..secercah janji...

Aku masih ingat, cerita ini kutulis sesaat setelah tiba dari Bina Akrab 2005. Cerita ini, bukan sekedar kisah yang lewat begitu saja. Bukan hal yang mungkin hanya akan kami kenang sekarang, 6 tahun setelahnya. Toh, saat membacanya kembali, rentetan peristiwa itu begitu nyata, dan seolah mengingatkanku bahwa aku, kita dan segenap keluarga besar di HIMAHI, pernah melewati masanya sendiri.  Dan..masa itu, kami tidak menghentikan pergumulan bahkan mungkin hingga hari ini tentang tatanan pengkaderan yang lebih "rapih". Apa lagi sekarang? Rasanya 'udik' saja, kalau kita masih ingin mentransfer sesuatu dengan amarah, bentakan atau hal-hal yang dianggap lucu-lucuan yang selalu tidak punya urgensi, di tengah era yang kaya akan alternative.  
Cerita ini sengaja kuposting, berhubung masa-masa ini adalah masa pengkaderan, masa yang dulu dijadikan sebagai masa emas untuk menentukan "keakuan" dalam "kehimahian"...Apa itu? jelasnya, aku bangga saat itu, aku dan teman-teman menangis karena tidak mampu menjaga janji kami pada kawan-kawan Regime 2005. Aku juga bangga karena kami as a senior saat itu untuk kali pertama dalam sejarah menggelar acara permohonan maaf kepada junior kami. Walau ditentang banyak pihak.. kekerasan toh adalah hal yang biasa dalam prosesi seperti ini. Tapi, panitia dan pengurus himpunan tetap kukuh meminta maaf...dan aku tidak pernah menyesali hal itu, karena saat meminta maaf kami tidak sedang melelang harga diri kami, tapi justru memberitahu kawan-kawan baru kami bahwa kami bisa berlapang dada, berbesar hati, mengakui kesalahan. Bukankah nilai-nilai seperti itu yang ingin kita bagi pada orang lain?  Selanjutnya selamat membaca!
 ********************
Bukan lagu patah hati, tapi ini tulisan patah hati karena kutulis dengan air mata yang tersisa saat subuh mengantar matahari di tengah keindahan Leang Leang.
Aku menatap langit yang tak berujung, setiap melihatnya kuingin membuka hatiku lapang-lapang untuk tiap yang kuterima. Baik atau buruk. Tapi kali ini, aku tak bisa melakukan banyak untuk mengontrol diriku. Seakan semua keindahan yang dihadapkan padaku hari itu perlahan berubah menjadi hitam..hitam dan gelap. Mataku masih mengeluarkan banyak air mata, setelah sebelumnya aku menghentikan tangisku yang entah kumulai sejak kapan. Yang kuingat aku sedang merinding ketika berada di kegelapan malam setelah tiga orang yang melewati posku. Dalam Bina Akrab, moment yang tidak pernah luput dari prosesi pengkaderan mahasiswa baru, ritual pos-pos ini selalu ada. Idealnya, setiap pos diharapkan menjadi pos evaluasi setelah sekitar empat bulan menjalani prosesi pengkaderan untuk menjadi warga. Itu idealnya, sejak tahun kapan Bina Akrab menjadi momok yang menakutkan bagi mahasiswa baru. Karena ini adalah ruang besar bagi banyak orang untuk melakukan apa saja termasuk mencabut hak hidup mereka. Sangat tidak sejalan seiring dengan nama yang diberikan.
Metode pengkaderan sejak tahun 60-an ini, anehnya masih dianut oleh beberapa organisasi dan beberapa orang. Membentuk mental dengan kekerasan, mendidik dengan tamparan, tendangan, pukulan. Lalu nilai apa yang bisa kita petik dari situ. Sebenarnya sangat sederhana, kita diajarkan untuk menghormati yang lebih tua dengan cara mencampakkan semua hak-hak kita sebagai manusia. Bagaimana caranya??
“Ada beberapa orang yang dipukuli dan ditampar” Kata salah satu temanku tepat saat orang ke empat duduk di depanku dan siap untuk ditanyai. Aku mengutuknya karena tak mampu berbuat apa-apa. Aku mengutuk pelaksana yang tadinya menjanjikan tak akan terjadi apa-apa. Aku mengutuk kepercayaan yang kuberikan pada setiap orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan ini, dan aku mengutuk diriku sendiri yang tak kuasa berdiri dan menghentikan semua itu. Aku mengutuk diriku sendiri. Air mataku mulai tertahan di kelopak mata. Aku tak lagi mampu berkata apa-apa, yang terjadi malah semua yang duduk di depanku menenangkanku. Tak lagi mampu kuingat semua yang harus kukatakan dan kuevaluasi. Semua tiba-tiba menjadi sangat gelap, pohon-pohon yang sangat tinggi seakan tumbuh semakin tingi dan tidak memberiku ruang untuk bernafas. Harapanku hanya satu.., kuharap matahari bisa datang lebih cepat dari biasanya. Agar semua kegilaan ini bisa terhentikan.
“Aku malu.., aku malu harus berceramah di depan mereka tentang bagaimana metode pengkaderan.. Bagaimana  seharusnya ia ketika menjadi seorang kakak dan harus mengkader adik-adiknya. Aku malu harus berkoar-koar tentang kemanusiaan, tentang egality yang harus mereka ciptakan, sementara di waktu yang sama, mereka sudah tahu kalau teman-teman mereka sedang dipukuli.” Kataku pada teman-teman seangkatanku yang tahun ini memegang kepengurusan himpunan, yang secara sengaja dikumpulkan untuk membicarakan satu masalah yang bagiku sangat tidak masuk akal. Masalah tentang kami yang tak mampu menempatkan diri sebagi yunior dan berlaku tidak sopan pada kakak-kakak kami tercinta. Masalah tentang “kesopanan, penghormatan” yang sampai hari ini bagiku sangat subjektif.
“Tidak perlu mempermasalahkan hal itu!! Terserah !! Hubungan kami memang sudah ambruk sejak awal, jika harus hancur, hancur sekalian.” Kataku penuh emosi.
“Masalah sekarang ada di depan mata kita. Sekarang apa yang harus kita lakukan? Sejak awal selalu aku bilang.. kita harus mencurigai semua orang.. bahkan diri kita sendiri. Tadi malam, beberapa teman-teman 2005 dipukuli. Akhirnya ketakutan ini terjadi juga, usaha kita selama hampir lima bulan menjaga hubungan yang harmonis dengan adik-adik kita, akhirnya hancur dalam waktu semalam. Ini sangat menyakitkan.. beberapa orang telah menusuk kita dari belakang. Harus disimpan dimana muka kita? Bakar semua Tata Tertib! Untuk apa itu dibuat lalu dipaparkan di depan mereka jika itu harus dilanggar juga? Yang lebih menyakitkan lagi.., kita pengurus tidak mampu berbuat apa-apa..” Kataku dengan tersendat-sendat melawan air mata yang sudah mengalir dari tadi.
“Bubarkan saja kegiatan ini, tidak ada nilainya! Kita harus tegas!! Kita pengurus, kita punya otoritas untuk menghentikan kegiatan ini” Kata temanku juga dengan air mata yang mengalir di pipinya.
Aku menatap langit.. itu yang selalu kulakukan saat dadaku tak cukup kuat untuk menampung semua kekecewaanku.., saat aku tak cukup kuat untuk bersabar.., dan memecahkan semua masalah dengan kepala dingin. Hawa dingin yang kurasa sejak semalam, berubah hangat karena diselubungi kekecewaan. Kami harus bertindak cepat, masih ada satu malam. Siapa yang bisa menjamin kalau kejadian semalam tidak akan terulang? Dan siapa yang bisa menjamin teman-teman 2005 masih percaya dengan jaminan yang kita berikan? Aku tahu betapa kecewanya mereka. Mereka bisa saja mengira kalau ini adalah settingan panitia dan pengurus, mereka bisa saja membenci kami semua karena telah menghianati kepercayaan yang telah mereka berikan.
