang beberapa hari ini tidak pernah lagi kujamah. Seperti biasa saat belum ada tulisan terbaru yang saya atau ibunya mahatma buat, maka yang sering saya lakukan adalah membongkar folder-folder lama khususnya milik ibunya mahatma yang menyimpan banyak koleksi tulisan (puisi, cerpen, opini) untuk diupload di blog ini. Huh, dan pagi ini kutemukan file yang berjudul kado. Karena penasaran makanya kubuka dan ternyata tulisan itu adalah proyek tulisan selama 14 hari ibunya mahatma sebelum saya berulang tahun yang ke 25. Jadi tulisan ini proyek tulisan ini dibuat sama ibunya mahatma dengan setting dia seolah-olah menjadi saya (bapaknya mahatma yang semakin gagah ini...hahaha)...keluhan, harapan dan sikapku selama 14 hari sebelum ultahku ditulisnya dengan menarik.Dan proyek ini sama sekali diluar pengetahuanku...romatis toh...hehehe...yang rada jealous sebaiknya lanjutkan saja membaca siapa tau dapat inspirasi untuk menyusul atau paling tidak segera beranjak pergi dari depan monitor mu dan menuju ke tempat kekasihmu dan segera nyatakan kalo kamu menyayanginya sebelum semuanya terlambat...hahahaha...
silahkan menikmati proyek kecil ibunya mahatma ini, maaf agak panjang :

