Barasuara dan Silampukau


Suar, punya kecenderungan terhadap musik sejak kecil. Bisa dibilang jejak-jejak tumbuh kembangnya dibarengi dengan event musik dimana-mana, sejak matanya baru bisa mengenali bentuk hingga kakinya mahir berlari. Ia menyukai semua jenis bebunyian. Kesukaannya memukul orang-orang di sekitarnya, kami alihkan melalui stick dan drum kakak maha yang berhasil robek di tangannya. Sejak bulan lalu, aksi-aksi almost rock nya ditemani dua band ini. Barasuara dan Silampukau menjadi nomor wajib yang menemani pagi kami di rumah ini, tepatnya saat si bungsu Suar sudah terbangun. Dia akan meminta diputarkan salah satu diantara dua band yang sama sekali punya genre musik yang berbeda.

Silampukau, band folk asal Surabaya memang lumayan dekat dengan pendengaran kami, sejak pertama cd nya mendarat di KBJ satu tahun silam. Album Desa, Kota dan Kenangan ini membuat kami sekeluarga jatuh cinta di kali pertama mendengarnya. Termasuk maha dan suar. Kami menganjurkan  pada setiap orang untuk mendengarnya. 10 lagu di album ini bercerita dengan lugas, sedikit nakal, terbuka, dan tentunya sangat jujur. Seperti menceritakan problematika kota, yang dirasakan oleh banyak  orang. Menuturkan sudut-sudut Surabaya dengan jujur tanpa beban. Kami mestinya menyortir beberapa kata saat mahasuar  menyanyikannya, tapi tidak lagi terdengar bagus. Jadi kami membiarkannya. Suar tiba-tiba merasa sangat dekat dengan lagu-lagu Silampukau sejak dia menunggu kedatangannya di event MIWF bulan Mei lalu. Lalu menikmati lagu-lagunya di ujung malam. Mungkin karena tidak puas menikmati Silampukau malam itu, Suar memutuskan mendengar Silampukau hampir tiap pagi. Lagu andalannya adalah Bola Raya. Dia sering mencover lagu ini dalam versi rock.

Tentang Barasuara, saya lupa kapan Suar mulai menyukai band asal Jakarta ini. Kali pertama mendengarnya, Suar sedang terlelap dalam gendongan di penghujung tahun lalu. Mungkin saat itu, saraf memori Suar menangkap dengan jelas lagu-lagu mereka, sehingga Suar begitu saja menyukainya dan suka mengulang nada-nadanya walau saat itu kata-katanya belum terlalu jelas. Setelah hampir setiap pagi menggilir Silampukau dan Barasuara di ruang telinga kami, dia hampir tau semua lagu-lagunya. Suar  terlihat sangat menikmati Taifun ini, musiknya yang kaya menggiring Suar untuk terus mengeksplorasi dirinya. Dia akan men-set alat musik sendiri. Drumnya dari mainan, sticknya berupa pensil warna yang melimpah. Ia kerap berganti peran menjadi gitaris menggunakan raket atau apa saja. Aksinya ini dilakukan sejak lagu pertama hingga cd berhenti berputar. Dia tidak kewalahan menghapal lirik barasuara yang pendek dan kerap diulang-ulang. Menurutku suar mendapatkan karakternya yang berapi-api dan meledak-ledak lewat hentakan drum dan bass yang dominan di album ini.

Saat ditanya mana yang lebih ia suka diantara kedua band itu, dia selalu tampak galau dan dilematis. Ia seperti tidak bisa memilih diantara dua band ini. Karena suar pula, kami tidak punya kesempatan mendengarkan band lain akhir-akhir ini. Dia punya kekuatan yang besar untuk membuat orang memenuhi inginnya.

Apapun itu, kami kedua orang tuanya percaya, musik adalah salah satu elemen yang diperlukan untuk mengasah jiwa. So, keep it up Suar…


12 Ramadhan 2013

ibumahasuar

Komentar

Postingan Populer