Menjadi juara…
Apa yang sulit
diajarkan pada anak seuisa maha? Mengajarkan untuk menerima kenyataan
yang tidak sesuai harapannya.
Hari ini maha penerimaan rapor untuk kedua kalinya di SD.
Walau kali kedua, ini jauh lebih menengangkan baginya dari pertama kali. Karena, ia sudah tahu bahwa penerimaan rapor
serupa puncak atas proses yang selama ini ia lalui di sekolah. Ia sangat tegang
karena sejak kemarin, tidak berhenti membicarakan perkara rapor dan rangking
nya. Ia sangat tegang, sampai memasukkan list ini dalam doanya. Ia bahkan
menangis saat mendengar doa saya
“semoga maha bisa menerima hasil belajarnya dengan lapang”
ia menangis. Menurutnya, saya tidak mendukungnya untuk meraih juara. Sejak maha
tumbuh dan berkembang, saya belajar untuk tidak menaruh harapan saya di
pundaknya. Apalagi saat dia memasuki sekolah negeri yang sistem pendidikannya
masih merangkak menuju perbaikan. Setiap dia bertanya, saya cuma bilang, yang
jelas maha berbahagia dengan tema-temannya. Saya menekankan selalu bahwa perkara
sekolah bukanlah kompetisi. Namun di sana, maha akan belajar banyak hal, lebih
dari yang maha dapatkan di dalam kelas.
Jujur, saya juga sangat tegang, akhirnya. Semester lalu,
maha meraih juara 2 dikelasnya. Dan menurutku, tanpa usaha yang berlebihan. Pencapaian
itu, memberikannya standardisasi yang tinggi untuk semester ini. Harapannya,
dia tidak melepaskan yang telah diraihnya. Tapi, sejak kemarin, saya mencium
aroma keraguan. Dia sudah merasa bahwa dia tidak akan meraih juara 2 kali ini. Makanya, dia sudah menyiapkan dirinya untuk
itu. Dia bahkan sibuk bertanya tentang harapan saya akan dia.
“maha tidak perlu merisaukan ibu, ibu baik-baik saja dengan segala yang maha punya.
Ibu sangat bahagia jika maha tumbuh
sehat dan bahagia dengan apa yang maha miliki sekarang.” Walau tidak cukup
membuatnya yakin, maha berusaha membuat dirinya tenang sampai beberapa menit
tadi sebelum pengumuman juara. Betul sekali, wajahnya tiba-tiba berubah saat
namanya tidak dipanggil diurutan kedua. Saya tetap tersenyum dan menyemangatinya.
ia harus puas dengan urutan ke4. Ia tersenyum dengan sangat susah hingga waktu
pamitan berakhir.
Kami tidak langsung menuju rumah, di perjalanan maha
menangis sampai ia tertidur sekarang. Setiap saya bicara dan menyemangatinya,
ia semakin menangis. semakin saya meyakinkannya kalau naik turunnya rangking
seseorang itu adalah hal biasa, semakin
dia menangis. Akhirnya, saya memilih diam. Saya menyadari bukan perkara mudah
baginya untuk menerima ini sebagai hal yang biasa. Saya harusnya tidak menggampangkan
semua yang ia lewati.
Maha selalu marah, saat melihat saya yang tidak terlalu
antusias dengan iklim bersekolahnya. Saya tidak selalu mengharuskannya ke sekolah,
jika dia mau libur sehari dua hari, saya pasti ijinkan. Jika dia terlalu sibuk belajar, saya pasti
menyuruhnya berhenti sejenak. Saya
menyuruhnya untuk “santai saja” di sekolah. Tidak perlu terlalu giat. Saya sama sekali tidak menyesali semua arahan
itu. Saya berharap, ia tidak tumbuh dengan rasa takut. Tapi, tiba-tiba saya
berpikir, tidakkah saya terlalu memaksakan diri. Saya mengarahkannya untuk
berjalan di jalanan sepi, sementara ia melihat teman-temannya berkutat dan
berlomba di jalan yang lain.
Entahlah. Tapi
melihatnya bersedih hari ini, seperti pukulan berat untuk saya juga. Saya
selalu siap menghadang apa saja di depan, saya siap bangkit saat jatuh, tapi
saya ternyata tidak betul-betul siap melihat anak saya merasa “gagal”. Saya tidak ingin menyatakan ini kegagalan,
bagiku ini adalah “hal tidak diinginkan”
yang terjadi pertama kali dalam hidupnya. Dan akan banyak
kemungkinan-kemungkinan “hal tidak diinginkan” selanjutnya. Maha selalu belajar
dengan baik. Saya selalu percaya, dia akan melalui hari ini dan belajar dengan
baik pula dari hari ini.
Sekali lagi, mahasuar.
Bapak Ibu telah berjanji tidak akan menaruh harapan apa-apa pada hidup
kalian. Cukup tumbuh dengan sehat dan bahagia.Menjadi ibu kalian adalah
anugerah sekaligus prestasi terbesar yang pernah ibu raih. Kalian sudah menjadi juara dalam hari-hari ibu
dan akan selalu seperti itu.
19 Ramadhan
ibumahasuar
Komentar
Posting Komentar