get well soon

Ini kali kedua maha kulihat tak berdaya dengan sakit yang sedang numpang di tubuhnya. Sejak kecil, jika sakit maha jarang sekali aku ajak ke dokter. Hanya beberapa kasus dan telah dianggap gawat, baru akan kulangkahkan kakiku ke dokter. Banyak alasannya, tapi yang utama karena segala obat medis yang dikonsumsi terlalu  sering dan terlalu dini, cepat atau lambat akan memberi dampak yang buruk terhadap kesehatannya.
Seminggu ini, maha sudah mengeluh sakit di bagian perutnya. Setiap kali kuberi makan, ia selalu berkilah tidak mampu makan banyak karena perutnya sakit. Awalnya,kuanggap itu alasannya saja untuk mengiyakan nafsu makannya yang lagi-lagi turun. Tapi, tetap saja aku tidak berhenti berusaha untuk membuatnya makan. Dengan berbagai cara. Kondisi tidak mau makan ini diperparah karena batuk dan flu sedang menyerang tubuhnya. Itu jujur tidak membuatku terlalu kahwatir. Kami bahkan Sabtu kemarin, masih berakhir pekan di taman bunga dan menikmati senja di pantai kering.
Minggu pagi, maha mulai demam. Kupikir ini adalah imbas dari batuk dan pileknya. Sama denganku, ia mengabaikan demamnya karena keinginan yng menggebu untuk beli bola. Dan aku mengiyakannya, mengendarai motor di tengah terik untuk membeli sebuah bola, dan itu tidak lagi bisa ditunda. Seingatku, maha sudah mahir menagih janji, ia akan menangis sejadinya andai saja aku tidak mengajaknya siang itu. Puas bermain bola, maha tertidur lelah di kamar dede Aira. Kuputuskan untuk melanjutkan beberapa pekerjaan yang harus kuselasikan.
Hampir sore, maha terbangun. Tubuhnya demam tinggi. Lagi, aku tidak khawatir sama sekali. Kuberikan obat turun panas dengan dosis yang minim. Obatnyapun bekerja cepat..tapi saat malam datang, maha demam lagi. Tidak kusangka sama sekali, karena sore dia sudah bermain bola dengan dedenya. Saat begini, aku mulai mengevaluasi beberapa gejala yang kulihat sejak kemarin dari dirinya. Kusimpulkan, ini bukan demam biasa, karena maha beberapa  kali meringis menahan sakit di bagian perutnya. Aku harus menemui dokter, begitu ucapku pada mama.
Senin pagi, seperti kebanyakan anak pada umumnya, maha ketakutan mengetahui dirinya akan di bawa ke dokter. Ia meminta memelas untuk minum obat saja, dia janji mau makan dan minum banyak asal tidak ke dokter. Tapi, aku membujuknya dan berhasil. dr ahmad Gassing, adalah satu dari dua dokter ahli anak di Bone. Kenapa aku memilihnya di banding dr. Jufri, menurutku, dokter ini lebih bisa diajak berdiskusi ketimbang dokter yang satu. Pernah dua atau tiga kali menemui dr Jufri, dan aku heran. Ia begitu minim bicara, dia hanya bicara satu kalimat “ kenapa?” atau “ sakit apa?” setelah aku menjelaskan panjang kali lebar, ia akan memeriksa tidak genap 5 menit dan menulis resep. Kali selanjutnya, saat datang ke sana lagi, aku memilih untuk bertanya banyak, misalnya pantangan makanan, apa saja yng boleh atau tidak boleh dilakukan perihal penyakit maha, apa saja. Aku tidak peduli, yang jelas aku telah berikrar tidak akan keluar dari ruangan itu dengan pertanyaan yang harusnya ia jelaskan tanpa kutanya as a docter. Hmmm..heran saja..dokter anak yang harusnya pandai beramah tamah, malah memilih memburamkan dunia pasiennya dengan diam dan muka ditekuk 10. Aku yakin, dia tidak pernah menonton Patch Adam.
Pagi itu, suasana di ruangan praktek dr. Gassing ramai dipenuhi tangis dan rengek anak kecil. Maha mulai gelisah, menunggu, dan menahan nyeri di badannya. Lama menunggu, kami menjumpai dr Gassing masih dengan penampilan yang sama, agak rock n roll. Mengajakku bicara beberapa hal tentang maha. ia meminta izin untuk melakukan tes DBD. Aku mengiyakan. Maha berontak karena terasa sakit di tangannya. hampir 10 menit, kulihat bintik-bintik merah keluar semakin banyak. Aku cemas, takut.
“ demam berdarah anakta’” begitu katanya. Aku mencoba untuk tidak panik. Kutelpon komrad, dan semua orang dan berusaha untuk tetap tenang. Tapi aku tahu, aku sedang cemas sangat cemas. Sejak bulan 9 tahun lalu, maha tidak pernah sakit separah ini. Kecemasanku kutahu hanya sedkit dibanding komrad dan neneknya di kendari sana. Jarak yang jauh, membuat kita lebih cemas akan sesuatu, karena kita hanya bisa menggambarkan dan mengira-ngira. Kucoba untuk menjelaskannya secara detil, bersikap tenang, kuharap itu akan membantu.
Dan semalam, obat yang diberikan dokter tidak bekrja maksimal menurtku. Semalaman, aku dan mama bergantian menjaganya. Ia kesakitan dan panas badannya sangat tinggi. Badannya bergetar, bibirnya memerah, dan ia begitu kesakitan. Pagi terasa sangat lama. Setelah shalat subuh...kami membawanya di klinik yang kebetulan berdampingan dengan rumah dan kebetulan tempat rawat inap pasien dr Gassing. Dan drama dimulai, melihat sebatang jarum ditusukkan di badannya terasa membuatmu ingin berganti tempat dengannya. maha menangis, menjerit, marah pada perawat, padaku, pada semua orang. Kubiarkan ia menangis, marah dan dendam padaku.
Sekarang, maha sedang lelap dengan balutan infus di tangannya. Dua botol cairan telah masuk dalam tubuhnya dan mengguyur panas di badannya. Ia mulai berkeringat dan mulai membaik. Kuharap ini pertanda baik juga , bukan malah masa kritis yang biasanya dilewati penderita DBD saat demamnya turun.  Kuhara bukan. Dan sekarang kami sibuk menjaga perasaan dan kondisi psikologisnya. Ia selalu minta pulang dan minta infusnya dibuka. Dia bilang begini sebelum tidur tadi
“ Kenapa ibu bawa mamma di rumah sakit, tambah sakit mamma, sakit tangannya, sakit kakinya. Kalau di rumah, perutnya saja yang sakit “ dan ia mengatakannya berkali-kali dengan marah.
Get well soon nak..., maaf menambah rasa sakit di badanmu. Semua kulakukan karena cinta..serius!

Ibu Nhytha
@ hospital 28 Februari 2012
Can’t sleep...

Komentar

  1. @Maha : Cepat Sembuh Maha.... jangan biarkan bunda terus risau karena rasa cintanya padamu....
    Yang kuat yah sayang... Insya Allah semua ada hikmahnya...

    @Bunda Maha : yang sabar yah Bunda... tegar... Allah pasti menjaga Maha.. :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer