...begadang bersama maha....

Rasanya betul-betul tidak adil, saat aku mengantar malam sampai tua, dan ketika pagi mataku enggan terlelap lebih lama. Berkali aku mencoba ingin tidur lagi, tapi tetap saja, mataku betul-betul tak lagi tertarik pada kantuk. Kebiasaan begadang, sebenarnya telah lama kutanggalkan, seingatku sejak hamil, aku tak lagi bisa melek saat  jam menunjuk angka 11,  apalagi jika harus mengurusi hal-hal yang tidak terlalu urgen. Jika bisa kuselesaikan besok, aku memilih untuk tidur saja dan bangun lebih pagi.
Tapi, hampir sebulan ini aku jarang tidur lebih awal. Aku bisa memanage semua kerajanku, hingga tak perlu begadang. Tapi, ada hal yang lebih dari sekedar begadang. Yah…aku menemani seseorang begadang.  Dan yang kutemani, seorang bocah belum genap tiga tahun yang kerap kali tak mampu menutup matanya saat malam mulai menua, dan dialah anak kami tersayang…mahatma. Aku tidak ingat sejak kapan ia mulai begadang, Poko’nya saat pola tidurnya mulai berubah. Sejak kecil, anak-anak punya pola tidur yang berubah. Di bawah satu tahun, mereka bisa tidur 3-4 kali sehari, tapi saat umurnya bertambah, mereka sudah punya banyak alternative aktivitas, jam tidurnya mulai berkurang. Dan maha saat ini hanya tidur sekali, sekitar jam 12. tapi sekali tidur, dia bisa terlelap hingga 3-4 jam terbangun dengan mata bengkak, dan tentunya baterai full untuk berkegiatan.
Nah… baterai inilah yang tidak redup hingga pukul 11 malam bahkan hingga 12 malam. Aku jarang bisa memaksanya melakukan sesuatu. Tapi, kebiasaan ini berimbas pada banyak hal. Ia juga mempengaruhi pola tidur dede Aira,karena adik kecil yang satu itu selalu tertarik melihat kakak mahanya bermain, selain itu, menjadikan kami ikut-ikutan begadang, tidak mungkin membiarkannya menikmati malam sendiri, parahnya semakin malam ia semakin bersemangat. Suaranya semakin besar, bahkan tetanggapun hapal semua kicauan maha di malam hari.
Banyak hal yang kulakukan bersama maha saat malam mulai sepi. Kami sering ol together. Ia suka melihat gambar binatang, atau video-vodeo binatang. Aku dan dia banyak bercerita saat –saat seperti itu. Menceritakan banyak hal, mulai dari mereview kejadian sepanjang hari, bercerita tentng bapaknya, bahkan bercerita ttg masa kecil ibunya. Dan dia menikmatinya. Semua itu kulakukan untuk mengantarnya tertidur, tapi kadang tidak berhasil karena semakin aku bercerita semakin banyak pula dia bertanya. Dan aku dengan mata lelah pula mengantuk, harus selalu menjawabnya dengan maksimal.
Kebanyakan kami membaca buku saat malam mulai datang. Dia punya koleksi buku yang cukup banyak. Dan dia tertarik membaca buku apapun, apalagi buku cerita binatang. Kebiasaan membaca memang sejak dini telah kami kenalkan padanya. Buku telah kami jadikan temannya sejak kecil. Beberapa malam yang lalu, kami membaca peta berdua. Saat sibuk mengutak atik dompetku, dia mengambil uang seratusribuan. Aku memberinya, uang 5 ribuan tetap saja, ia maunya uang itu. Dia suka melihat warna uang itu,
“kanna bagus” katanya singkat saat kutanya kenapa harus uang itu. Lama ia menatap uang itu, ia melihat gambar dan bertanya padaku.
“Ambar apa ini?apa ini?ini bu? Kalo ini?” begitu serangnya.
“ini peta Indonesia” kataku. Dia langsuang berteriak
“In..do..ne…sia..” katanya seperti supporter tim Indonesia melihat jagoannya bertanding. Lalu mengakhiri teriakannya dengan tepuk tangan.
Sembari meperhatikan peta Indonesia yang gambarnya sangat imut di lembaran uang itu. iseng-iseng kuperkenalkan padanya.
“Ini pulau Celebes, tempat maha  tinggal di sini.” Sembari kutunjuk pulau berbentuk K itu,
 “ ini pulau Kalimantan, tempatnya dede Fauzil,” anaknya temanku yang kemarin pulang dari Kalimantan dan sempat ia ajak main saat sore.
“ ini Papua. Tempatnya om aldi.., nah ini Java tempatnya papa Bebi”
“Kalo ini?”siapa tinggal di sini. Katanya menunjuk pulau Sumatera. Wah aku tidak tahu, siapa yang sedang tinggal di sana. Kusebut saja nama seorang teman,
“ada teman ibu, namanya tante Yaya, Yaya Bintang” tiba-tiba teringat padanya yang sekarang tinggal di Padang. Dan jadilah malam itu dilewati dengan membaca peta. Dia menyakan semua tempat tinggal orang yag dikenal dan diingat dalam memorinya. Mulai dari tante-tante, om-omnya, teman-teman bapaknya, teman-teman ibunya yang pernah singgah dalam cerita-cerita pendek kami.
Dan, tadi malam…ia kembali begadang. Tapi, mataku betul tidak kuat menahan kantuk. Aktivitas kemarin siang cukup banyak, tapi maha tidak ingin tahu. Dia mengoceh, bernyanyi, berjoget semalaman, untung ada kakak Reza yang ditemaninya yang juga memilih kalah pada kantuk. Tapi maha tetap berceloteh hingga malam-malam betul mencapai puncak. Kunyalakan film-film pendek yang ia sering nonton. Dan aku tertidur. Tapi, belum sempat mimpi mencolekku, ia datang
“bu…apa baca ni?”kubuka mataku sembari melirik buku biru yang dipegangnya.
“Demokrasi tidak untuk rakyat” kataku masih dalam kantuk. Lalu ia mengulang kata itu sampai berkali-kali. Ia memang punya kebiasaan mengulang kata baru yang ia kenal.
“siapa ini?” tanyanya menunjuk kakek tua di sampul buku milik Eko Prasetyo ini. Aku menghela nafas.
“kakek..”
“kakeknya siapa?” tanyanya lagi. Aku menutup mataku dan ingin kembali tidur, ia mengguncang badanku.
“oh…bu…kakeknya apa ini??” tanyanya lagi… aku tidak mampu menjawab. Berulang-ulang dia bertanya tapi mataku tak jua ingin terbuka, ia menutup pertanyaannya dengan menyimpulkan
“ah…ibu tidak tau…ini kakenya emoyasi…(ah,,ibu tidak tau, ini kake’nya demokrasi) ”dengan tekanan seperti menjelaskan padaku. hahahahhhaa…aku terbahak mendengar ocehan jagoanku..Tiba-tiba kantukku hilang ditelan penjelasan singkatnya, kami berdua tertawa, dia menatapku, tidak tahu apa yang lucu dari katanya. Tapi karena tawaku tak berhenti, ia pun ikut tertawa. Maka kami mulailah membaca setiap gambar di buku itu dan menanti hingga ia menyerah dan berkata
“ Bu…bobo dulu mamma na…bikin cucu…” perintahnya dengan mata yang sudah sayu.
Dan hingga tulisan ini hampir kelar, jagoanku masih terlelap.

Mahaibu...08.30 pagi….
24 July 2011

Komentar

Postingan Populer