20 maret 2006

Aku selalu mencoba memaknai yang telah kulewati, mencoba memilah-milah fase-fase dalam hidup yang buatku menjadi hari ini. Aku masih menyesal, mungkin karena dulu, tak pernah kubawa diri untuk terlalu memikirkan masa depan. Aku menjalani hidup seperti hari ini. Dan keadaanku sekarang tak pernah sekalipun terprediksi di hidupku yang dulu. Aku tahu, yang kubutuhkan adalah keberanian untuk melangkah, menapaki jalanku sedikit demi sedikit. Tapi.., keberanian itu selalu muncul terlambat bahkan tereduksi oleh dirinya sendiri.
Aku masih menatap jalan yang setiap hari kulalui, yang nantinya akan kulalui tiap pagi, kira-kira jam tujuan, jika aku betul-betul menerima tawaran kerja ini. Yah..., dunia kerja adalah dunia yang bagiku seperti tirani, terlalu banyak membelenggu dan mengekang kita dalam rutinitas, dalam angka-angka. Tapi, cepat atau lambat setiap kita harus menjalaninya, sebagian ditujukan sebagai jawaban dari kewajiban orang tua yang telah membesarkan kita yang biasa disebut orang sebagai balas jasa yang pun mulai terdistorsi. Sebagian lagi, untuk perut yang tak boleh bergantung lagi pada orang lain, dan sebagiannya lagi untuk kehidupan mendatang yang juga belum sempat kusketsakan.
Kupandangi rumput liar yang tumbuh di pekarangan warung Mba Sum_ warung yang punya banyak sejarah bagiku_, ia seperti mencoba mencongkakkan diri akan kesiapannya menghadapi apapun. Menghadapi perubahan musim, menghadapi pijak sepatu atau sandal, menghadapi pemotong rumput, yang justru makin membuatnya semakin mengakarkan diri. Kuelus dadaku pelan-pelan, kurasakan perutku semakin sakit. Penyakit yang kubawa sejak dulu, yang juga punya cerita khusus di setiap babak perbabak hidupku. Tapi, seperti dua pagi yang lalu, kali ini aku juga tidak ingin takluk pada rasa sakit ini. Karena ada rasa yang lebih mendominasiku saat ini, kebingungan dan ketidakpastian. Rasa yang juga membuatku mengambang, seperti melayang, tapi tetap kuikuti. Aku masih berada diantara dua pertanyaan...
“...ya...atau..tidak...” tentunya keduanya akan berimbas. Baik atau buruk, lagi-lagi ini pertanyaan untuk waktu.
“hidup itu perlu kerja keras, sekarang tidak ada sesuatu yang turun dari langit” kata komrad menasehatiku. Kutahu ia selalu mencoba bahkan terkadang memaksa dirinya untuk memahami aku saat kuutarakan kebingunganku. Yang kutahu, ia cukup mengerti kalau keputusan ‘tidak’ porsinya lebih besar.
Aku cukup mengerti bahwa kita emang harus selalu kerja keras. Aku curiga, karena terlahir di dunia yang serba instan, akupun secara tidak sadar sedang mengadopsi pikiran instan. Maunya.., duduk santai lalu mendatangkan uang. Tapi, mana bisa???
Aku lahir dari keluarga yang sederhana, hidup apa adanya. Keadaan ekonomi keluarga yang mecapai krisis setelah bapak meninggal dua tahun yang lalu, memicuku untuk menjadi pengemban utama keluarga. Selain, karena aku anak laki-laki satu-satunya, aku juga anak sulung.  Sebenarnya ini cukup memusingkanku, orang-orang akan bertanya, sebenarnya apa yang aku cari?” jawabannya sederhana. Aku ingin semua seperti isi kepalaku.
Jika boleh memilih, aku masih merindukan masa-masa menjadi mahasiswa.., masa memenuhi otak dengan ide-ide brilliant, ide-ide radikal, revolusioner, romantis, dan semuanya. Jika boleh jujur, aku telah menginvest terlalu banyak kenangan sejak mahasiswa. Aku terlampau banyak menebar tangung jawab yang belum tentu bisa kuemban, terlampau banyak menanamkan pahaman pada orang lain. Dan hari ini, aku berusaha untuk tidak menganggap semua itu adalah jebakan untuk diri sendiri, yang akhirnya akan menelanku.
Kususuri jalan sepanjang Tamalanrea, aku masih terbelenggu kebingungan. Entah apa yang membuatku bertahan untuk terus membiarkan kepalaku memaki langkahku.
Pertanyaanya, apa yang salah dari seorang guru? Sebuah pilihan yang jarang orang menginginkannya, yang hanya digemari anak-anak kecil sebelum melihat realitas, yang katanya adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Itu pekerjaan mulia, menurutku, ketika melayangkan lamaranku di Sekolah Islam Terpadu yang sejak pertemuan pertama telah memukauku. Lalu, apa masalahnya? Itu yang tak mampu kuakui dengan jujur, bahkan pada diri sendiri. Aku selalu percaya dengan kemampuanku, walau kadang sedikit tertatih semua pasti akan terlewati.
Dan seperti biasa, aku memilih untuk berdamai dengan ketidaknyamananku. Berharap, pilihan ini adalah kesempatan kedua yang biasanya membawa keberuntungan.
Dan seperti biasa, aku memilih untuk meredam kejenuhanku yang mulai meraja, berharap ini adalah metode adaptasi yang cocok.
Dan seperti biasa, aku memilih untuk memojokkan diriku di satu sudut yang tak mesti dilihat orang lain.
Dan seperti biasa aku memilih untuk tetap terlelap sebagai perlawanan terhadap paranoidku menjemput pagi. 


14 hari menuju seperempat abad     

Aku tahu kamu bimbang.
Kuharap kamu tahu, aku berusaha untuk mendalami pikirmu yang jarang kucapai...
Kuharap kamu tahu, aku seperti biasa tidak akan melewatkan satu detikmu untuk kupahami...
Kuharap kamu tahu, aku senang membaca kompleksitas harimu...
Kuharap kamu tahu, aku mendukungmu.

“komrad...,
hidup itu pilihan, dan dia terlalu singkat untuk dijalani dengan pilihan yang salah..”


21 Maret 06
.......................................................................................................................................................................................................................................

