Papa Bebi … Bam Toyib !

Handphoneku berdering. Dari screen tertera nama Pg Subaeda (tante ibu nhytha nya mahatma). Wah ada apa ya? Saya agak kaget karena sangat jarang saya ditelpon sama keluarga di Bone kecuali oleh ibu nhyta nya mahatma.Sejak memutuskan untuk hidup merantau dan terpisah dari orang tua saat umur masih belia, saya selalu dibuat kaget dan was-was jika dihubungi via telephone oleh orang yang jarang menghubungiku atau dihubungi di waktu-waktu yang tidak lazim. Saya selalu berpikir pasti ada sesuatu yang tidak biasa dan entah kenapa kalo itu terjadi pikiranku pasti akan terkonstruk macam-macam dan betul-betul tidak mengenakkan. Begitu pula yang saya rasa dua siang kemarin saat handphone ku berdering.
Saat kucoba mengangkatnya tiba-tiba terputus dan kemudian berdering lagi beberapa detik kemudian dan akhirnya tersambung. Dari ujung telpon terdengar suara Pg Subaeda yang memberikan handphone itu ke maha dan menyuruhnya untuk berbicara dengan Papa Bebi nya ini. Lega, ternyata maha mau bicara hingga harus nelpon di waktu yang tidak lazim.
Dipandu Pg Subaeda dan Ana, mahatma mulai bernyanyi atau tepatnya berceloteh. Ah tema lagunya tetap mengusung genre ndayu (istilah yang kubuat sendiri untuk warna musik yang (sebenarnya) bukan melayu tapi mendayu-dayu dan lirik ala kadarnya).
Papa Bebi… Bam (ini sebenarnya Bang) Toyib….ga’ pulang-pulang…, maha mencoba melafalkan lirik lagu milik band yang hampir tiap hari menghiasi layar tivi. Hahaha… sekali lagi meski  lagunya berkasta asfala saafiliin tapi maha tetap lucu dan membuatku terpingkal-pingkal mendengarnya bernyanyi atau tepatnya berceloteh. Setelah sepotong lirik itu diulanginya dua kali dan akhirnya diakhiri dengan kalimat andalannya untuk mengakhiri percakapan, udah mi. Dan bercakapan singkat dua siang yang lalu berakhir denga tawa ku yang masih tersisa setelah ucapan salam.
Seperti yang sudah-sudah setelah mendengar sebuah lagu, maha pasti akan terus-terus mengulanginya dan pastikan saat dirimu memutuskan berada dekatnya maha maka latihlah dirimu untuk bersenandung dan maha bukan tipe anak yang bisa ditipu dengan dengan model-model tipuan orang dewasa saat tidak bisa melakukan apa yang ia mau, ia akan mengejarmu seperti kutukan … hahahaha… yang terakhir itu lirik lagunya homicide. Dan tepat perkiraanku, dari ibu nhyta nya mahatma saya mendapat cerita kalo malam setelah siang dia berceloteh tentang Papa Bebi … Bam Toyib yang ga’ pulang-pulang, saat mami Hery nya menelpon ayahnya Aira yang kini bertugas di Mataram, maha minta bicara dengan Om Addi (tepatnya Om Aldi, maha belum bisa melafalkannya dengan tepat)nya.
Om Addi… Om Addi kaya’ Papa Bebi… Bam Toyib ga’ pulang-pulang…. Begitu ujar mahatma. Singkat dan langsung menohok tepat di ulu hatiku meski saya tetap tertawa saat mendengar cerita Ibu Nhyta nya mahatma. maha memang betul. Serasa sudah lama sekali saya gak pulang padahal seingatku terakhir kali ke Bone itu dua bulan yang lalu tapi serasa sudah setahun mana libur masih lama lagi. Ah, saya kira tidak ada kosa kata bahasa Indonesia yang mewakili apa yang saya rasakan, maka kita pake saja kata “rindu” meski ini tidak cukup. Padahal kalo saja saya memutuskan untuk tidak berdamai dengan tuntutan ini itu, pasti sekarang sedang asik-asiknya “menjaga” maha dari gempuran musik dari band-band yang juga dicela oleh manager nya sendiri…hahahaha…ini kutau dari salah satu hasil diskusi mengenai masa depan music Indonesia di Majalah The Rolling Stones Indonesia yang dibeli kawanku di pameran buku beberapa bulan lalu. Cari lah sendiri nanti kapan-kapan kuberitau edisi yang mana…. Membayangkan menemani maha mengasah kemampuan gitarnya dengan modal tindisan lagu-lagu aksi yang kuhafal diluar kepala dan tentu menemaninya melafalkan ayat-ayat suci sejak dini sesuai pesan nenek endayi (maksudnya kendari) nya.
Ah Mahatma, siapa lagi yang mulai mengajarnya memilih diksi indah nan kritis itu. Atau sebenarnya maha tidak diajar siapa-siapa. Ia hanya sedang mencoba membiasakan dirinya berani mengungkapkan apa yang sedang ia rasakan tentunya dengan cara yang tidak biasa dan tentunya pilihan cara itu harus punya “rasa” dan dibaluti cinta pastinya. Ah Mahatma, kau buat lagi papa bebi mu ini terkapar tak berdaya dan membuat sendi-sendiku seakan mati rasa dan berakhir pada kubangan ratap dan pilu. Dan mulailah potret-potret itu memenuhi langit-langit kamar ku, seperti slide yang terus berganti dari satu potret ke potret lainnya yang semuanya berisi potret kita. Ya, KITA.  Miss you both.


Bantaran X Code
Di awal April ’11 yang mulai “sunyi”

Komentar

Postingan Populer