Ada Apa Dengan Cinta

Dua hari ini dapat kabar dari beberapa akun di twitter kalau film fenomenal Ada Apa Dengan Cinta (AADC) diputar ulang di beberapa bioskop di Jakarta. Pemutaran ulang film yang menjadi ikon babak baru perfilman Indonesia ini setelah vakum lumayan lama dilakukan untuk memperingati sepuluh tahun film ini. Sebelum pemutaran ini, Mile Production yang memproduksi film ini lewat akun twitternya, @MileFilms mengajak para pencinta AADC untuk beromantisme sambil mengingat-ingat adegan per adegan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang menurutku cukup kreatif. Misalnya, ingat adegan waktu si Alya berbisik ke penjaga pintu bandara dan kemudian membiarkan Cinta masuk dan bertemu Rangga? Nah pertanyaannya, apa yang dibisikkan Alya ke bapak penjaga pintu bandara? Coba saja berkunjung ke lini masa @MileFilms jawabannya macam-macam dan tentu kocak-kocak. Atau ingat adegan waktu si Milly berteriak mengucapkan I Love You Pak Taufik, si kepala sekolah, yang hendak mengumumkan pemenang lomba puisi? Nah, pertanyaannya, apa jawaban Pak Taufik Baskoro Sahid saat itu? Untuk pertanyaan ini, saya yakin jawabannya benar semua. Dan akun yang lumayan awal menjawab pertanyaan ini tau siapa? @budimandjatmiko, cek ini akun siapa? Wkwkwkwkw…..
Wah tak terasa film ini sudah berumur sepuluh tahun sejak pertama kali ia diputar di bioskop-bioskop tanah air yang saat itu sedang didominasi film-film Hollywood. Saat itu tahun 2002. Saya ingat betul banyak kos-kosan atau pondokan yang tak berpenghuni di jam-jam pemutaran film ini. Se kosan pada ke bioskop menonton film spektakuler ini. Dan saya haqqul yakin kalau banyak diantara mereka yang menjadikan AADC sebagai film pertama yang ditonton di bioskop. Wkwkwkw… jadi bisa dong membayangkan efek nostalgia film ini. Saya sendiri akhirnya tidak menonton film ini di bioskop. Meski selalu punya niatan tapi kurang ingat apa yang selalu menggagalkannya. Tapi saya tak mungkin lupa, siapa yang pertama kali datang ke rumah yang kami jadikan sekretariat organisasi dan lalu bercerita dengan begitu antusias adegan per adegan dalam film ini. Saya punya teman namanya Aco, yang saat itu masih kuliah di fakultas ekonomi Unhas dan menjadi satu-satunya aktivis AMPD (Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi) yang getol mempropagandakan isu-isu Mahkamah Rakyat selama aksi. Dia juga aktif di Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Unhas. Aco ini salah satu teman perempuan yang sering ikut aksi bersama. Setelah lulus ia lalu berprofesi sebagai wartawan dan tak lama ia hijrah ke Kalimantan dan sejak saat itu saya tak pernah lagi bersua dengannya. Dia lah yang pertama kali datang ke sekretariat dan bercerita sedetail-detailnya tentang AADC. Adegan paling membuat kami tertarik saat mendengar ceritanya tentu saat Rangga bercerita tentang bapaknya yang dituduh maker karena melawan pada masa Orba dan tak lama rumahnya dilempari Molotov oleh beberapa orang yang mengendarai motor. Alasan menyukai cerita dari adegan ini jelas karena masa-masa itu adalah masa lagi panas-panasnya beraktivisme. Hahaha….
Sejak saat itu, saya betul-betul penasaran untuk menonton film ini. Dan baru kesampaian beberapa bulan kemudian saat film ini sudah tak beredar lagi di bioskop-bioskop kesayangan anda. Dari seorang senior di kampus, kami mendapatkan DVD original AADC. Dan sejak saat itu, tak terhitung beberapa kali kami memutar film ini di rumah seorang teman. Jumlah ini tidak metaforik, kami betul-betul mengulanginya berkali-kali. Dan setelah menghafal semua percakapan di tiap adegan, saat menonton kami tak memulainya lagi dari awal tapi langsung menuju adegan-adegan favorit kami. Dan salah satu adegan paling favorit adalah waktu Cinta hendak keluar dan menuju toko buku dan bertemu Borne di depan pintu rumah terus ada dialog saat Cinta mengatakan “tapi gak nonton”….Masya Allah… Dian Sastro di adegan itu …hmm… biarlah kawanku M. Chairil Akbar Setiawan yang Marxist Ortodoks itu yang menjelaskan. Wkkwkwkwkw….
Geng AADC Trika (Dari Kanan: Iccang, Joy, Kasim, Bobhy)
Seperti yang saya bilang, film ini bagi saya mempunyai efek nostalgic yang begitu dahsyat. Saat mendengar kalau fim ini akan diputar ulang, bayanganku langsung menuntun ke masa lalu. Saat saya dan beberapa teman, paling sering yah bersama si Marxist itu saat berada di kampus, lalu berulang-ulang menirukan dialog-dialog andalan di AADC. “kamu punya juga,” “aku juga ngga merasa mau diajak ngedate,” hahaha.. dan banyak dialog-dialog lain. Film ini juga tentu mengingatkanku dengan beberapa teman yang sudah lama tak kujumpai. Ada Iccang yang kini sudah berkeluarga dan menetap di Bontang. Di rumahnya lah kami berbulan-bulan memantengi AADC hingga DVD seniorku itu tak berbentuk lagi. Joy yang kini juga sudah berkeluarga, yang saat itu juga sedang jatuh cinta dengan seorang mojang priyangan yang ia temui saat kami bersama mengikuti sebuah acara pertemuan mahasiswa di Bandung. Dan tentu suasana saat-saat itu. Saat semuanya masih kami terjemahkan dengan begitu bebas, tanpa variabel-variabel pelengkap seperti saat ini. Ah masa muda.

Saya masih punya cerita khusus tentang pemeran utama film ini, tapi nantilah kuceritakan.

Jogja, 11 Februari 2012
Astaga, udah tanggal 11 aja…

Komentar

  1. ha..ha..gak nyangka kak..
    tampilan boleh gahar..selera tetep asyik..(^_^)

    jadi pengen nonton AADC (lagi)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer