Surat untuk Rekah
Hari ini hari buruh. Semalam kita berencana membaca sajak seharian bergantian untuk menyambut hari ini. Sayangnya, kita lupa. Puisi dan sajak akan kita gemakan esok hari atau esoknya lagi.
Rekah, hari ini hari buruh. Ibu mengajak bapak berolahraga. Karena kamu demam, kami memutuskan bergerak mengikuti arahan instruktur dari layar tv di ruang tengah. Ibu sadar ini penting, ibu harus menua dengan sehat. Kamu harus tahu, ada banyak perempuan yang tidak menyadari bagaimana tubuhnya tiba tiba menjadi renta dan tua. Mereka tidak punya pilihan, waktu, apalagi modal untuk melakukannya. Bahkan untuk tubuh dan jiwa mereka sendiri.
Rekah, hari ini hari buruh.
Pagi ini ibu berinisiatif membuat kebab untuk sarapan. Prosesnya mudah, bahannya sudah tersedia. Tapi ibu selalu kewalahan mengumpulkan tenaga untuk bergelut di dapur. Kamu tahu, perempuan, apalagi yang sudah bersuami dituntut menjadi ratu di sana, dan tidak diberi banyak pilihan apalagi kekuatan untuk menolak.
Rekah, hari ini hari buruh. Bapak, ibu, dan kakak libur. Seyogyanya hari ini semua orang bisa libur. Sayangnya, bagi banyak orang libur adalah mitos. Kompor harus tetap mengepul, pinjaman masih menumpuk, cicilan sebentar lagi jatuh tempo. Begitulah kapitalisme bekerja, rodanya harus terus berputar meski yang bergerak lebih keras dan cepat adalah jelata. Tak ada libur meski itu hari buruh, hari para pekerja. Begitupun dengan perempuan, libur berarti menyelesaikan tumpukan pekerjaan domestik yang tertunda.
Rekah, hari ini hari buruh. Ibu banyak berjumpa perempuan yang terkurung di dalam rumahnya sendiri. Merasa tak berharga padahal mereka telah menjadi penyokong kehidupan. Kerja kerja yang dilakukan perempuan di rumahnya disepelekan oleh masyarakat dan negara. Mereka dianggap tidak produktif padahal mereka yang merawat dan menghidupi.
Rekah, hari buruh juga harinya para perempuan. Menuntut kesejahteraan buruh tanpa menyebut perempuan di sana berarti sebuah kesalahan. Berjuang untuk kehidupan yang lebih baik, berarti berjuang untuk perempuan.
Nak Rekah, di rumah ini, kita berupaya saling memuliakan satu sama lain. Memperlakukanmu sama, adil dan setara, seperti seharusnya. Namun hal hal yang tidak terjadi padamu, tidak kau rasakan, bukan berarti itu tidak ada. Hanya masih samar namun akan semakin terang seiring kau belajar.
Lalu, hidup mungkin akan berat bagimu seperti bagi banyak orang. Namun, kelak kau bisa dengan percaya diri untuk berjalan pelan di tengah orang orang yang berlari kencang menuju entah. Kau bisa lantang berteriak saat terlalu banyak beban di kepalamu.
Kau bertanya beberapa hari lalu, kenapa orang dewasa harus bekerja terus, bekerja terus? Apa dewasa itu tidak seru?
Tentu kau bisa memilih untuk tetap hidup seru. Namun, jika kelak hidupmu tidak seperti itu. Kau boleh lari dengan berani, menyelamatkannya. Kau punya kami, tempat pulangmu, yang akan menerima versi apapun dirimu.
Selamat hari buruh.
Ibu Nita
1 Mei 2025
Komentar
Posting Komentar