Catatan optimis dari Lokakarya Melek Anggaran
…hidup adalah putaran angka-angka...
Tiba-tiba saya terkepung angka-angka. Melihatnya di sekujur
tubuh lalu orang menamainya dengan jelas. Menanyakan tinggi, berat, ukuran bra,
lebar pinggang, panjang tangan, besar otak. Semua tanya, membutuhkan angka
sebagai jawabannya. lalu angka-angka mulai hidup dalam jarak pandang saya,
bangun karena angka, berlari karena angka, berjalan untuk angka,
melompat-lompat karena angka, bergegas karen angka. Semua tuju berakhir untuk
angka-angka.
Lalu manusia membangun dan menggusur untuk angka, saling
menyenggol dan menyikut demi angka, berlomba dan berlari mengejar angka-angka, adu
bahasa adu tinju demi mendapatkan angka, segala gerak dan laku bermuara pada
angka-angka. Marah dan benci disebabkan oleh angka, menyusun starategi, menebar
senyum juga karena angka, dan mungkin, (saya harap tidak) berbahagia karena
angka. Angka menjadi mula, menjadi muasal.
Lalu, saya melihat angka-angka dengan telanjang
dimanipulasi. Melihat angka-angka dimaini, dipotong, dikerucutkan, dimarkup,
dimarkdown, dikutuki lalu diterawai. Kita melakukan hal yang sama. Yang sama
sekali tidak berbeda. Angk-angka itu menggiring saya pada banyak ketakutan,
pada rasa malas yang lebih besar dan pada kungkungan yang semakin kuat.
Dua hari ini, saya dijejali angka-angka, sampai mual dan ingin muntah. Berbicara
anggaran di bangsa ini, seperti berada dalam utopia. Anggaran yang dipenuhi
angka-angka itu serupa imaji yang saya tahu, saya pahami, berada di depan mata,
namun begitu sulit terjangkau. Membicarakan anggaran adalah menelan keculasan
mentah-mentah tanpa dikunyah. Sialnya, saya enggan masuk dalam semua lingkaran
itu. Sama seperti sedikit yang lain. Kami memilih mundur memilih menjauh,
angka-angka itu bukan hanya terlalu besar, tapi terlalu berliku, membutuhkan perjalanan panjang dengan bekal
amunisi yang akan terkuras habis-habisan. Menyentuh ranah yang paling dalam
bernama nurani. Dan saya tidak siap menukarnya untuk angka-angka itu. Jika ada
yang hari ini tak tersentuh oleh angka, itulah dia.
Dan bersama sedikit yang tadi, kami merangkak tidak peduli
dengan trilyunan angka-angka di depan mata. Mengalikannnya dengan 0 besar. Lalu
menghapusnya dari ingatan, walau angka-angka itu adalah milik sah kami. Kami
lalu bergerak terseok, mengumpul satu menjadi 10, 10 menjadi 18, 18 menjadi 34
semakin banyak dan semakin banyak, kadang berkurang, kadang semakin
membesar tapi tidak pernah menyusut
menjadi 1 lagi. Kami menggelinding mengajak yang lain untuk tidakk menunggu. Kami
saling berpegangan tangan, saling membahu, saling melengkapi, bekerja
berkolaborasi. Dan sama-sama menebar kebaikan, membagi kebahagiaan, dan
menegasikan angka-angka.
Kami adalah gerilya yang terus bergerak. Kami memilih jeda
daripada harus memperjuangkan angka-angka yang akan menghabiskan energy. Walau
saya akui, itu sedikit pesimis. Tidak ada yang salah dengan memperjuangkan apa
yang seharusnya menjadi milik kamu. Bahkan itu adalah yang seharusnya. Namun
sekali lagi, saya mungkin tidak cukup kuat melakukannya. Lagi-lagi sangat
pesimis. Namun kami adalah langkah pasti yang tidak mundur dan tidak berhenti.
Entah kucuran anggaran mengalir pada sedikit kami atau dinikmati segelintir
mereka. Kami betul-betul ingin terus berbagi….
Dan angka-angka itu cukup kalikan dengan 0 . NOL BESAR.
Mei berakhir….
ibumahasuar
Komentar
Posting Komentar