13 hari menuju seperempat abad

Aku memilih untuk tidak mebaca apa-apa hari ini
Kuharap aku tidak sedang mengakumulasi kekecewaan kecil
Kuharap semua ini selalu adalah proses untuk memaknai kita

“komrad..,
kamu bisa melakukan apa saja jika kesalahan ini kuulangi” that was ur promise

22 Maret 06

Mungkin mataku mulai beradaptasi dengan cahaya mentari, ia sudah pandai membaca waktu sehingga hari ini aku tak perlu bergegas terbangun seperti kemarin. Aku merasa sedikt bersemangat hari ini. Kusirami badanku untuk menyambut pekerjaanku. Hehehe....
Kubuka pintu kamar dan pastinya akan kudapati pemandangan yng sama seperti kemarin. Semuanya masih terlelap, sebaliknya aku malah harus bergelut dengan waktu. Hmm....,rasa iri mulai sering muncul. Tapi kutahu aku tak boleh berdiam. Kuyakin, siapapun akan menjalani hari yang kulalui hri ini.
Sedikit kontras dengan pemandangan sunyi di rumah, aku sedkit bersemangat saat kudapati jalan raya yang sudah dipenuhi dengan aktifitas. Melihat orang lain punya cara lain memaknai pagi.
...........
“nda mau ustad..., nda mau..., kami mo diajar sama pak ustad” kata berapa anak kelas satu SD yang lucu-lucu, nakal-nakal dan tentunya bebas saat aku menyuruh mereka kembali pada Ustad Rojali yang mendampingiku sekaligus penanggung jawab mata pelajaran PENJAS.
“kenapa harus pelajaran penjas?” tanya komrad setelah kutetapkan ada dua mata pelajaran yang kupilih untuk kuajarkan di sekolah ini, Penjas dan Bahasa Inggris. Katanya lagi Penjas  bukan pelajaran yang tepat untuk kuajarkan, katanya itu nda butuh berpikir. Tapi...,
Mengahadapi anak kecil memang sangat berbeda, kita diwajikan bersabar dan mengerti mereka. Sementara mereka bebas melakukan apa saja. Satu hal yang membuatku cukup bersemangt karena kelas ini bagiku sangat lucu, aku diharuskan kembali pada masa kanak-kanak yang sebenarnya kadang tidak masuk akal. Aku menertawai diri sendiri saat memimpin gerakan pemanasan di tengah mereka yang kecil-kecil. Sedikit bersyukur, karena aku juga bukan orang yang teramat serius. Dari sini, aku tetap mencari apa yang harusnya membuatku bertahan dan menetapkan pilihan ini sebagai rangka yang betul-betul harus kulewati.
.........................
Aku cukup kecewa saat kulihat pintu baruga telah tertutup. Aku tahu memang aku agak terlambat. Aku tidak tahu apakah ini memang sudah kurencanakan atau belum, sekedar memberi kejutan pada komrad yang pasti tidak mengira aku akan datang. Tapi.., seperti kemujuran besar, seseorang keluar dan kami masuk ke dalam tentunya tanpa tiket. Aku tidak berhenti berdecak kagum saat adegan peradegan lewat. Pementasan yang sangat keren dan melalui latihan yang cukup panjang. aku selalu berharap, saat nanti bisa mengahasilkan karya sehebat ini.
....................
Malam kulalui tanpa memberatkannya dengan pilihan-pilihan. Walau kadang terlintas di kepala, karena komradpun tak urung mengajukan pertanyaan itu. Tapi.., sekarang, aku cuma ingin membuat segalanya berarti kuharap itu bisa buatku bertahan.

12 hari menuju seperempat abad

Kamu memang sudah teramat sering membiarkan dirimu mengalir...
Kau telah terbiasa mengambangkan masalah dan menyerahkannya pada waktu...



