demi bersaing dengan televisi
Kakak maha bisa saya bilang punya kecenderungan yang besar
dengan televisi. Dia suka menonton apa saja walau bukan untuk dia. dia melakukan aktivitas di depan televisi, walau tidak menonton, dia ingin televisi terus menyala. Sejauh ini,
maha paham betul bahwa untuk urusan menonton dan memilah tontonan, saya sangat
tegas. Dan saya nyaris tidak pernah
mengalah jika berbicara perkara tontonan televisi.
Dan sialnya, Suar mulai mengikutinya sejak beberapa bulan
lalu. Walau pada dasarnya, Suar tidak suka berlama-lama di satu tempat. Namun,
jika menyukai sesuatu dia bisa menggelutinya dengan tenang. Persoalannya, dia
jarang menyukai satu hal atau jika menyukainya, itu tidak akan bertahan lama. Signal
tanda bahaya saat kelak berurusan dengan lawan jenis. Hehehe. Suar mulai suka
menonton semua yang kakak maha nonton. Mungkin,
karena kakak maha suka bercerita dan dia yang sering mendengar, kadang tidak tahu apa yang dicerita kk maha. hal itu membuat maha malas bicara
dengan suar, makanya ia sering mengajak suar menonton sembari menceritakannya. Beberapa tontonan yang diijinkan untuk maha, seingatku pernah saya
tulis.
Dan tiba-tiba Sinetron Anak Jalanan, menjadi trend di kalangan anak-anak. Menurutku, penontonnya hanya anak-anak atau maksimal anak SMU. Anak-anak
terbiasa menonton sinetron karena ibu atau orang di rumahnya juga menonton
sinteron. Di rumah ini, entah siapa yang memperkenalkan sinetron ini pada maha
dan selanjutnya suar.
Singkatnya, maha tahu sinetron itu dari cerita
teman-temannya atau cerita ade aira. Mereka bahkan hapal soundtracknya. Suar yang
telinganya cukup peka dengan bebunyian juga jatuh cinta pakai banget dengan lagu “hati-hati”menurut
suar itu judulnya. Soundtracknya ia dengar dari kk maha yang beberapa kali
sering curi-curi kesempatan menonton dan anak-anak lain di sekitar rumah. Kakak maha biasanya
memanfaatkan suar untuk menonton anak jalanan. Maha tahu betul, suar tidak bisa
diajak bernegosiasi. Saya lebih banyak menyerah, takluk.
Nah, mau tidak mau saya harus duduk di samping mereka saat menonton itu. Memberitahu akan banyak hal yang terlalu mengada-ada dalam
sinetron itu. Sinematografinya tidak masuk akal. dan yang paling utama, Si Boy yang digandrungi oleh hampir seluruh remaja di Indonesia
bahkan anak-anak kecil di atas 3 tahun, menurutku adalah sosok yang terlalu “tidak mungkin”. Dia kaya,
pintar,jago balap, jago karate, jago tinju, rajin shalat rajin mengaji, punya
cewe cantik, sopan pada orang tua, rajin menolong, sabar, dapat beasiswa, dan
shaleh. Yang paling omong kosong, dia terlampau bijaksana untuk ukuran anak SMU.
Selalu mensehati temannya, sok dewasa. Ia selalu nomor satu saat melakukan
apapun. Sayangnya, semua yang ia miliki adalah tampang nyata betapa bodohnya
produk televisi kita.
Anak jalanan lahir setelah masa-masa keemasan Manusia
Srigala hilang. Masa-masa yang juga menyeramkan. Saat itu maha masih TK dan
hampir semua temannya menonton manusia serigala dan ingin menjadi serigala saat
di sekolah. Semua berlomba saling pukul dan saling tendang demi menyerupai apa
yang telah dinikmatinya semalam lewat layar kaca. Anak jalanan enyuguhkan
kisah anak-anak sekolah yang lebih banyak bertengkar dan pacaran. Bahkan Komisis
Penyiaran sudah pernah menegur tayangan ini. Tegurannya pasti hanya dianggap
gonggongan anjing yang pasti akan hilang sendiri.
