...dalam gelap, aku mengingatnya..

Beberapa hari ini…di sini, si Bone tepatnya, lampu kembali rutin dipadamkan dan tadi malam juga. Karena pemadaman ini tanggung, beberapa orang memilih untuk langsung tidur saja. Gelap..gelap toh kita tak mampu melakukan apa-apa. Tapi, Maha yang siang tadi menikmati tidur siang lebih lama, justru bersemangat hanya ditemani cahaya lampu cash. Gelap dan membuatku mengantuk, maha tidak ingin kompromi ia tetap memaksaku bermain flashcard. Kartu-kartu vocabularies yang kupakai sebagai bahan ajar di English Home. Aku menjelaskannya satu-satu tentang jenis-jenis pekerjaan orang dengan terkantuk-kantuk. Lama..dan aku lupa aku sudah bangun dari tidurku, maha kulihat lelap dalam tidurnya yang masih redup-redup tanpa cahaya PLN. Aku terbangun dengan mata yang segar, kuisi perutku yang kosong dengan beberapa biscuit, sambil kunikmati pikiranku yang menerawang dalam gelap. Aku teringat kebanyakan sering bilang..orang-orang dulu punya banyak anak, karena lampu belum masuk desa ditambah suasana yang dingin membuat kita hanya ingin tidur. Yah…memang betul menurutku, berpikir tentang orang dulu…aku tiba-tiba teringat seseorang.
Abba..begitu kami memanggilnya. Sebutan bapak oleh anak-anaknya , diikuti oleh kami cucu2nya. Abba adalah salah satu orang “dulu” yang mungkin paling dekat denganku. Tiga tahun berlalu sejak kepergian abba, tapi ia masih selalu melekat dalam segala pembicaraan keluarga besar ini. Aku mengenalnya saat ia memang sudah tampak tua. Tidak ada masa kecil yang terlalu kuingat bersamanya. Kecuali  adegan, aku menangis pilu di belakang rumah di Cina saat kulihat Abba membuang boneka plastikku di jambangan yang langsung menghulu di sungai-sungai kecil di samping rumah (dulu belum ada WC). Selebihnya, aku mengingatnya sebagai tubuh renta yang kurus namun tetap kuat berjalan, beraktivitas, mengurus sawah, mengurus coklat, pisang, nangka dan semua hasil kebunnya sendiri. Di balik tubuhnya yang kurus, ia selalu tampak berwibawa..mengendarai sepedanya ke mesjid dan menjalankan segenap aktivitasnya sabagai imam desa.  Jabatan Abba ini juga yang membuatku kerap dekat dengannya. Jelas sekali kuingat, saat Ramadhan tiba, tepatnya 10 hari terakhir Ramadhan.. waktu masih SD hingga SMP aku suka berRamahan ria di Cina, semua tahu alasanku…mendapatkan racci-racci zakat fitrah yang Abba terima sebagai Amil bertahun-tahun di desa itu.  Dan, aku memang mungkin patut mendapatkannya, aku toh selalu membantu Abba mencatat nama-nama pemberi zakat, yang saat itu tidak bisa Abba lakukan  sendiri.  Dan, aku lupa kapan aku terakhir menjalankan tugas itu.
Abba kami kenal sebagai sosok yang pendiam, sangat berlawanan dengan Ecca(panggilan untuk nenek) yang selalu menjadi juru bicaranya. Tapi, dalam diamnya aku tahu abba sangat keras, pendiriannya tidak mudah digoyang, bahkan untuk hal-hal yang tidak bisa dijelaskan. Lalu, apa hubungannya abba dengan gelap. Saat gelap seperti ini, kita sangat susah beraktivitas. Tapi Abba tidak, di kamarnya tepatnya di mejanya yang dipenuhi buku tulis..buku bacaan, Abba punya lampu sendiri, selain lampu listrik. Ia punya pelita dari minyak tanah yang kuyakin ia buat sendiri dan sering kulihat ia selalu menggunakan pelita itu dalam gelap untuk membaca dan menulis. Yah..aktivitas membaca dan menulis tidak berhenti abba lakukan hingga akhir hayatnya. Bahkan, setelah kepergiannya, aku menemukan banyak tulisan-tulisannya lebih banyak dalam huruf Arab gundul. Dia juga banyak menulis isi buku. Abba, mungkin disetujui oleh semua orang yang mengenalnya, punya dunianya sendiri  dengan buku-buku, kitab-kitab, dan Alqu’an yang tak henti ia baca bahkan dalam gelap. Heranku, matanya masih bagus hingga umur 70 tahun lebih. Abba tidak pernah mengeluhkan matanya, ia hanya punya masalah dengan telinganya yang kerap berdengung dan terakhir mulai susah mendengar.
