..rute baru,penjara baru…

Hari ini.., aku melewati rute baru. Rute yang mungkin akan kulewati dalam beberapa bulan ke depan. Kulalui malam dengan cukup berat. Menyisakan bengkak di mataku. Kuperbarui nafas demi nafas untuk memulai hari ini, dengan rentetan dan bredelan pertanyaan-pertanyaan yang menyesaki kepalaku. Mendung datang mengawali hariku, seolah semalam telah berkompetisi hebat dengan mentari dan menjadi pemenangnya kali ini. Hujan yang mulai turun malu-malu, menggoda rerumputan yang mulai kering di sepanjang jalan menuju jalan utama untukku menyetop angkot. Bangunan tinggi, yang seyogyanya akan dijadikan RUSUNAWA (rumah susun mahasiswa) yang baru, sebentar lagi dilirik pasar, menggeser peran pondokan-pondokan sederhana di belakangnya seperti yang kutempati setahun belakangan ini. Kubayangkan 10 tahun ke depan, daerah Sahabat ini akan gegap gempita dipenuhi lampu-lampu layaknya pusat kota. Karena, kampus Merah yang paling diminati di kawasan Timur Indonesia ini, telah perlahan berubah menjadi pasar.
Hari ini, ada pemandangan yang cukup langka. Sekali setahun, setelah beberapa lama, kampus ini akhirnya menjadi real campus. Hari ini, kampus sesak dengan orang-orang yang antusias mengisi tempat duduk di ruang –ruang kuliah yang jarang dihuni manusia. Ada sekitar 7000 orang manusia memenuhi kampus ini dan memadati sekolah-sekolah di pelosok Makassar. Manusia-manusia yang membenturkan mimpinya di tembok kampus, mendeklamasikan kebebasanya dengan menanggalkan seragam putih abu-abunya, dan menyambut kebebasannya dari jeruji sekolah, tapi..menuju kebebasan berdinding besar dan kuat bernama kampus.

Rute ini kulalui dengan taksim. Kusetop angkot 07, Rute Kampus – Perumnas. kucoba meyakinkan hatiku dengan semua yang akan kulalui, jalan ini..perjalanan ini. jalan-jalan mulai bekerja rutin. Macet mulai melirik sejak dari depan Alfa. Motor dengan suara yang bising saling mengejar. Aku terkurung di atas angkot dengan penumpang yang minim, pasrah pada sopir bagaimana ia membawaku ke tempat tujuan, kulirik dari spion ia begitu legowo menjalani harinya. Aku masih terkungkung dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa kumuntahkan sejak semalam.
Kunikmati dingin pagi yang meresapi kulitku yang dibaluti sweater belang lusuh yang telah menemaniku sejak 6 tahun lalu. Kuresapi gesekan ban, decit rem kendaraan, mesin-mesin besar yang meratakan jalan, teriakan orang-orang, sempritan Pak Polisi yang berusaha melegakan kendaraan, suara klakson, derap kaki para pekerja entah menuju surge atau nerakanya, seolah menggunung, menggumpal menjadi batu yang tak bisa kupecahkan. Aku masih berpikir, berkutat dalam lingkaran penuh tanda tanya, tentang sebuah cerita yang sedang kutuju dengan angkot yang merangkak melalui tugu Adipura. Bahkan mataku masih terasa berat, sangat berat akibat tangisku samalaman. Aku bisa saja, memutuskan perkaran besar dalam hidupku dengan satu teriakan “kiri”. Lalu aku berlari pulang menuju rumah dan menggapai kebebasanku. Tapi, betulkan itu yang aku inginkan?? Hidup tanpa rongrongan pekerjaan dan kembali menunggu kiriman di awal bulan?
Kulihat kemacetan sedang menunggu di pertigaan jalan menuju Antang dan Abdullah Dg Sirua. Momen pagi ini begitu lambat seolah memaksaku mencari celah pembenaran atas pilihan yang kubuat. Pasar di pagi ini mulai ramai, kendaraan mulai saling bersentuhan, tiba-tiba jenuhku terbayang memulai hari-hariku ke depan, aku sendiri berjalan lunglai di dunia yang tidak kuinginkan.
Titik terang mulai kelihatan, pete-pete mulai mulus menginjak gas hingga menemui Jalan Pettarani. Aku semakin berdegup, hari ini hari pertamaku kembali kerja setelah seharusnya aku telah bebas. Jejeran ruko, kesibukan, sangat kental di daerah ini. Pasti dan kumulai hidupku lagi…
“Kiri Pak” kataku lemah. Pak sopir, sigap menggring mobilnya ke tepi. Dengan lambat, aku melangkahkan kaki, mengeluarkan 1.200 rupiah dari tasku lalu tersenyum. pete-pete itu kulihat melaju kembali, senang dan menari bersama ratusan deru mesin yang lain. Kutinggalkan segala tanyaku terlindas roda, tanya yang sudah kujawab. Aku berjalan menuju hidupku, hidupku yang akan kumulai lagi, di gedung baru ini.
Terletak di kawasan eksklusif daerah Panakukan, sekali lagi sekolah ini membuktikan dirinya sebagai bukan sekolah swasta biasa saja. Jika dulu, kami berdampingan dengan pasar terong, yang menyuguhkanku kesegaran yang lebih natural, gedung ini bersebelahan dengan Ramayana, pusat perbelanjaan yang lebih modern, lebih cepat, lebih instan, dan tentunya lebih mahal. Gedung ini lebih kondusif dibanding gedung sekolah yang lalu, lebih luas tentunya, Dengan pintu dan dinding kaca di depan, semua orang dipersilahkan melihat segenap aktivitas di dalam sekolah. aku lihat, teman-teman hampir semua sudah duduk rapin di dalam. Aku melangkah, menemui banyak wajah baru yang terjebak di sini. Aku tersenyum, menuju lantai 2, dan lantai 3. Dua lantai ini, telah dibagi menjadi ruang-ruang kelas. Kusentuh dindingnya, tangganya, aku berkenalan dengan gedung baru, penjara baru. Aku kembali ke lantai 2, lalu ke lantai 1. Kulihat Mr. Head sudah datang. Aku duduk, di jejeran bangku paling belakang seperti biasa.
“ selamat datang di sekolah kita yang baru……………..bla….bla..bla……” aku tak sempat dan memang tak ingin mendengarnya, lebih banyak omong kosongnya menurutku. Lalu, dimulailah sesi perkenalan, lalu ia menjelaskan apa yang sekolah inginkan, pa yang harus kami lakukan, apa yang harus kami kerjakan, dan agenda satu tahun ke depan. Untuk yang terakhir ini, aku mulai menyimak. Satu-satunya yang kutunggu adalah penentuan libur. Seharusnya hari ini, kita bisa memulai liburan sekolah seperti sekolah-sekolah lainnya. Dan si Mr. Head berjanji akan meliburkan kami. Dan pengumuman yang penting itu datang.
“ Saya minta maaf sebelumnya, bapak dan ibu sekalian…setelah saya mengadakan pembicaraan dengan pihak Yayasan.., libur semester ini kami tiadakan untuk kita semua. Hal ini dikarenakan banyak agenda yang harus kita kerjakan selama dua minggu ini, minggu pertama untuk workshop dan minggu ke dua untuk persiapan pembelajaran. Kami sepakat akan meliburkan bapak –ibu saat Ramadhan nanti.” Suara-suara mendengung tidak lama setelah Mr. Head memaparkan keputusannya yang kuyakin tidak lagi bisa ditentang. Tapi, suara itu tidak lama, mereka lalu diam dan kembali mendengarkan seperangkat aturan baru, seperangkat cara kerja baru. Jika ada yang memperhatikan, wajahku tiba-tiba nanar seolah penuh luka..Lihatlah!! aku ingat betul, ia menjanjikan kami libur minimal seminggu untuk liburan ini. Tapi…nihil.
Aku teringat segala yang kulakukan tadi pagi, harusnya aku tetap tidur, harusnya aku tidak perlu melewati rute baru ini, harusnya aku tidak ada di sini, di penjara baru yang lebih cantik namun juga lebih ganas ini
Tapi….., aku berada di sini, berdiri, mematung, menjadi robot, dan siap bekerja lagi.

1 Juli 2007
# i’m stuck

Komentar

Postingan Populer