...kolaborasi apik: pengetahuan dan kesabaran…

“ Kalau besar Nita mau jadi apa?” pertanyaan standar orang-orang yang bertemu dengan anak kecil usia 3-6 tahun, sekedar basa-basi atau untuk menguji sejauh mana anak itu mengerti akan pertanyaan orang dewasa.  Seperti beberapa kali, beberapa orang yang datang silih berganti ke rumah, yang beberapa tahun kemudian baru kumengerti bahwa  mereka adalah adik ibuku, menanyakan hal yang sama berulang-ulang. Berulang-ulangpun Nita kecil menjawab dengan lantang “GURU” teriaknya selalu. Dengan suara yang menurut nenek adalah suara paling cempreng di dunia, ditambah gerakan tangannya yang merentang ke atas disertai lompatan kecil. Nita kecil merasa bebas saat itu. Merasa merdeka karena saat besar nanti, ia sudah punya bentuk yang ingin ia menjadi. Nita kecil dengan kesadaran maksimal sesuai umurnya, paham betul bahwa guru adalah satu-satunya cita-cita yang paling mulia. Nita kecil tidak pernah tahu, bahwa lompatannya, teriakannya, dan kepakan tangannya, saat itu, bersenyawa menjadi kekuatan besar pada dirinya hingga ia di sini sekarang.
***
Di sini. Nita besar, tepatnya umurnya sudah dua digit, dan ia terperangkap dalam tubuhnya yang masih saja kecil.
“nita yang mana? Nita yang mana?” Tanya seseorang
“nita yang kecil” begitulah hampir semua orang menjelaskannya secara fisik.
Dan….
Aku di sini sekarang. Adalah seorang guru. Aku menjadi seorang guru, seperti yang kuingankan sejak dulu. Sejak lama, sejak badan dan umurku masih proporsional.
Ya…, aku telah menjadi seorang guru. Hampir dua bulan. Menjadi guru, tidaklah semudah kukeluarkan suaraku dengan lantang dan semua orang akan memperhatikan, tidak juga semudah kurentangkan tangan dan kuhentakkan kakiku lalu semua orang akan memberi appluous. Tidak.
Berdiri di depan hampir 20 anak yang belum kamu tahu konsepsinya tentang dirimu, tentang guru, tentang materi pelajaran, adalah hal yang tidak mudah. Apalagi, jika kamu tidak mempelajarinya secara teori bertahun-tahun di universitas keguruan.
Dan aku sama sekali tidak berasal dari situ…
“Kalau tahu kamu mau jadi guru, kenapa tidak mendaftar di UNM saja? Serang tanteku saat kuberitahu kalau aku diterima mengajar di sebuah sekolah swasta di Makassar. Pertanyaan yang sama yang diajukan mama. Aku menyandang gelar Sarjana Ilmu Politik dari Universitas Hasanuddin. Kuliah tiga tahun setengah di Program Studi_sekarang sudah jurusan_Ilmu Hubungan Internasional, studi yang sama sekali tidak mengajariku akan konsep mengajar di kelas. Namun, perlahan aku sadar bahwa pendirianku untuk tetap hanya ingin menjadi guru adalah karena konsep pendidikan yang ideal telah kuidamkan selama aku kuliah. dan sekali lagi  bukan di Universitas Keguruan.
“aku ingin menjadi guru yang paham tentang ilmu HI.” Jawabku pendek dan selalu kuulang tiap kali pertanyaan yang sama meluncur dari mulut orang lain. Seperti mama, semua orang akan menggeleng. Toh dengan kemampuan yang aku miliki, semua orang yakin bahwa aku bisa menjadi lebih dari SEKEDAR guru.
Dan seperti itulah aku ingin menjadi….menjadi bukan sekedar guru…
guru…..
Guru adalah, seseorang yang akan masuk ke kelas dengan buku atau tas di tangan, duduk di kursi yang telah disediakan, mengabsen murid, membuaka buku pedoman, membacakannya, menjelaskan sedikit, lalu memberi tugas, dan ia bisa pergi meninggalkan kelas.
Guru adalah seseorang yang akan kau tunggu batang hidungnya kelihatan di ujung koridor sekolah yang panjang, dan ketika kakinya berderap kamu tidak akan senang dan lari meninggalkannya.
Guru adalah seseorang yang datang sepuluh atau lima belas menit sebelum jam peljaran berakhir lalu hanya untuk memberimu pekerjaan rumah.
Guru adalah seseorang dengan penggaris kayu 1 meter yang ia bawa dari ruangannya untuk memukuli pantatmu jika kau lupa rumusnya.
Guru adalah seseorang yang akan memukulkan kepalamu di papan tulis hanya agar kamu hapal perkalian 1 hingga 10.
Guru adalah seseorang yang mulutnya berbusa karena tidak henti mengoceh di depan kelas.
Guru adalah seseorang yang akan memberimu nilai berwarna di rapor semester jika kau tidak menuruti segala yang ia ucapkan…
Dan, kubongkar semua pahamanku tentang guru yang kulihat sejak aku duduk di bangku sekolah dasar. Bak puzzle, kucoba menyusun kembali potongan-potogan itu, kubuang yang kuanggap tak perlu, kuatur kemabali dengan benar, menjadi sosok guru yang diteriakkan Nita kecil dahulu.
Guru bukan lagi pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka harus diberi tanda jasa. Harus. Setidaknya, gaji mereka diperhatikan, kesehatan mereka diawasi, dan pengetahuan mereka di upgrade secara berkala.
Guru adalah seorang agitator sejati, yang tak berhenti memberi semangat pada muridnya walau ia pun sebenarnya sudah tidak punya.
Guru adalah teman, yang bisa menolongmu dan kau ucapkan terima kasih, yang bisa berbuat salah dan kau maafkan, yang bisa berjalan saling berangkulan denganmu.
Guru adalah sumber inspirasi yang tak pernah habis, dimana langkahnya adalah cetita tentang harapan dan mimpi-mimpi besar.
Guru adalah kolaborasi yang apik: pengetahuan dan keikhlasan….., jika keduanya telah berkolaborasi dengan baik, maka di tangannya lah akan lahir generasi pejuang, generasi yang akan tetap bangkit walau untuk berdiri saja mereka sulit.

Dan untuk itulah aku di sini… untuk tidak hanya menjadi sekedar guru…tapi aku guru…seperti semua orang yang menjadi guru untukku tanpa ia ketahui.

Februari 2007
#diterima menjadi guru di SIT Al Biruni

Komentar

Postingan Populer