...mencret....


Mencret...
Pastinya kalian semua pernah mengalami penyakit yang satu ini, saat perut melilit dan hanya akan terselamatkan jika berada di atas kloset. Hhhh... dan entah gerangan apalagi yang telah kukonsumsi sehingga perutku mengadakan penolakan besar-besran semalam. Semua sel-sel dalam perutku bekerja keras dan menolak beberapa makanan yng kucerna menjadi rasa sakit yang teah lam tidak kurasakan. Tapi...kabar baiknya. Rasa sakit itu memutuskan  pergi setelah hampir berkali-kali Minyak Beruang kugosok diseantoro perutku. Dan saat-saat itulah, saat aku tidak bisa bermanja meminta komrad memijitnya, sepajang perjalananku dengannya ia selalu mampu mengobati semua rasa sakit yang kurasakan. Kecali saat melahirkan...hahaha...
Yah..dan semalam,saat rasa sakit di perutku mulai berkurang, aku mengingat sebuah cerita yang aku dan komrad tak mungkin bisa melupakannya, tentang penyakit ini.
Sore itu, kami dipenuhi rasa gembira, seperti biasa saat Kak heri datang ke makassar, kami tidak perlu khawatir mau makan apa nanti. Karena si empunya modal tidak akan membiarkan kami kelaparan.  Tapi, kali ini ternyata dia tidak menginap di makassar, harus pulang setelah rekreasi di pulau Kayangan , kalau tidak salah ingat, bersama teman-teman sekantornya. Tapi, tetap saja! Malam kami tidak lagi harus terlewatkan dengan rasa lapar. K heri membawakan kami sekantong penuh makanan yang brbeda. Aku masih ingat, beberapa buah lemper isi daging, bebeapa buah alvokat, coklat, bebeapa snack ukuran besar yang jarang kami nikmati. Dan malam itu di kosan cokro, aku dan komrad, berdua berpesta makanan. Kami mulai dari lemper sebesar lengannya maha, nafsu makana kami berdua yang memang selalu besar membuat kami gampang saja menghabiskan lemper2 itu. Malam semakin naik, perut kami tidak juga kenyang, mulut kami tidak berhenti  jud mengunyah makanan, satu per satu snack2 yag tadinya masih gembung kini bertumpuk menjadi sampah. Dan ami tidak juga brhenti. Komrad menginisiasi untuk membuat jus alvokat karena kebetulan kami punya sekaleng Milo di dapur. Komrad mulai berkreasi dan jadilah! Malam kami dialui dengan pesta makanan yng berakhir dengan segelas besar jus alvokat dengan coklat milo yang sangat kental yang juga habs ludes dilahap kerakusan perut kami.
Dan......
Sebelum mesjid bersahut-sahutan membangunkan para muslimin dan muslimat untuk meninggalkan mimpinya dan menghadapNya, aku sudah terbanun lebih dulu. Jujur, bukan untuk menghadapNya, tapi aku terbangun karena rasa sakit di perutku mulai terasa. Aku meuju WC dan ternyata komrad sudah ada di sana. Awalnya, kami masih tertawa. Menertawakan kerakusan kami yang kalap melihat makanan seolah besok tidak akan datang lagi. Kuketuk berkali-kali pintu WC dan mengganggu komrad yang masih bergelut di dalamnya. Kulihat komrad meringis, memegang perutnya. Akupun tidak berbeda ekspresi. Dua kali bergantian masuk WC, awalnya masih kami anggap lumrah. Tapi... frekuensi ke WC kami makin lama makin bertamabha..semakin cepat jaraknya dan kami mulai panik. Panik karena, air di kosan seperti banyak kosan di Makassar tidak pernah mengalir saat pagi-pagi seperti ini. Panik karena semakin lama  toh rasa sakit di perutkudan komrad tidak juga hilang. Dan pagi sudah datang. Kepanikan bertambah, saat kudapati hpku dan hp komrad tak berpulsa, dan setelah kami sadari kami hanya punya 2 ouang seribuan di kantongku. Komrad mencoba membuat teh hangat pekat untuk menetralkan perut, tapi itu malah membuat kepanikan kami semakin meraja.air galon tinggal secuil, sementara kami butuh asupan cairan yang lebih banyak, mengingat setiap sekian menit kami mengeluarkannya lagi.