Lalu, produk televisi kita yang lain adalah kolase kehidupan
pribadi artis yang itu itu saja. Seolah industry hiburan di Negara ini
kekuarangan actor,musisi, pelawak karena semuanya dikerjakan oleh yang itu-itu
saja. Mereka disetting sedemikan seringnya muncul di layar kaca, agar para
penonton merasa dekat denganya, merasa mengenalnya, merasa paling tahu akan
kehidupan pesohor-pesohor layar kaca tersebut. Setelah itu, kita tidak berhenti ingin tahu apa
yang dikerjakannya, baju apa yang dikenakannya, dengan siapa dia makan malam,
seprai apa yang dia pakai di rumahnya, berapa kali dia bertengkar dengan
sitrinya. Oh semua kepalsuan yang hanya
dibatasi oleh layar kaca.
Yang lain lagi, yang konsisten dan lumayan berbeda, adalah
kisah-kisah dari negeri seberang. Serial dari India. Dari turki. Mulai dari
film kartun sampai serial melodrama yang
bikin salah satu pemerintah daerah di pulau Jawa menerbitkan Perda pelarangan
menonotonnya. Karena dianggap mengganggu kinerja PNS. Karena alasan tersebut,
jam tayangnya diubah, sekitar magrib kalau tidak salah. Konon katanya, bukan
pemerintah lagi yang mengeluh tapi suami dan anak-anak meminta agar serial ini
dihentikan karena para istri lalai menyiapkan makan malam. Segitu hebatnya
cerita, penokohan, kisah, latar yang ditonjolkan serial ini. Lucunya, penikmat
drama-drama India ini merasa bangga karena mereka tidak lagi menonton
sinetron Indonesia. Padahal sama saja. Sama-sama tidak mau berakhir.
Pertanyaannya, apakah mereka yang bekerja dibelakang layar
tidak pernah memikirkan semua itu? Produser, creative, atau sutradar. Mereka dengan
sadar menyuguhkan ketololan-ketololan yang akan dinikmati oleh adik-adik dan
mungkin anak-anaknya di rumah. Saya yakin betul, mereka tidak mencintai apa
yang mereka ciptakan. Mereka berkarya semata-mata untuk perut lalu kemudian
menjadi angin dan kotoran. Tai.
Lalu, saya membangun banyak kebiasaan di rumah ini. Kebiasaan
bermain bersama, kebiasaan bercerita, kebiasaan membaca, kebiasaan jalan-jalan,
kebiasaan olahraga. semua hal tersebut sudah terjadwal rapi, apalagi saat weekend. ketiga lelaki itu, baik yang kecil mapun yang tua, biasanya tidak punya pilihan lain selain mengiyakan. Kebiasaan-kebiasaan itu adalah upaya untuk menyaingi televisi. Tidak besar memang, tapi kami konsisten melakukannya. televisi diharamkan menjadi sentra hiburan atau bahkan informasi di rumah ini. Walau saya yakin betul, kelak maha suar lama kelamaan akan menjauhi benda itu, mereka cukup
cerdas untuk menyadari semua yang ia lihat adalah 90% kebohongan, selebihnya
adalah hiburan. Selain itu, kami juga punya kebiasaan yang kami sepakati bersama,
cukup signifikan. Jumat adalah Hari Tanpa Televisi di rumah ini. Tidak boleh menyalakannya. Siapapun yang
datang dan berkunjung di hari Jumat dan ingin menonton, akan menghadapi
perlawanan yang ketat.
Pernah satu kali, saat neneknya maha dari Kendari datang. Maha
dengan pongah menantang saya apakah bisa melarang nenek menonton di hari Jumat.
Yang satu ini, sepertinya tidak. Nenek bisa terganggu moodnya jika tidak
menonton Uttaran. Hahaha.
6 Ramadhan
ibumahasuar
Komentar
Posting Komentar