230306

Rutinitas ini akhirnya kan mengajariku sedikit kompromi. Pekerjaan yang cukup melelahkan ini, telah melalui batas-batas keinginan dan mimpiku. Menjadi pendidik memang pekerjaan yang tidak mudah, menyita tenaga, pikiran dan yang utama adalah kerelaan. Tapi lagi, kuharap aku berdiri di sini di depan anak-anak kecil yang masih belum dibebani tanggung jawab bukan semata-mata karena materi tapi karena memang seharusnya aku berada di sini. aku melihat wajah lugu-lugu mereka, kucoba terapkan metode quantum learning yang semalam aku pelajari, juga saat di WC menunggu hajat keluar.
Seperti kemarin, aku selalu bilang kalau ini adalah tahapan yang paling susah kulalui, mungkin akan kutapaki tapi penuh keraguan. Karena sampai hari inipun aku belum mampu menetapkan hati untuk menjalani masa-masa menjadi seorang pendidik. Aku memang berkeinginan untuk menjadi pendidik, dosen. Tapi, harus bagaimana? Terlalu banyak hal yang tidak mengiyakanku untuk mendapatan pekerjaan itu. Misalnya, di FISIP UNHAS. Sistem terlalu bobrok dan rusak, dan menurutku aku tak cukup kuat untuk masuk ke dalam. Apalagi dengan niatan membawa perubahan, alih-alih aku juga akan mengembek pada sistem ini.
Tapi, tidak terpungkiri, beberapa hari di sekolah ini, telah memaksaku untuk membuka kotak kenangan bab baru yang tak mungkin usang. Mungin bukan kekayaan intelektual, tapi secara emosional, mereka_murid-murid ini_ telah mengikatku dengan kenakalan mereka, dengan keluguan dan kelucuan mereka, dengan kekonyolanku menghadapi mereka.
Dua hari terakhir besok, kutahu akan lebih sulit. Jika keputusan sekolah aku tak diterima maka kuanggap itu adalah keputusan yang menyalamatkanku. Tapi, jika keputusannya aku diterima maka aku tak tahu harus berdiri di mana.
Sementara di sisi lain....
“jadi kita harus makan apa” tanya komrad dengan pernyataan yang sering kami lontarkan ada atau tidak punya uang. Ini akan mengambil waktu yang lama, terlebih jika tak punya uang, karena kita bukan hanya menyepakati kemauan perut tapi juga harus mampu mensinergikannya dengan uang yang ada di sini.
Utang sudah ada di mana-mana, kami tak tahu harus bagaimana. Tapi, aku yakin seperti yang sering komrad bilang,
“kita punya banyak teman” ya...., aku setuju tapi aku takut tak mampu beri apa-apa.
Lalu..???????????????????
Entah......
Aku ingin tertidur setelah seharian beraktivitas.

11 hari menuju seperempat abad

Aku sedikit bersemangat melihatmu kembali semangat...
Walalu kutahu..., terlalu banyak mungkin yang kamu inginkan sehingga
Kamu memilih untuk tidak memikirkan apapun.
Tapi.., by the way..... cemburuki’ iyyo????

