...it was annoying day...

Dulu, aku punya kebiasaan buruk yang karena buruknya, aku tidak ingin mengakui hal tersebut. Saat aku jengkel, aku bisa senang merusak sesuatu, menyakiti badanku, agar rasa jengkel ini hilang berganti rasa puas atau rasa sakit yang lain. Tapi, perlahan saat kusadari itu bukanlah good habbit dan bukanlah obat atas segala jengah yang berkumpul di dada dan di kepala, maka kupaksa diriku untuk berubah. Dan aku merasakannya, pasti.
Lama sebelum menjadi ibu, aku hampir lupa bahwa aku pernah bersikap bodoh seperti itu. Hingga kini, saat hari-hari terasa berat aku berusaha menahan diri. Seperti kemarin, saat maha sepanjang malam..sepanjang hari membuat dadaku bergumuruh marah, membuat dadaku sakit, membuat keningku berkerut akibat semua ulah dan keinginannya.
Hampir sebulan ini, atau mungkin telah lama tapi tak kusadari, maha tidak habis menyerangku dengan keinginan-keinginannya. maha seperti kebanyakan anak-anak lain, bisa diajak negosiasi tapi lebih banyak mengandalkan tangisnya. Jika keinginannya bisa ditolerir, aku berusaha untuk mengiyakannya. Tapi kalau tidak,aku berusaha bertindak tegas. Nah tindakan tegas inilah yang sangat sulit diterapkan untuk anak yang hidup bersama neneknya, tantenya, atau semua orang yang selalu siap berdiri di belakangnya saat dia vis a vis dengan ibunya.
Pagi, sesaat setelah pulang dari urus mengurus berkas perizinan kursus yang seperti biasa bertele-tele. Maha menjemputku dengan sebuah teh kotak di tangannya. wajahnya begitu kusam dipenuhi sisa-sisa coklat. Aku mulai tidak senang. Malam sebelumnya, maha tidak tidur lelap karena konsumsi makanan dan minuman yang terlalu manis. Permen, coklat, teh kotak, teh gelas. Kuminta ia menyimpannya dengan cara yang sangat halus, tapi ia malah berlari meninggalkanku dan meneguk hampir setengah teh kotak di tangannya dari jauh. Aku mencoba biasa-biasa saja.
Setelah sekotak teh habis, dia yang tahu bahwa ada banyak teh kotak di lemari es, berlari dan mengambil sendiri. Belum lagi, rasa tidak senangku hilang, teh kotak yang masih lengkap dengan pipetnya, tiba-tiba ada di tangannya. kali ini dia mengalah. Aku menyimpan teh kotak itu segera. Tapi, tiba-tiba matanya menangkap sebuah teh gelas di kulkas. Dan ia menginginkannya. Kucoba untuk mengelak,berkali-kali tapi tidak jua berhasil. Aku mengalah. Teh gelas ia seruput dengan cepat. Kucoba berdamai masih dengan sedikit jengah di dadaku.
Rasa jengkel itu, kembali menyeggolku saat Ana yang ditemani maha ke supermarket, membelikannya es krimdan sebuah coklat. Puang Ana berkelit, kalau maha memaksa. Dan aku tahu bagaimana cara maha bekerja. Sesampai di rumah, masih di jalan setapak menuju rumah, mulutnya sudah belepotan coklat. es krim habis, dan ia bermain dengan semangat. Belum beberapa menit bermain, ia teringat kalau kasir memberikan kembalian beberapa gula2. Dan ia kebetulan melihatnya, ia meminta dan menggeledahku. Aku kali ini bertekad tidak akan memberinya. Ya basta..maha! ia menangis sejadi-jadinya, aku tidak bergeming saat air matanya mengalir. Aku kukuh, kuat kali ini. Ia menangis, lelah dan berhenti sendiri tentunya dengan marah yang ia sisakan padaku.
