..aksi protes maha..

Menyampaikan protes, menyampaikan hal yang tidak kamu suka haruslah tetap santun. Begitu kira-kira ajaran yang kuterima sejak dulu. Dalam beberapa hal, dulu saat masih rada buta dengan politik saya selalu bertanya pada komrad tentang kenapa harus protes dengan cara yang tidak betul? Buat macet, merusak, menghina, dan segala tindakan pendemo yang selalu orang liat dengan sebelah mata. Aku selalu bilang pada komrad, toh masih bisa dengan cara yang baik. Dan akhirnyaaku sadari  ada hal-hal tertentu yang harus memang harus dikatakan dengan keras, ada orang-orang tertentu yang hanya bisa mendengar jika ia diteriaki dengan keras, mungkin pada pemerintah yang memang telinganya sudah dibebal.
 Menjadi tukang protes, tukang kritik memang telah kita lakoni sejak kecil. So do I. Namun, menurutku itu pula yang membuatku hingga hari ini selalu mampu berusaha menrima kritikan untukku. Aktivitasku yang banyak memberikan pelayanan pada orang tentunya mengajariku untuk selalu tersenyum sekeras apapun kritik itu padaku. Yah..aku berusaha untuk tersenyum dan menjelskan dengan suara yang tidak bergetar. Karena jika suaraku mulai disertai vibra, artinya darahku sedang mendidih. Namun, akhir-akhir ini baru kusadari, ternyata usaha untuk itu belum berbuah maksimal. Aku toh belum spenuhnya mampu menerima protes sebagai bahan evaluasi. Apalagi, jika itu dilakukan oleh anak kecil,yang walau jalan saja seringkali masih harus kupegang tangannya, yang untuk makan seringkali masih harus disuap, bocah tiga tahun yang memanggilku ibu. Wah..dia  betul-betul menguji kesabaranku. And the story begin....
Sebulan ini adalah bulan promosi untuk kursus-kursusan yang aku rintis hampir setahun ini. Artinya, aku lebih banyak diluar bertemu bebrapa kepala sekolah, menjelaskan program, simulasi belajar untuk beberapa sekolah, artinya lagi waktuku akan sedikit diporsir untuk kerja-kerja ini itu. Selama hampir setahun, seperti rencana promo hanya akan dilakukan 2-3 kali. Dan sepanjang ingatanku, setiap melakukan promo komrad selalu ada. Artinya, ketidakhadiranku di samping maha biasanya tidak akan terlalu ia sadari karena ada bapaknya yang menemaninya di pagi hari. Nah, karen rencana yang tidak berjalan mulus, promo tetap harus dilakukan sembari komrad kutahu sedang berusaha di sana. Artinya lagi, aku akan lebih sering meninggalkan maha bersama mama.
Hampir beberapa pagi, aku tidak bersama maha, tiba-tiba membuatku kehilangan sepotong perkembangannya. Aku tiba-tiba tidak mampu menarik benang merah atas apa yang sekarang sedang gencar-gencarnya ia lakukan. Hampir seminggu ini, maha menunjukkan amarahnya yang menurutku mulai tidak proporsional. Sejak kecil, sebisa mungkin maha kuberitahu untuk berani menjelaskan apa yang dia inginkan, dan seingatku itu berjalan mulus. Aku jarang punya kendala yang begitu berat, karena maha lumayan mampu diajak berdiskusi tentunya dengan bahasanya. Ia paham, saat kubilang tidak ada uang ketika dia merengek minta beli sesuatu, walau agak lama. Tapi dia paham.
Dan, seminggu ini dia menunjukkan reaksi yang lain saat menginginkan sesuatu. Tidak seperti dulu, maha selalu minta apa-apa dengan santun, 2-3 kali meminta baru tekanan suaranya akan meninggi, entah kenapa seminggu ini saat meminta sesuatu ia hanya mengucapkannya satu kali dengan nada keras, menghentak, disertai hentakan kaki, nada yang tinggi dan merengek pula. Awalnya, aku mencoba berdamai. Tapi lama kelamaan dan berlangsung seminggu ini, mulai membuat pertahananku goyah. Hampir setiap hari, pagi, siang, malam, ada-ada saja yang bisa buat dia menangis. Dan menurutku sepele, marah karena rambutnya kuberi minyak, marah karena ku ayun terlalu keras, marah karena cara membacaku tidak sama, marah karena bajunya yang terkena kotoran kubasahi, marah karena botol minumannya yang sudah habis kubuang, segala hal yang dulu kami lakukan dengan gembira dan jadi bahan lelucon.
Jujur, tiba-tiba segalanya menjadi serba salah di depannya. Dan kalau sudah salah, ia akan marah sambil membentakku, membuatku merasa tersudut atas apa yang kuperbuat. Bahkan sering membuatku merasa tidak berarti. Wahh..hebat betul anak ini. Seminggu ini ia menyentil-nyentil egoku dengan keras. bagaimana tidak, menurutku semua yang kulakukan adalah untuknya, dan dia tidak menganggapnya smaa sekali. Lha iyalah..masih 3 tahun ini.
