Jangan Pernah Menunda

Siang kemarin, Jogja betul-betul panas membara. Tapi tak menghalangi saya dan Aswin menuju kamar kosan Fauzi di sekitaran Jakal KM 5 yang malam sebelumnya kami daulat menjadi editor untuk film dokumenter sederhana buat event Rumahi di Makassar. Rencananya kalau film itu sudah rampung di edit akan segera kami kirim. Tapi karena persoalan teknis akhirnya kami harus menunggu lumayan lama di kamar Fauzi, mencari akal agar film tersebut bisa segera selesai dan ditonton teman-teman.
Sekitar jam 1 siang, sebuah pesan singkat masuk di ponselku. Tertera nama seorang teman yang lumayan lama tak pernah menghubungki lewat ponsel dan saya pun begitu. Awalnya sempat agak kaget dihubungi temanku ini karena kami berdua betul-betul sudah lama tak saling menanyakan kabar, terakhir saya bertemu dengannya di salah satu kegiatan yang diadakan sebuah organisasi Sosdem dari Jakarta dua tahun lalu dan kemudian ia mengajakku berbuka puasa di rumah pacarnya yang juga teman akrabku, tapi sama sekali tak ada firasat apa-apa.
“macenya (red:Ibunya) Enda meninggal tadi subuh,” begitu isi pesannya.
Saya sontak menghentika aktivitas di depan komputer Fauzi. Pesan itu segera kubalas dengan menanyakan nomor ponsel Enda. tak lagi kuingat kalau nomor ponsel Enda sudah ada di nomor kontak ku dan seingatku setahun yang lalu terakhir kami saling menghubungi untuk urusan sablonan kaos. Segera enda kukirimi pesan singkat yang sampai sekarang belum dibalasnya.
“turut berduka atas kembalinya Ibu ke Sang Maha Segala, sangat menyesal selalu menunda ke rumahmu dan bertemu Ibu.”
…..
Sekitar 6 tahun yang lalu, saya pertama kali ke rumah Enda di daerah Sungguminasa diantar oleh seorang teman. Saat itu, saya ingin belajar nyablon. Makanya teman mengantarku ke sana karena Enda memang sudah lama bergelut dengan sablonan a la Do It Yourself. Beberapa kali pulang pergi ke rumah sederhana yang dihuni oleh Ibu dan saudara-saudara Enda, saya lalu merasa menjadi bagian dari keluarga itu. Setiap saya datang dan membawa kantongan hitam atau kantongan kertas berisi kaos polos yang hendak disablon, semuanya langsung mempersilahkan saya masuk langsung ke kamar Enda yang sekaligus jadi ruang kerjanya di sebelah ruang utama rumah itu. Saya selalu merasa nyaman berada di rumah itu.
Saya yang sudah cukup lama tak tinggal bersama Ibu, selalu merasa senang jika bertemu dengan siapa pun yang membuatku merasa kalau Ibu tak begitu jauh di seberang pulau sana. Termasuk Ibunya Enda. Ibu yang  selalu kujumpai sedang berada di depan mesin jahit itu selalu menyambut dengan ramah jika saya berkunjung ke rumah itu. Meski tak begitu sering saya bercerita langsung dengannya tapi senyum yang tulus khas seorang Ibu yang diberikannya saat kumemasuki pekarangan rumah sudah cukup membuatku senang dan menagnggapnya sebagai Ibu sendiri. Dan ia juga selalu sigap memberikanku atau menyuruh seseorang membawakanku sajadah saat saya hendak shalat di rumah itu. Hal yang lalu disenanginya dariku. Suatu saat ia pernah berujar kalau saya lah satu-satunya temannya Enda yang datang ke rumah itu dan meminta sajadah untuk shalat.
Sudah lama sekali saya tak ke rumah itu. Sejak mulai nyablon sendiri memang saya hampir tak pernah kesana lagi. Apalagi sejak harus melanjutkan kuliah di Jogja. Tapi bukan berarti saya tak pernah berniat kesana. Saya ingat sekali kalau hampir setiap ada waktu pulang ke Makassar saya selalu berniat ke rumah Enda. Selain karena ingin bercerita tentang banyak hal bersama Enda, saya ingin sekali bertemu Ibu nya. Keinginan ini bahkan sudah kuniatkan sejak sebelum kuliah di Jogja. Tapi saya selalu menundanya. Selalu!
Dan kemarin, sesaat setelah menerima pesan singkat dari seorang teman yang juga pertama kali mengenalkanku dengan Enda, yang tersisa hanya sesal. Betul-betul menyesal mengapa tak pernah sempat ke rumah itu. Rumah yang selalu membuatku nyaman dan selalu ada pelajaran tentang semangat hidup disana. Ah, betul-betul menyesal.

Selamat Jalan Ibu!

Serius, jangan pernah menunda untuk bertemu siapa pun yang ingin kamu temui kalau masih punya kesempatan…

Jogja, 6 Februari 2012

Komentar

Postingan Populer