Namun, amarah itu tidak berlangsung lama, saat mami datang dan membawakannya lebih banyak permen, sebuah pulpy, dan sebuah teh kotak lagi. Ia memamerkan dengan bangga padaku seolah bilang “ini maha punya lebih”. Aku jengkel, karena semua melihat tindakan maha itu lucu. Lucu memang apalagi kalau bukan mereka yang akan “disusahinya” saat efek dari semua itu mulai mengganngu maha. dan rasa kesalku sudah mulai membuatku buta.  Aku diam sepanjang malam, melihat maha mengunyah gula-gulanya, coklat, meminum pulpynya, dan satu lagi seolah melakukannya dengan rasa menang atas semua penolakanku.
Tidak, aku bukan melarangnya mangkonsumsi itu semua. Aku hanya ingin, porsinya dikurangi. Karena aku sadar betul, apa efek buruk dari semua makanan itu. Langsung atau tidak, apalagi dikonsumsi dengan jumlah yang banyak. Hanya saja, bagaimana membuatnya tahu?wahhh...ribet ini. 
Maha lalu melalui malam dengan bermain bersama Reza yang dua malam ini menghabiskan malam di sini. Aku belum sembuh dari rasa kesal, saat malam beranjak menua dan maha enggan menutup mata. Padahal, aku sudah ngantuk luar biasa. Aku berdamai dengan semua ini dan mencoba mengajaknya untuk tidur. Tapi bukannya mau, maha mulai menambah kencang ritme emosiku saat kulihat ia tertidur di lantai kamar mami Heri yang sudah dingin karena AC, bertambah kencang lagi saat ia kusuruh ke kasur dan ia menolak.
Aku memutuskan untuk ke kamar dan tidur. Tapi, tidka lama maha datang merengek minta di ayun. Masih dengan kantuk, aku mengangkatnya ke ayunan. Ia berulah lagi, minta dibuatkan susu. Dan ia tidak ingin dibuatkan oleh Ana. Dia mau mama yang membuatnya, sementara mama sedang di rumah sakit menjaga nenekku yang sudah 4 malam di sana.
“nda usah..klau maha tidak mau, nda usah minum susu.”aku tidak menyentuh ayunannya. Pukul 23.30, aku lelah, dan dia tidak juga mau peduli. Ia mengalah..tidur, dan akupun sama.
Tidurku belum lama, saat ia terbangun dan menangis dalam tidurnya. Ia menyebut “gula-gula” berkali-kali dalam tangisnya. Ia bermimpi dan terus saja menangis. Kucoba membawanya ke ayuna, kunyalakan lampu ruang tengah. 03.40 dini hari. I terus menangis...dan amarahku memuncak. Dan aku memilih diam, tidak menggubrisnya sedikitpun. Aku marah, marah pada semua yang kulaui sepanjang pagi hingga subuh lagi. Aku marah pada maha, aku marah dan aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam, aku tidak lagi bisa memukul apa saja di depanku. Aku tertidur dalam marah, jengkel dan lelah.
Pagi datang menggantikan malam, sepertinya menyapu bersih rasa kesalku. Aku paham betul semua orang tua pernah merasakannya. Maing-masing kita punya cara sendiri untukmenghapus jengah dan kembali tersenyum. Dulu, aku juga begitu pendendam, biasanya jika aku tidur dalam marah, maka pagiku tidak akan cerah. Namun, pagi ini aku tetap bangun, cerah, dan tetap bersyukur. Lucu saja,jika aku masih ingin melanjutkan amarah semalam, sementara maha fine-fine saja, dan tentunya merasa tidak bersalah. Dan, aku selalu yakin, setiap amarah yang kurasakan adalah prosesku untuk memanage diri, memaknai hidup dan semua jalan yang terhampar di dalamnya..toh sebanyak-banyaknya hal yang membuatku jengkel, masih lebih banyak yang perlu ku syukuri.


Ibu Nhyta
26 Januari 2012
I don’t want to feel bad,
I feel you won’t come home....
 

Komentar

Postingan Populer