Mentari mulai tersenyum cerah,tapi tidak kami. Bergantian kami saling memijit, dan bergantian pla kami masuk WC. Dan kami berdua semakin lemah. warung di samping sudah terbuka. Ada dua pilihan untuk uang kami yang tinggal 2 ribu perak saat itu. Beli obat, atau menelpon salah satu eman lewat wartel yang saat itu masih berjamur di area kosan. Dan kami memilih piihan ke dua. Call a riend. Mengingat, kami tidak hanya butuh obat, tapi butuh air dan juga makanan.  Ternyata, kami lapar lagi. Dengan lemah,lunglai dan hampir tak berdaya, aku menuju wartel. Melist teman-teman yng punya no telpn rumah atau flexi.
Nama pertama yang kuhubungi, si Wawan. Kebetulan kosannya punya telpon. Aku menghubungi kosannya. Dan di pagi-pagi buta seperti itu, pasti anak mahasiswa masih memilih tidur. Telpon yang tidak terangkat di ujung sana, makin menambah sakit perutku. Akku kembali dengan lunglai. Kali ini komrad yang berjalan ke wartel. Menelpon Wawan. Kali ini diangkat. Tapi kawan yang satu itu ternyata tidak sedang menginap di kamarnya. Kami ke list no.2. ada nama Nanni di sana. Dia punya flexi. Seingatku sudah jam 8 saat itu, dan kami belum juga makan sesuatupun. Lihatlah!! Akibat ketamakan kami.
Nanni tersambung, tapi suaranya kecil dia tidak mndengar ku dan aku pun sama. Kututup telpon. Dan uangku yang 2 ribu ini bersisa 1.200. dan belum seorang pun yang bisa kami jadikan sebagi dewa penolong kami pagi itu. Kuputuskan untuk menelpn Hp yang saat itu aku masih ingat tarifnya, sekali angkat 800. Kutelppon HP wawan. Dan si Miss. Feronica yang saat itu masih sering menyapa kita, trnyata menyapaku. Dan raup sudah uangku. Sisa 4 rtus rupiah. Komrad menelpon Nanni kembali. Terangkat.kami menyuruhnya menelpon. Dan, dewi penolong kamipun menepon. Namun, bukan kabar baik, ia tidak bisa segera datang karena sedang mengikuti ujian proposal seoang temannya. Paling cepat jaam 10, janjinya!
Dan, pagi terasamenyiksa, kami tidak lagi pulag balik kamar madi. Tapi, rasa sakit ini bertambah akibat lapar yang menusuk-nusuk. Rasa letih dan lemas bercampur.kami berdua tergeletak dan tak lagi mampu saling menguatkan. Waktu berjalan lambat, dan suara motor terdengar. Akhirnya, mereka datang. Nanni datang dengan dua bungkus bubur ayam dan beberapa botol air minum. Kami yang memang kelaparan, tanpa basa-basi langsung menghabiskannya. Dan dunia mulai kembali terang. Lewat info Nanni kawan-kawan mulai datang.  Ishar, ladung, ade, K kasim, asri, dan si Wawan yang gagal kami jadikan sebagai dewa penolong. Rasa sakit di perut kami mulai berkurang. Kamar mulai ramai dan tentunya menertawai kerakusan kami. Tapi lemas, masih terasa, sampai mereka pulang, dengan makananyang masih banyak...
Komrad??? ....makanan....”TIDAAAAAAK”
Yah! Begitulah kami dulu hingga sekarang. Kami selalu merepotkan kawan-kawan kami. Betul. Kami tidak pernah sungkan! Dan, mereka memang kawan-kawan yang luar biasa, yang tidak pernah merasa lelah untuk direpotkan.  Masa-masa kuliah kami yang selalu tidak berkecukupan, namun hidup selalu berjalan! Bukan hanya karena kami pandai mengakalinya, tapi kami beruntung. Kami dikelilingi teman-teman layaknya saudara yang menyayangi kami. Miss u all
20 Mei 2011
_ibuMaha_

Komentar

Postingan Populer