secuil ingatan di masa lalu...

Adalah naluriah jika seseorang menyukai orang lain. Adalah pilihan, apakah rasa suka itu akan disimpan saja atau diutarakan. Saya hingga hari ini telah melihat banyak kisah cinta. Dan lebih banyak kisah cinta itu dipelihara dalam hati saja. Mencintai seseorang diam-diam menurut saya hanya bisa dilakukan oleh orang yang kuat. Tidak mudah membiarkan perasaanmu menguap dan kau bisa menerimanya dengan ikhlas. Mencintai seseorang diam-diam adalah memberi tanpa hasrat menerima apapun. Atau bisa jadi, hal itu adalah bentuk ketakutan yang lebih besar.
Nah, kisah saya ini tiba-tiba muncul semalam. Entah apa yang memantik ingatan saya akannya. Rentan waktu terjadinya sekitar tahun kedua dan ketiga saya di Sekolah Menengah Pertama. Sekolah saya sebenarnya saat itu tidak begitu jauh dari rumah. Bisa ditempuh dengan jalan kaki tapi saya lebih banyak naik pete-pete’. Nah di pete-pete inilah semua itu bermula. Seingatku, cerita ini belum pernah kuceritakan pada siapapun.
Laki-laki ini adalah seorang supir pete-pete. Masih muda, maksimal 4 tahun lebih tua dari saya saat itu. Atau jika tidak, berarti dia memiliki wajah yang sangat imut. Parasnya menarik dengan rambut belah tengah yang sedikit ikal dan lagi wokkee pada saat itu. Tampilannya biasa saja. Karena biasanya, dia terlihat mencolok di mata saya. Saat itu sopir pete-pete hanya punya dua tipikal. Orang tua dan anak muda bertampang ugal-ugal dengan rambut pirang sana-sini. Satu lagi, dia tidak pernah banyak bicara. Tidak seperti kebayakan sopir pete-pete anak muda yang senang menebar tingkah-tingkah tambahan untuk menarik penumpangnya.
Pete-petenya berwarna biru. Saya lupa bagaimana saya merasa bahwa dia mungkin menyukai saya.  Jadi jalur pete-pete dari sekolah ke rumah lumayan gampang gampang susah. Pete-pete lewat depan rumah hanya setelah jam 2 siang. Jika kami pulang sebelum jam 2, maka kami harus putar mengambil arah yang lebih jauh, sampai ke pasar, terminal kecil untuk pete-pete Bajoe. Menjadi dilematis, karena biasanya kami harus nyambung dan bayar dua kali. Seingatku pete-pete saat itu Rp. 500, harga itu seharga nasi bungkus di kantin sekolah lengkap dengan irisan telur. Nah entah sejak kapan saya sadari, setiap menggunakan pete-petenya, saya tidak pernah turun di pasar. Tepatnya, dia tidak pernah menyuruh saya turun. Saya baru menyadarinya setelah beberapa kali. Saya menikmatinya sebagai bonus cewe sholehah.
Sejak itu, dia memperlakukan saya tidak biasa. Serunya, dia tidak pernah mengajak saya bicara, walau saya hanya tinggal sendiri di atas pete-petenya. Dia mulai tidak mengambil uang saya. Kalau saya turun, dia langsung tancap gas. jikauang dimintai oleh "kondektur" dsebelum mobil jalan, dia sudah membisik kondekturnya untuk tidak menagih saya. Dia pun sudah hapal di mana letaknya rumah saya. dia selalu berhenti tepat di depan lorong. Kata-katanya minim, senyumnya juga. Semua perlakuan itu, cuma saya belas senyum. Jika saya sedang menunggu pete-pete dan kebetulan pete-petenya full, dia akan singgah dan tersenyum lalu bilang “fullki”. Saya diam atau mengangguk atau senyum saja.
Jika saya mencoba mengingat lagi, menurut saya dia luamayan romantic. Pernah beberapa kali, saat saya menunggu sendiri di depan sekolah, dan dia datang dari arah berlawanan, dia berhenti dan turun dari pete-petenya. Menyebrang. Lalu menyuruh saya menunggunya. Dan saya ingat sekali, saya betul-betul menunggunya. Saat dia datang, pete-petenya kosong atau mungkin sengaja di kosongkan. Saya naik. Dan kami berdua hanya diam. Sesekali dia melihat saya dari kaca spion. Itu adalah momen terdekat kami, selebihnya dia tidak pernah melangkah maju. Apalagi saya.
Saya menyenangi semua yang ia lakukan. Tapi keputusannya untuk tidak maju dan membiarkan kami dengan perasaan kami masing-masing saat itu adalah keputusan yang paling betul. Saya mungkin tidak akan merasa sesumringah ini jika kisahnya harus berlanjut. Hampir dua tahun dalam hari hari saya, dia menjadi kisah yang saya simpan sendiri. Saya mungkin malu saat itu. Maklumlah, cerita cinta  SMP saya dan teman-teman adalah cerita yang dipenuhi dengan symbol-symbol remaja yang sangat materialistis. Saat itu, menceritakan bahwa seorang sopir pete-pete sedang melancarkan aksi-aksi mendekati saya, seperti menyiapkan lubang ejekan untuk saya sendiri. Hahaha…
Saat SMA saya mulai jarang bertemu dengannya, hanya sesekali. Dan sikapnya masih sama. Dia tidak memberi saya kesempatan untuk membayar dan menurunkan saya tepat di depan lorong rumah. Sampai saya melupakannya. Sampai saya menemukan cerita-cerita cinta baru dalam hidup saya. Terakhir kali, saya bertemu dengannya saat saya pulang liburan semester dua kalau tidak salah. Dia lewat dan singgah di depan saya, pikirnya mungkin saya sedang menunggu pete-pete. Saya menggeleng. Dia berlalu. Saya sadar, itu adalah penolakan pertama saya padanya. Dan sekaligus yang terakhir.
Saya tidak lagi ingat padanya, sampai semalam. Dan saya masih lupa apa yang membuat ingatan saya yang secuil tentangnya, tiba-tiba muncul. 
Saya atau siapapun kamu, berhak mencintai dan dicintai siapapun. Dan sekali lagi, adalah pilihan yang membuatmu bisa memilikinya atau hanya akan menjadikannya kenangan suatu saat di masa depan.

25 Ramadhan
ibumahasuar       

Komentar

Postingan Populer