Selanjutnya.., biarkan mereka yang memutuskan. Mereka berhak untuk berkata ‘tidak ingin melanjutkan kegiatan’. Itu kesepakatan terakhir yang kami buat, dan forum harus tetap dibuka, dengan kami _panitia, pengurus_ menempatkan diri sebagai pihak yang bersalah.
*****
Aku masih tak bisa melihat dengan jelas, mataku terasa sangat berat. Pagi itu, matahari muncul sangat lambat. Satu persatu kulihat teman-teman 2005 dengan muka palsu memulai kegiatannya. Mereka masih bisa pura-pura tersenyum setelah melewati malam yang sangat tidak adil bagi mereka. Aku berjalan menunduk, sangat berat rasanya membawa kepala dan muka ini, terlebih ketika harus bertatapan dengan mereka. Aku berjalan menyusuri batu-batu menuju tenda. Aku punya urusan pribadi yang harus kuselesaikan pada dua orang adik kecilku yang kemarin kupaksa untuk mengikuti kegiatan ini, harusnya aku tidak perlu membujuk mereka untuk hadir dalam kegiatan ini, harusnya tak perlu kupaksa mereka untuk menyelesaikan syarat kelulusan kegiatan sebelumnya hingga mereka tak perlu ada di tempat ini. Karena baru saja kuketahui, hanya mereka berdua yang sempat ditampar semalam, entah karena dendam pribadi atau mungkin teman-temannya yang lain tak sempat ‘beruntung’. Yang jelas.., aku selalu yakin itu semua bukan untuk mengajarkan nilai apa-apa selain kekerasan dan penindasan.
Aku melangkah pelan memasuki tenda.. setelahnya yang kuingat hanya... aku sudah memeluk dua orang di depanku. Sekian menit air mataku tumpah.. kurasakan alam sedang tidak bergerak dan terpaku melihatku.
“Jangan pernah maafkan mereka yang melakukan ini pada kalian..., jangan pernah maafkan saya yang tak mampu menjaga janji yang telah saya ucapkan.., jangan pernah.” kataku menanamkan rasa dendam pada mereka. Hatiku memang dipenuhi dendam dan kekecewaan.., kekecewaan pada diriku sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa.
******
Kubasuh mukaku dengan air sungai yang tidak begitu jernih. Kuharap dinginnya air bisa membantuku untuk mendinginkan kepalaku. Tiba-tiba aku harus mengingat kembali..
Berangkat dari nilai kemanusiaan yang mendasar di diri kita, sejak beberapa tahun lalu konsep pengkaderan perlahan diubah. Harus diakui ini sangat sulit, lingkungan kita yang masih sangat feodal menambah kesulitan ini. ‘Senior adalah senior.. mereka tidak bisa.. tidak pernah.., dan tidak boleh salah... Yunior.., ikut apapun yang senior katakan..’ Sudah sepatutnya semua ini harus diubah. Saya kira kita semua sama-sama paham bahwa semua yang muda harus menghormati yang tua, semua yang tua harus menyayangi yang muda. Jika yang muda bersalah dan dianggap tidak menghormati yang tua, ajari mereka! Rangkul mereka sebagai seorang teman! Kita hidup bukan di jaman jahiliyyah. Tua muda hanya soal waktu lahir. Persoalannya sekarang, bagaimana kita membuka hati menerima orang lain dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Seseorang pernah bilang: “Hidup itu perjalanan, jalan, dan pejalan.” Ada banyak hal yang akan kita dapatkan, tapi lebih banyak lagi yang akan terlewatkan jika kita tidak ingin belajar memahami.  
Untuk teman-teman 2005
Buktikan bahwa jalan yang kami tunjukkan adalah tepat

Komentar

  1. semoga apa yang terjadi beberapa tahun silam, menjadi bahan pelajaran buat "Oknum" yg telah melakukan.
    btw, saya tidak tahu bahwa kau bisa menangis sampe membaca tulisan ini..wkwkwkwkw

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer