Gagal sahur….
Saya percaya, Ramadhan adalah bulan dibukanya semua pintu pintu kebaikan. Semua amalan manusia dijanjikan mendapat ganjaran pahala yang berlimpah. Karena itu pula, setiap Ramadhan datang saya selalu bersiap, bersiap untuk bekerja keras. Ramadahan bukan hanya cerita bagaimana mangatur uang belanja supaya tetap pas, namun Ramadhan juga lebih banyak bercerita tentang rasa.
Saya selalu bahagia, jika bisa melewatkan sebulan penuh Ramadhan di Bone, entahlah mama seperti punya kekuatan ekstra saat Ramadhan. Sepanjang ingatan saya, totalitas mama saat Ramadhan adalah kerja yang harus diacungi jempol. Apalagi terkait makanan. Sejak pagi, mama sudah berangkat pasar, membeli segala macam kebutuhan, sekitar jam 2 siang dia sudah mulai berada di dapur. Saat berada di dapur, mama jarang sekali meminta bantuan. Mama lebih banyak bekerja sendiri. Kalaupun butuh, dia hanya akan memanggil sekali atau dua kali, jika kami tidak bergeming, dia akan mengeksekusi semuanya sendiri.
Sejam sebelum buka, semua menu sudah terhidang di meja. Dan biasanya menyiapkan apa yang kami inginkan. Terkadang ada 3-4 jenis lauk di atas meja. Belum lagi, saat sahur. jam 2 subuh atau paling lambat setengah tiga, mama sudah buat keributan di dapur. Setelah makan, selalu ada teh dan sedkit camilan untuk semua orang. Saya selalu kagum pada kekuatan mama. Dan diatas semua itu, dia bisa melakukan hal lain yang lebih banyak dari kita yang tidak bekerja sebesar dia. Dia shalat 5 waktu di Mesjid, Taraweh, Shalat Lail, menghatamkan Qur’an, dan dia masih sempat tidur siang.
Pernah satu ketika saat memasuki entah ramadhan keberapa bersama komrad dia mengatakan “liatki’ mama’, begituki juga kalo sahur” itu salah satu pinta terbesar komrad yang belum bisa saya penuhi. Membutuhkan banyak tenaga dan kekuatan. Ini adalah Ramadhan kesekian bersama keluarga kecil ini. Setiap Ramadhan, saya berikrar untuk bekerja keras. Walau komrad akhirnya, meminimalisir pintanya di Ramadhan yang lalu saat saya tanya ingin menu bagaimana saat sahur “ yang jelas panas”. Saya selalu kehabisan menu. Menu andalan saat sahur, tempe tahu goreng, atau semua yang digoreng. Kami menyetok Indomi banyak-banyak, karena kami percaya, walau tidak sehat, Indomie salah satu makanan penggugah selera di saat sahur.
Sahur kali ini, lumayan berbeda. Maha hingga kemarin full berpuasa. Dia punya menu sendiri yang harus ada saat sahur dan buka puasa, bubur kacang ijo untuk dessert dan ayam untuk menu utama. Setengah Ramadhan sudah berlalu, sampai itu saya lebih banyak mengandalkan makanan jadi yang lumayan murah di dekat kompleks ini. Saya bersibuk ria di dapur biasanya untuk hidangan berbuka puasa. Saya betul-betul kewalahan dengan lauk pauk. Pertama, saya tidak terlalu jago mengolah ikan, lalu komrad tidak terlalu suka daging-dagingan, dia tidak terlalu suka udang, dia lebih memilih telur. Saat ditanya menu apa yang dia inginkan, dia tidak pernah tahu. Dia memakan semua jenis makanan yang terhidang di meja. Mungkin itu salah satu caranya mengucapkan terima kasih. Dia jarang sekali complain akan semua makanan yang kubuat. Saya bersyukur tapi tidak jarang memaksanya untuk memberikan kritik.
Nah, subuh tadi. Setelah 15 Ramadhan, saya berusaha memaksimalisasi segala yang akan dihidangkan di meja makan, kami bangun tepat 04.50. Saya terbangun panic berharap jam di ponsel saya salah, ternyata betul saya salah. Jam di dinding menunjukkan pukul 05.00. Kami bahkan tidak sempat meneguk air putih segelas saja. Saya merasa bersalah, terutama pada maha yang hingga kemarin berniat untuk berpuasa sebulan penuh. Dia menangis, marah, walau tidak lama. Saya telah mengganggu komitmennya hanya karena lupa mengecek alarm sebelum tidur.
Saya pasti akan berusaha keras menyediakan yang terbaik untuk keluarga kecil ini. Saya belajar dan menyesuaikan diri dengan banyak hal. Satu hal yang sangat susah saya lakukan, “tidur lebih sedikit”. Saya sungguh kesulitan. Saya yakin komrad memahaminya.
16 Ramadhan
ibumahasuar
Komentar
Posting Komentar