Burn Your Idol

Sabtu kemarin, saya bersama dua teman se kosan berkunjung ke Kunci Jogja. Anda yang sering membaca atau menyeriusi cultural studies pasti tau nama tempat yang terakhir saya sebut. Saya sendiri seingatnya pada awal-awal tahun 2000 an sering sekali mengunduh artikel-artikel budaya dari website mereka yang belum sekeren sekarang.
Dari seorang teman yang juga tetangga kamar kudiberitahu kalau di KUNCI ada diskusi dan peluncuran buku Savitri Scherer yang berjudul Pramoedya Ananta Toer: Luruh dalam Ideologi yang ditebitkan oleh Komunitas Bambu 2012. Pramoedya Ananta Toer. Mendengar nama ini yang akan didiskusikan tentu menarik dan selain itu sudah lama ingin ke kunci. Lantaran sudah lama, keinginan itu sudah berada di lapisan bawah dan berada se folder dengan keinginan-keinginan yang sebentar lagi akan ku Shift + Alt + Delete. Untungnya, teman tetangga kamarku yang kini mengambil konsentrasi cultural studies di kampus yang sama denganku itu kembali mengingatkanku dengan keinginan lamaku itu.  
Dari jadwal yang di share pihak KUNCI, diskusi dimulai pada pukul 10 pagi. Dan seperti biasa kami telat. Tapi kami tetap beranjak ke bilangan Langenarjan Lor No. 17B, Panembahan, setelah memastikan lokasinya via google map. Pagi itu, saya tampil a la mahasiswa semester awal tahun 2000 an awal. Atasan T-Shirt bergambar Noam Chomsky dengan celana jeans yang robek di bagian lutut dan sedikit di bagian paha namun tetap estetis (paling tidak menurut Aswin..hahaa) meski bagian resleting agak bermasalah namun segera teratasi dengan pin yang bertuliskan Jujur Itu Indah yang kuambil dari pintu kamar teman, dan dilengkapi dengan sandal jepit berwarna merah agak kumal dan tas putih hadiah sebuah seminar di Makassar. 
 

Lokasi KUNCI tak begitu sukar kami temukan. Saat pertama tiba, saya langsung jatuh cinta dengan tempat itu. Rumah dengan aristektur zaman dulu yang disulap menjadi Cultural Studies Center oleh beberapa anak muda Jogja dengan halaman depan samping dan belakang yang lumayan luas dan yang penting udara di sekitar begitu nyaman. Melihat tempat seperti ini, saya selalu senang dan tentu memperbanyak referensi untuk rencana aktivitas kedepan yang sudah kami mulai sedikit di Makassar.
Kami tiba saat halaman depan rumah yang dijadikan tempat parkir sudah dipenuhi motor. Diskusi sudah dimulai lumayan lama. Kami mendapat tempat duduk di bagian samping luar rumah karena di bagian dalam sudah penuh. Materi utama dari Ibu Savitri, si penulis buku, telah selesai. Tapi tak apa karena ulasan kesastraan Pram selanjutnya dari Katrin Bandel juga tak kalah menarik. Diskusi buku ini secara umum kira-kira ingin menjawab pertanyaan Bagaimanakah dan sejak kapan, serta lantaran apakah sastrawan terkemuka Pramoedya Ananta Toer menjadi Kiri, menggabungkan kerja-kerja sastra dengan politik?
Nah, postingan ini tidak bermaksud mengulas diskusi sabtu pagi hingga siang kemarin itu, apalagi berpretensi untuk menjadi semacam telaah kritis atas buku Ibu Savitri. Sama sekali tidak. Selain karena saya memang tidak terlalu tau banyak, belakangan saya sepertinya lebih memilih menulis yang ringan-ringan saja. Selain tulisan untuk proyek akhir yang kugeluti belakangan ini.
Selain diskusinya yang memang menarik karena mengungkap banyak hal di seputar karya Pram dan pilihan ideologisnya, saya juga tertarik dengan tempat ini seperti yang saya tulis di awal. Makanya setelah diskusi dan menghabiskan jatah makan siang yang disediakan secara GRATIS dan bercanda gurau dengan beberapa peserta diskusi termasuk si  sastrawan Marxis “Bengal” Saut Situmorang dan penulis handal Muhidin M. Dahlan, saya memilih melihat-lihat bagian dalam rumah itu berangkali saja dapat inspirasi lebih dan tak berbayar.


