Mendadak banjir…
Banjir selalu menjadi persoalan selama musim penghujan di
kota ini. Di rumah-rumah, di kompleks, bahkan di jalan utama. Penyebabnya? Tidak
perlu saya utarakan panjang kali lebar di sini, kalian semua sudah tahu. Sejak
tahun 2003 di Makassar, saya Alhamdulillah tidak pernah menikmati banjir secara
langsung. Baru kali ini, hampir di
penghujung musim hujan. Rumah ini mendadak banjir. Rumah yang seperduanya dipenuhi buku.
Sebelumnya, lebih baik saya menggambarkan rumah ini. Rumah iniadalah
rumah kesekian sejak saya tinggal di Makassar. Sejauh ini, kami belum sanggup
membeli atau menyicil rumah. Alasannya banyak, namun yang utama, uang tidak
cukup. Hahaha. Bersama seluruh keluarga kecilku lengkap dengan Kedai Buku
Jenny, kami memilih tempat ini. Pertama kali melihatnya, rumah ini sangat lusuh,
tidak terawat tepatnya kumuh. Saat itu, ini satu-satunya rumah dengan kisaran
harga 10 juta. Harga yang kami sanggupi kontrak selama 1 tahun. Kami langsung deal,
dengan percaya diri bahwa tempat ini sangat bisa dieksplorasi. Di samping kiri
ada lahan untuk berkebun, di samping kanan ada serupa gudang yang kini menjadi
kedai buku. Ruang tamu disulap jadi perpustakaan mini. Selebihnya adalah ruang keluarga yang biasanya
menjadi ruang tamu, ruang makan, ruang tidur, atau apa saja. rumah ini letaknya
tinggi, jadi jauhlah dari kemungkinan banjir.
Di awal tahun, banjir sudah pernah menyerang. Tiba-tiba,
tanpa prediksi, padahal got sudah dibersihkan bahkan kami membuat parit-parit
kecil di depan rumah. Tapi, kami lupa, air seharusnya mengalir, dan kami tidak
melihat saluran air di sebelah rumah yang entah telah berapa tahun tidak
berpenghuni. Jadilah, banjir datang dari belakang. Memenuhi dapur lalu ruang
tengah. Seperti gerakan massa, kami berbondong turun ke jalan, eh turun kegot. Membersihkan
dan tepatnya menanti bala bantuan. Datanglah Super Hendro dan koleganya. Mereka
tanpa instruksi membersihkan got hampir 2 jam di bawah hujan saat itu. Sampai lima
bulan setelahnya, Hendro dan temannya masih tetap menjadi super hero di rumah
ini. Karena, hampir dua bulan lalu, saat hujan mulai malu-malu, persoalan
kebersihan got akhirnya tidak lagi menjadi prioritas.
Dan, kemarin tiba-tiba langit menghitam, guntur menggelegar,
dan hujan turun sangat deras. Seolah membayar panas yang sebulan menjadi raja
di atas tanah Makassar. Saya sama sekali tidak khawatir. Saya bahkan masih
berhadapan dengan laptop sampai beberapa menit. Sampai saya sadar, kaki
saya sudah basah. Ruang tengah sudah dipenuhi air. Karpet, dan beberapa bantal
sudah basah. Saya diserang kepanikan, terlebih saat suar tetiba sangat excited
mendapatkan kolam renang di dalam rumah. Airnya tidak datang dari belakang,
tapi datang dari depan, artinya melewati perpustakaan. Tiba-tiba rasa lapar hilang, saya menyerobot
hujan demi melihat penyebab banjir yang mendadak datang. Ternyata, got depan
rumah tersumbat sampah-sampah kecil dan besar. Setelah membersiahkan got, air
tidak lagi mengalir ke dalam rumah. Anehnya,
air sama sekali tidak menyentuh satu bukupun. Dia melewati jalur aman hingga ke
ruang tengah. Komrad datang sebagai bala bantuan dan meninggalkan kelasnya yang
baru saja mulai.
Dia membuka baju dan mulai berteman gerimis membersihkan
got yang telah lama kering karena disapa hujan sesekali. Lalu, semua yang basah
perlahan kering, matahari tadi pagi mulai terik lagi walau sekarang sedang
bernegosiasi dengan awan hitam.
Semoga tidak kedatangan tamu mendadak lagi, apalagi jika ia
bernama banjir.
10 Ramadhan
ibumahasuar
Komentar
Posting Komentar