24 Maret 2006

Pagi ini aku melangkah sedikit bersemangat, dengan harapan aku tidak akan terlalu lama di sekolah. Setidaknya setelah itu, aku bisa pulang dan melakukan berbagai aktivitas.
Lagi-lagi mengajar olahraga, pelajaran yang cukup menyenangkan apalagi aku merasa bisa memperlakukan diriku sekonyol mungkin. Setelah itu...., tapi..., aku tahu. Sebentar lagi seperti kemarin juga aku akan ditawari untuk mengajar di SMP. Oh aku mungkin belum pernah bilang, sekolah ini adalah sekolah Islam Terpadu Al-Insyirah, kelasnya mulai dari TK, SD, sampai SMP. Sekolah ini lumayan menarik karena memiliki metode belajar yang berbeda. Tapi..., itu juga tidak cukup membuatku serius melakukan pekerjaan ini. ya..., tentang tawaran ini, sejak awal aku selalu menolaknya. Seingatku, baru sekali aku mengajar di SMP, mengajar ilmu ekonomi yang sangat bertolak belakang dengan ilmu ekonomi yang saya pahami.
Mungkin karena sedikit gila, aku merasa sangat dekat dengan murid. Hari ini, seseorang dari mereka memberiku kejutan berupa sebuah permen.
*******
Rumah masih sepi seperti saat kutinggalkan tadi, hanya ada beberapa teman yang sudah bangun. Tapi, komrad masih tidur. Ini memang tergolong pagi untuk ukuran mahasiwa. Kubuka gorden kamar sebagai salah satu taktik jitu untuk membangunkannya. Aku tersenyum, setidaknya aku tidak kalah dengan cahaya mentari yang kali ini menggerogoti komrad untuk membuka mata. Aku masih tersenyum-senyum saat kubayangkan aku bisa melanjutkan pekerjaan yang sudah lama tertunda. Buletin SekolaHi, pekerjaan yang membuatku betah berlama-lama di depan komputer, hingga kadang membuat komrad merasa cemburu. Ternyata ada banyak bagian yang sudah ditambah komrad, mungkin semalam. Dan aku tidak merasa berhak untuk mengubahnya. Hanya sedikit dipoles, dan diprint.
Kalau kalian bertanya, kenapa setelah sarjana aku masih niat melakukan pekerjaan ini, kenapa setelah sarjana aku makin getol mengurusi himpunan, kenapa aku tidak pernah merasa tua untuk membesarkan orang-orang disekitarku. Itu karena aku selalu ingin belajar, selalu ingin meninggalkan sesuatu kepada orang lain, selalu ingin membuat orang lain pergi dari ketidakmengertiannya, selalu ingin membuat orang lain membelalak dari kebutaannya, ya..., ini salah satu caraku melawan sistem ini, belajar dan berbagi bersama.
Tapi..., lagi seperti biasa aku sedikit kecewa. Tadi, di rumah buletin SekolaHi tidak bisa terprint karena tidak ada kertas yang bagus, berharap mengobati kekecewaan di kampus untuk diskusi tentang sejarah Hi, di komunitas SekolaHi tapi ternyata sama. Hmm.., aku tiba-tiba merasa memang anak muda sekarang selalu ingin terpuruk, tidak ingin maju. Sudah dibuatkan tempat belajar, tapi memang enggan untuk belajar. Aku tahu komradpun merasakan hal sama.
Kuobati kekecewaan dengan main bola, walau kutahu kesempatan menang sangat sedikit. Tapi, setidaknya mampu membuatku sedikit berkeringat.
****
Walau dengan sedikit orang, kami cukup bersemangat membacakan dua tiga puisi di malam ini, rutinitas yang kami harap bisa mengolah rasa. Aku ingin tidak sempat memikiran untuk esok. Tapi, mana bisa komrad selalu punya cara sendiri untuk mengingatkanku menuju realitas. Menurutku besok akan melelahkan, tapi komrad selalu menyemangati dengan iming-iming gaji. Dasar matre!!! Padahal, seluruh badanku sakit sekali, aku harap itu bisa jadi senjata agar izin utuk tidak mengajar keluar. Tapi, jangankan dari sekolah , komrad pun tidak mengizinkan.
Komrad sering bilang, aku tidak serius.
“Kamu mau duduk santai, lalu mengaharap uang turun dari langit? iyya?” tanyanya setiap kali aku ingin lari. Semprotnya ditambah lagi, karena aku baru bilang kalau aku tidak ke rumah pak Uppi, tanyakan tentang pekerjaan sebagai asistennya, sementara janjinya dua hari yang lalu, aku ke sana. Aaaaaah..., mungkin mataku harus terlelap
Entah besok apa lagi....
****

10 hari menuju seperempat abad

Komrad..., terkadang apa yang kita cari itu telah ada di depan mata. Hanya kita tidak ingin membuka mata dan melihat lebih dalam.


25 Maret 06
........................................................................................................................................................................................................................................................................................................

9 hari menuju seperempat abad

Seperti beberapa hari yang lalu, aku memilih untuk tidak membaca apa-apa. Aku terlalu memanjakan diri dengan keegoisan, selalu menutup mata untuk coba terbuka menerima kenyataan. Tapi aku harap kamu menganggap ini belajar, untuk menemukan diriku yang sebenarnya.
Yang aku tahu, kamu sudah memutuskan untuk menjalani esok. Saluuut!!!!