Tak jauh dari tempat kami bercanda gurau, saya melihat semacam rak yang dipenuhi CD-R dengan cover wajah beserta nama. Lumayan banyak. Rak itu juga dilengkapi dengan player CD dan headsetnya. Meski agak berdebu tapi rak itu menarik perhatianku. Di bagian atas rak ada tulisan Burn Your Idol. Saya lalu mengingat-ingat. Sepertinya saya tidak asing dengan tagline ini, tapi entah dimana saya pernah liat atau membacanya. Kulupakan sementara soal tagline itu dan kuperhatikan gambar orang-orang di cover CD-R yang bertumpuk lumayan rapi di atas rak itu.
Pernah liat adegan saat Rangga terperangah menemukan buku AKU nya Sjuman Djaya di laci mejanya yang sempat hilang? Nah, begitu yang saya rasakan waktu menemukan dua CD-R yang berdampingan dengan cover dua orang yang kukenal dan suaranya hampir tiap hari memenuhi playlistku. Farid Stevy Asta, vokalis FSTVLST (ex Jenny) dan Wahyu ‘Acum’ Nugroho, vokalis sekaligus basis Bangkutaman. Oh iya, saya juga nemu CD-R dengan cover wajah Risky Summerbee, vokalis sekaligus musisi Risky Summerbee & The Honeythief. Selain itu tak satu pun wajah di cover CD-R yang bejibun itu kukenal. Di bagian belakang CD-R ketiga orang yang kuakrabi suaranya di playlistku selama di Jogja ini berturut-turut gambar cover album Is This It nya The Strokes, Turns Into Stone nya The Stone Roses dan Selling England By The Pound nya Genesis. Selain cover beserta list lagu di album band-band keren itu, dibagian belakang CD-R itu juga tertera mengapa mereka menyukai dan menjadikan band-band itu sebagai inspirasi khususnya saat bermusik.
 

Dengan alasan ketiga orang itu, setelah pulang saya mencaritau kembali apa sebenarnya Burn Your Idol itu. Ini pasti “proyek” keren dan tentunya inspiratif, begitu piker awalku. Setelah browsing akhirnya kutemukan informasi tentang movement ini di burnyouridol.com. Untuk penjelasan yang lebih jelas saya kutipkan langsung saja nah dari sumbernya langsung:
…Burn Your Idol adalah sebuah proyek seni yang mengumpulkan 1000 CD-R dari album-album rekaman favorit anak muda di Indonesia. Presentasi proyek ini berupa sebuah instalasi rak yang berisikan 1000 CD-R, sebuah CD player dan earphone. Tiap CD disertai dengan sampul depan dan sampul belakang. Sampul depan menampilkan foto potret dan nama responden, sedangkan pada sampul belakang berisikan sampul album favorit, nama band, judul album dan komentar responden tentang album favoritnya ini.
Seiring dengan munculnya optical disc drive dengan alat perekam yang murah di pasaran, praktik merekam audio CD orisinil menjadi aktivitas yang populer di kalangan penggemar musik di Indonesia. Hal ini sudah terjadi juga pada jaman kaset masih sangat berjaya dan ketika CD atau mp3 belumlah populer. Aktivitas ini tentu saja berbeda dengan yang dilakukan oleh produsen pembajak CD. Para penggemar musik ini melakukan praktik tersebut tidak untuk diproduksi dalam jumlah yang banyak dan tidak untuk diperjual-belikan. Ada 2 alasan utama melakukan praktik ini: 1. Karena tidak mampu membeli CD orisinil, 2. Menggandakan CD orisinal untuk dipinjamkan atau diberikan ke orang lain sebagai kado/oleh-oleh. Tidak hanya CD orisinal saja yang direkam, bahkan format digital audio seperti WAV, MP3 atau OGG juga ‘dijadikan’ CD. Saat ini, seorang DJ dengan penghasilan pas-pas-an pun hanya bermodalkan CD-R hasil encoding dari format MP3 atau audio CD orisinil. Bagi penggemar musik fanatik yang berkantong cekak, hasrat untuk menjadi kolektor CD terfasilitasi dengan praktik ini meskipun di dalam hardisk drive nya sudah tersimpan ribuan lagu-lagu dalam format MP3. Dalam kacamata hukum, hal ini tentu saja merupakan praktik yang ilegal.
Proyek ini bertujuan untuk merepresentasikan gejala sosial-budaya tersebut dan berupaya untuk menampilkan pengaruh sebuah produk budaya pop (dalam hal ini adalah musik) pada identitas anak muda di Indonesia saat ini. Proyek ini bukan untuk menjadikannya sebagai kampanye yang mendukung pembajakan atau advokasi terhadap praktik duplikasi…
Proyek 1000 CD-R ini merupakan hasil kerjasama jaringan kerja antara KUNCI Cultural Studies Center, Megamix Militia, Wok the Rock, Xeroxed, Yes No Wave Music. Sampai postingan ini saya tulis, dari website burnyouridol.com terdaftar sudah 389 burners. Anda mau menjadi yang berikutnya, silahkan berkunjung dan caritahu caranya!

Ah, lagi-lagi dapat pengetahuan keren dan inspiratif dari tempat yang tak tersangka. Keren toh hidup ini! Ckckckckc….

Jogja, 2 Februari 2012

Komentar

Postingan Populer