Tiba-tiba tadi malam, aku merasa begitu dekat dengan Abba. Aku senang bersamanya, membuatnya bercerita adalah salah satu keahlianku. Aku senang menanyainya, termasuk masa mudanya dulu. Ia dengan raut wajah yang sangat tampan, adalah penakluk gadis-gadis di zamannya. Katanya, selain wajah ia juga punya pengetahuan banyak tentang “ilmu metafisika” yang hanya orang tertentu yang bisa memilikinya. Saat muda, ia merantau ke Kalimantan, ke Borneo katanya. Ia belajar…ikut membangun rumah, membantu seorang pemuka desa di daerah itu. Tapi, tidak bertahan lama..karena anak si empunya gawe jatuh cinta padanya. Dari pada buat masalah, ia memilih pergi. Pulang kampung. Ia juga pernah menceritakan, tentang kenapa ia bisa jadi PNS padahal sekolahnya hanya tamatan setingkat SD atau SMP mungkin. Dulu..yang jelas kalau kalian pintar membaca dan mau jadi pegawai Negeri..langsung saja! Tidak lagi banyak embel-embel seperti sekarang ini.  Abba banyak memberi tahuku tentang betapa pentingnya menghafal Al Qur’an. Segala yang ia pakai untuk mengobati orang, ia ambil dari Al Quran katanya. Ia pernah juga mengutarakan kekecewaannya, karena Puang Acha yang dulu seorang tahfidz tidak melanjutkan hapalannya.
Yah…terakhir bepergian dengan Abba adalah saat Ecca ke Tanah Suci. Kami berdua ke Jakarta, ia minta ditemani. Dan tentunya,aku siap sedia saat itu. Bersama abba, semuanya terasa aman. Ia menenangkanku akan ketakutanku naik pesawat “ sebut saja Ya Allah berkali kali hingga kamu tenang” begitu ujarnya saat tanganku erat menggenggam tangannya yang saat itu telah keriput. Dan setelahnya, ia menertwai ketakutanku. Aku bangga mengajaknya jalan bersama di mall, menemaninya, memilihkannya baju. Saat itu, ia membelikanku sebuah dompet. Saat di Jakarta itu, aku selalu tidur di sampingnya. Terakhir, ia mengajakku ke Jakarta lagi..tapi saat itu aku sedang mengandung Maha tidak mungkin bepergian. Bersamanya, aku tidak pernah takut, abba punya banyak uang dan tidak hitung-hitungan mengeluarkan uangnya apalagi untukku.  
Masalah uang ini, hingga kuliah..Abba selalu memberiku uang lebih banyak dari pada cucunya yang lain. Saat lebaran, misalnya..kalau Ecca sudah membagikan kami THR secara rata, Abba akan menyelipkan tambahan untukku, padahal sebelum Ramdhan ia juga memberikan gaji untuk pencatat zakatnya. Di awal bulan, setelah gajian, ia pasti akan ke rumah dan memberiku uang, Udi dan Ana juga. Tapi aku selalu mendapatkan lebih banyak. Aku ingat, saat itu, Abba datang cepat-cepat menemuiku karena sedang terburu-buru dan akan pulang ke Cina bersama temannya . Melihatku shalat, karena tidak mau menunggu. Ia menyimpan uang 50 ribuan di sajadahku, dan beranjak pergi. Hahahaha…abba..abba…aku selalu merasa menjadi cucu yang special karena semua yang ia lakukan untukku. Aku selalu bermanja-manja dengannya, sakit sedkit, aku minta ia menyembuhkannya. Aku terlanjur percaya dengan tiupannya. Mampu membuatku merasa lebih baik.
Kepergian Abba tidak merubah banyak hal dalam keluarga besar ini. Masih saling menyayangi, berkumpul bersama, melewati banyak momen bersama di Cina, dan aku selalu bangga dengan hal itu. Perselisihan, pertengkaran juga selalu ada..tapi itu tidak pernah bisa bertahan lama. Abba mewariskan banyak hal dalam keluarga ini yang tak mampu kubahasakan dan jarang ditemukan oleh keluarga lain. Yah…dalam gelap semalam..aku tiba-tiba terasa dekat dengannya. Kutahu ia bahagia di sana….dan untuk membuatnya lebih bahagia setelah membaca tulisan ini…kirimkanlah Al Fatihah untuknya. I miss you..Abba! We miss you…
21 Oktober 2011

Komentar

Postingan Populer