26 maret 06

Apa yang membuatku tersenyum di hari Minggu, karena aku bisa melawan pagi dengan tidur sepuasnya. Ia menyiapkan hari yang lebih panjang, memiliki lebih dari 24 jam.
Aku mengintip mentari yang menembus kain gorden kamarku. Coba saja, suasana sedikit mendukung untukku, seperti dingin, hujan atau apalah yang bisa membuatku sedikit menjamah lelapku. Tapi....
“K’ Bob.., ada telpon” kata Anca dri luar amar. Aku tertawa. Aku tahu, ini pasti dari muridku yang ngotot mau berenang di Unhas.
“Kamu di mana?” tanyaku sembari dijawab dengan semangat dari seberang. Aku mengangguk-ngangguk dan mengiyakan untuk menemuinya di kolam renang. Kusiapkan diri untuk bersenang-senang bersama mereka, tapi belum beberapa menit orang tua murid menelpon, menanyakan apa ini memang tugas sekolah atau bagaimana, ku jawab dengan jujur berharap tidak ada kesan buruk yang lahir. Akupun berharap, ini tidak terlalu dianggap serius. Usulan ini memang datang dari mereka.
*****
Kejutan yang tidak kami sangka, Maidah datang. Setelah meninggalkan kami dengan tega seakan-akan semua yang telah kami lewati bukan sesuatu yang berarti. Secara umum penampilannya masih sama, tapi sedikit rapi dan semakin putih. Mungkin karena tidak tersapa mentari sejak dua minggu.  Dia banyak cerita,dan masih seperti dulu, cara ceritanya begitu khas dan cepat. Kami pun seperti biasa menempatkannya di posisi yang terpojok. Hehehe,,,,,
Setelah memberi kami jawaban atas kelaparan kami, dia pulang.
Aku masih menatap mata mereka dengan duka. Aku memang termasuk orang yang gampang tersentuh. Apalagi dalam hal seperti ini. Berita kematian bapa’nya Ana, kami tahu sejak tadi subuh. Ana memang tidak terlalu dekat dengan kami, tapi ia selalu kelihatan dan kedengaran istemewa dalam hari-hari Mas Dodik. Kematian memang suatu hal yang pasti. Dia begitu misterius hingga tak satupun tahu kapan tepatnya ia meninggal. Aku juga belum mampu mematerialkan hal ini. tapi, masalahnya.... kita siap atau tidak????

8 hari menuju seperempat abad

Banyak hal yang kamu lakukan hari ini. tentunya tanpaku, mungkin ini salah satu caramu mengimplementasikan pembicaraan kita semalam, aku mencoba untuk legowo. Tapi......,

27 maret 2006

Aku tidak punya banyak cerita hari ini, sedikit banyak tentang kepuasanku telah mengeprint sekolaHi. Komrad bilang aku ini perfectionist. Dalam beberapa hal ya. Termasuk untuk pengerjaan buletin ini yang sudah saya handel sejak awal.  Di awal pembuatan, aku memang sering meras kecewa, saat tanggapan orang berbeda-beda. Ya..., begitu berbeda hingga kadang aku merasa kecewa. Tapi, setelah itu aku memutuskan untuk menghentikan kepuasanku hanya ketika buletin ini telah diprint. Setelah itu, cukup sudah.
Hari ini, aku punya banyak waktu di kampus. Karena ku tidak punya jadwal mengajar hari ini. Akupun sering masih heran. Sebenarnya apa yang membuatku masih selalu berminat ke kampus. Aku tidak tahu, hawa apa yang ada di sana. Kesunyian dan ketidakdinamisan kampuspun, tidak membuatku surut untuk datang. Mungkin itu juga salah satu alasanku, kenapa ingin sekali menjadi dosen.
*****
Seperti malam kemarin, aku dan beberapa teman mengaji di rumah almarhum. Salah satu ritual yang diharapakan mampu menangkis banyak mudharat dalam suatu kematian. Aku coba membersikan niat setelah semalam, kami diberi uang untuk imbalan mengaji kami. Dan malam inipun persis sama. Aku memilih untuk tidak terlalu banyak bicara malam ini. tanpa alasan, tentunya bisa buat komrad naik pitam. Dan memang seperti itu. Setelah lama ia mencoba untuk membangun komunikasi yang baik, diapun akhirnya memilih diam. Aku mencoba untuk tidak menganggapnya masalah. Ah.. aku ingin terlelap.

7 hari menuju seperempat abad..

Nda tau mo bilang apa....... jengkelka’,.........


28 Maret 06
.......................................................................................................................................................
“Api hampir membakarku.....”

29 Maret 06
........................................................................................................................................................................................
“komrad sakit”


30 Maret 06
..................................................................................................................................................................................................................
“Pagi menjadi sangat indah”

31 Maret 06
........................................................................................................................................................................................................................................
“mulai dari hal kecil”

01 April 06
...............................................................................................................................................................................................................................................................
“sakit”

02 April 06
........................................................
Untuk kado yang berantakan
Proyek yang gagal....,
Kupikir....,
Aku memang bukan pembaca yang handal....
Yang mampu membaca tiap inginmu.....
Lalu kugerakkan bersama harapku

Aku memang bukan pembaca yang handal....
Yang cukup cerdas untuk terjemahkan bahasamu
Yang terkadang menjadi kosakata sulit untuk dimengerti....

Aku memang bukan pembaca yang handal.....
Yang bersedia tuangkan pikirku...
Untuk telusuri jejak yang tak jarang rumit bagiku....

Pintaku sederhana....
Hanya ingin menjalani hari berbeda....
Yang tak kudapatkan dengan orang lain...

Karena ku bukan pembaca yang handal,
Tahuku minim untuk mentransfer inginku pada siapapun
Hingga semuanya tidak lagi menjadi berbeda....
Tapi menjadi terpaksa....

Untuk kado yang berantakan....
“maaf”......

03 April 06


Untuk perempat abad yang telah dinikmati
angka yang cukup buram untuk ditengok dari awal
tapi sangat matang sebagai teropong masa depan

semua terlampau luar biasa hingga tak terwakili kata
pilihan telah mengajarimu tentang konsekuensi
eksistensi mengalirimu sadar akan Yang Ada
kesempatan memberitahumu akan kehilangan
walau takdir sedikit memojokkanmu dengan air mata
tapi, kehilangan memaknaimu akan tanggung jawab...

Untuk perempat abad yang telah dinikmati
karena hidup tidak berjalan untuk sia-sia
karena hidup bukan untuk dihiasi simbol tak bermakna
karena hidup bukan sekedar menarik nafas dan mengeluarkannya
karena hidup tidak hanya berakhir saat Israfil menjalankan tugasnya
karena hidup terlalu cantik untuk dicaci

untuk perempat abad yang usai...
kuharap telah terganti dengan sketsa rumah
dan akan mulai dibangun sebentar lagi....
rumah, tempat dimana kakimu bisa pulang
mengistrahatkan pikiran dan menjamumu dengan impian
rumah, di mana tak perlu ada tuntutan
karena semuanya telah terjawab
rumah, di mana pikiranmu hanya dijejali keindahan
ya...., rumah jiwa yang megah
di mana ketamakan dan kerakusan haram menampakan dirinya....

untuk perempat abad yang lewat...
tak kukumpulkan apa-apa
milikku hanya kata....
tumbuh bersama harapan kecil....

yang bersedia lapang menerima beda yang kau tawarkan
berjalan mengikuti bayangan
menghadang saat lubang tak terlihat
menopang saat lelah bersahabat
menghangati saat dingin
menyejukan saat gerah
menciptakan api di tengah semangat yang kendor
dan menjadi pintu baru di jalan buntu

yang kupunya cuma kata
yang sering disanjung dengan tawa girang....
tapi lebih sering tersingkirkan karena curiga dan amarah...
untuk perempat abad yang telah usai...
mari tetap membaca dan belajar
lalu membuang kata-kata “tidak”  
sekaligus tetap meneriakkannya untuk ketertindasan

for my comrade
met ultah...
020406...



Komentar

Postingan Populer