Dan akhirnya, akupun menyelesaikannya dengan konflik. Beberapa kali, amarahku tidak mampu tertahan. Bahkan dua hari lalu, untuk kali pertama aku mencubitnya karena tiba-tiba ia menendangku dengan marah. Sontak, aku yang biasanya bereaksi berlebihan terhadap hal-hal yang menyangkut fisik, melayangkan cubitan di betisnya. Dan itu malah membuat masalah semakin runyam. Tangisnya tidak akan reda bahkan hingga sejam kecuali dia sudah lelah dan meminta diayun pastinya bukan memintaku. Meminta mamanya.
Posisiku semakin tidak nyaman dengan keberadaan mamaku yang selalu berada di belakangnya saat kami berdua berselisih paham. Dia selalu punya tim pembela, dan itu memperkuat segala tindakannya yang menurutku tidak betul. Saat kutanya, kenapa maha tiba-tiba berubah seperti ini, kenapa maha tiba-tiba susah diajak bicara, kenapa maha tiba-tiba kalau marah harus pake acara pukul memukul. Dia bilang “kaka Hekal kalau marah begini”. Dan aku semakin merasa tersudut. Seperti Aira yang selalu mencoteknya, ia pun memang seringkali menjadikan kaka Haekal tolak ukur anak hebat. Dan akhir-akhir ini, ia memang seharian penuh bersama Haekal.
Semalam lebih tidak enak lagi, dia tiba-tiba diam tak mau bicara. Sebelumnya, ia sempat kuayun sambil kubacakan buku. Karena tidak mau tidur, aku menuju ruang depan yang seminggu ini kujadikan kantor kedua. Tapi ternyata, dia menyimpan amarah. Mungkin ia meminta ditemani menonton seperti biasa, tapi lagi..aku tidak ngeh. Saat ke ruang tengah, kuliahtia resah berguling-guling di kasurnya menahan kantuk. Beberapa kali kuajak bicara, ia memilih diam. Hampir pukul 11 malam, lelahnya berujung, dua kata keluar dari mulutnya “mau ayun” dan ia tertidur dalam marah. Aku sadar sebetulnya sadar, waktuku yang sudah sedikit dengannya harus kupotong-potong lagi dengan menyelesaikan pekerjaanku di rumah. Pesanan modul yang membludak mengharuskanku mengeprint setiap saat. Pikirku, itu tidak akan mengganggunya toh aku selalu bekerja di rumah setahun belakangan ini. Tapi salah, kali ini lebih serius, ada printer, tumpukan-tumpukan kertas, file-file. Dan mungkin ini membuatnya lebih menonjolkan kerjaanku. Itu pikirku.
Setelah dan mungkin sebelum kubicarakan pada komrad tentang masalah ini, aku sudah perkirakan maha akan menunjukkan reaksi yang tidak baik atas semua yang kulakukan akhir-akhir ini. Dan aku sadari betul, ini harus mulai dihentikan. Sejak kemarin, kucoba untuk mengatur jadwal promosi kembali. Mengatur jadwal pengerjaan modulku serapi mungkin. Rapi dalam artian, tidak mengganggu waktu spesialku dengan maha yang selama ini selalu kubanggakan sebagai orang tua yang memilih untuk tidak bekerja kantoran, sebagai ibu yang punya usaha sendiri yang waktunya bisa kukontrol untuk tetap memprioritaskan mahaku. Dan aku tidak mau kehilangan itu.
Kutahu, ini bentuk protes maha atas kebersamaan kami yang tiba-tiba hilang. Walau aku masih sempat membacakannya sebelum tidur, tapi mungkin seperti yang kurasakan aku melakukannya tidak sebagai prioritas. Aku melakukannya sebagai sampingan, saat kerjaannku sedikit. dan maha merasaknnya. Saat kuberitahu mamaku, dia bilang anak memang seperti itu, dan aku akan terbiasa. Tapi, entahlah aku tidak ingin membiasakan diri mengganggap ini adalah hal-hal sepele yang biasa terjadi. Aku tidak ingin membiasakan maha mulai paham bahwa aku mungkin tidak akan selalu ada untuknya. Tidak, aku ingin dia tahu sejak dulu hingga nanti ia besar, dia tetap prioritas, bahwa aku akan selalu ada untuknya, aku,ibunya tidak akan mengatas namakan segala yang kulakukan adalah untuknya jika harus mengorbankan waktu berhargaku bersamanya
Karena seperti sekarang, saat aku lelah ia biasanya akan datang bercerita mengguyurku dengan bahagia, tiba-tiba tidak lagi. Ia memilih untuk menatap tivi, dan bermain ipad nya Om Aldi. Setelah tadi marah lagi padaku. Aku berusaha menerima aksi protes maha dengan lapang. Menerima berarti, mencoba membuat semuanya kembali lebih baik. Lagi, aku salah. Dan ia mengingatkanku, kali ini ia memilih cara yang lumayan keras. Mungkin kalau tidak begitu, hingga hari ini aku tidak akan ngeh. Masih nak..perjalanan masih begitu panjang dan ibumu ini tidak akan berhenti belajar, tidak akan berhenti berusaha melakukan yang terbaik untukmu. Maafkan..so..please don’t angry anymore! i'm not strong enough...

11 Februari 12
Ibu Nhyta
sabar harusnya tak berbatas...  

Komentar

Postingan Populer