maha dan teman imajinernya

Anak-anak selalu punya kebiasaannya sendiri yang kadang tak mampu orang tua intervensi. Banyak hal yang ia pikirkan, yang ia inginkan jauh dari jangkauan orang-orang dewasa, sangat simple tapi ternyata sulit kita pahami. Beberapa waktu yang lalu, aku dibuat kaget oleh maha.
Saat bermain sendiri di teras rumah dengan mobil-mobilannya, tidak sengaja aku yang sedang asyik mengutak-atik computer, melihatnya seolah sedang berbincang. Pikirku, ia sedang mengatur balapan untuk dua mobil yang sedang dipegang di masing-masing tangannya, begitu ia seperti biasa. Tapi dari belakang, kuperhatikan ada yang agak aneh, dia tidak sedang melihat mobil-mobilnya, pandangannya justru mengarah ke depan, lurus, kepalanya sesekali di angguk-angguk kan dan digelengkan. Kuhentikan aktivitasku, kudekati dirinya dengan hati-hati mencoba menelisik apa yang sedang ia lakukan.
Dari samping, kulihat ia senyum-senyum, menaikkan alisnya, dan ia berbincang. Kutengok di rumah tetangga, mungkin ia sedang berbincang jarak jauh dengan Ochank, teman sebayanya yang sering ia ajak main. Tapi tidak ada orang. Oh God…dia berbicara dengan seseorang yang tidak kulihat.
Sejak kecil, maha memang sering mengagetkan kami dengan tingkahnya yang aneh, saat kami semua berkumpul dan dia menjadi tokoh utama dalam cerita-cerita kami, ia bisa dengan tiba-tiba melambaikan tangannya ke arah yang sama sekali tidak ada orang dan tersenyum lalu berkata “da..da..” sambil tersenyum. Puang Ananya yang selalu memistiskan sesuatu kadang merasa takut sendiri. tapi itu tidak terlalu kuambil pusing, menurutku itu sengaja ia lakukan untuk buat Puang Ananya tidak nyaman, dan ia menikmati saat melakukan itu. hahaha…
Tapi, pagi itu berbeda. Kulihat maha dengan asyik berbincang seperti ia bercakap denganku. Anak-anak memang sering seperti itu, namun aku cukup kahawatir. Tidak ingin kuganggu aktivitasnya yang “aneh” itu, aku memutuskan untuk menontonnya saja. Hampir beberapa menit, kulihat maha mulai beranjak arah pandangannya mulai berubah, tangannya juga ia gerakkan, seolah yang ia ajak bicara akan beranjak pergi dan betul saja. Berjalan ke arahku  sambil menoleh ke belakang ia melambaikan tangan ia berkata “iyya nah! dada..hati-hati , Ijal” keherananku bertambah. Sosok yang tidak kuliahat itu, punya nama ternyata.
“maha bicara sama siapa na?” tanyaku
“itu..sama Ijal, teman mamma..” sambil menunjuk ke depan. Aku mengikuti pandangannya yang menelusuri setapak jalan menuju jalan raya dan yang kudapati no one there.
“siapa itu nak?” tanyaku lebih jauh
“ itu bu, teman mamma..Ijal” aku terdiam, mencoba mengerti ke mana imajinasinya sedang berlari. Ia kembali bermain sendiri, dan aku melanjutkan aktivitasku.
Dan sore hari, saat kubimbing ia menuju kamar mandi, sembari memegang tangannya, ia berjalan lambat dan seolah tertahan sesuatu.
“anganmi ijal macuk, mo mandi dulu mamma na!tunggu mamma situ.” Ah..si Ijal datang lagi. Sambil memandikannya, aku bertanya lagi perihal seseorang yang ia ajak bicara barusan
“itu..Ijal “ katanya sambil menunjuk di luar kamar mandi. Dengan datar, dan tidak sedang mengerjaiku. Biasanya, kalau ia sedang usil, ia pasti memamerkan giginya, tapi ini tidak. Ia biasa saja. Kupilih untuk mendiamkan kenehan ini. Walau sedikit mistis menurutku. Takutku, itu nyata dan maha bisa melihat hal-hal di luar kemampuanku. Hehehe…
Dan malam, saat papa bebi menelpon, aku bercerita tentang kejadian aneh pagi dan sore itu, aku menyebutnya “teman imajiner”, maha yang sedang menikmati susu langsung berdiri dan bertanya
“siapa bu? Ijal?” tanyanya. Aku heran, karena dia tahu kami sedang membicarakan hal tadi, padahal sengaja kubicarakan tidak eksplisit karena aku tidak ingin mengingatkannya akan hal tadi. Aku mengangguk. Ia tersenyum. setelah berceloteh dengan papa bebinya, mami heri yang penasaran, mengulik kisah tadi
“siapa itu, Ijal nak?” tanya mami
“teman mamma…” katanya singkat
“laki-laki atau perempuan” telusur mami lagi
“ aci-aci..kaya mamma..” aku tersenyum mendengarnya.
“bagaimana besarnya? Kaya siapa?” mami tidak henti bertanya
“ kaya Kaka’ Eca” katanya menyebut sepupuku yang sering ia ajak bermain, kelas 6 SD. 
“trus…? Hitamka dia? gagah? ”kulihat maha mulai kewalahan
“iyya..hitam..gagah juga” katanya singkat
Mana pade Ijal? Ada di sini?” Tanya mami lagi
“ itu Ijal..teman mamma, mami....suka main-main sama mamma, nda adai..pulangmi.” terangnya dengan sangat detil.
“ di mana maha ketemu?” mami bertanya lagi
“di citu..di kanto ibu” katanya pasti.
Aku menghentikan sesi tanya jawab ini, aku semakin ngeri. Maha sangat detil menggambarkan temannya ini. kami, aku dan mami, malam itu senyum penuh tanda tanya. Kupikir, besok pagi akan kutanya lagi, jika ia menjawab persis sama dengan jawabannya malam ini, artinya..maha punya indra ke enam yang sedikit orang memiliknya, tapi jika tidak, artinya imajinasi maha sedang meliar.
Dan keesokan harinya, kutanyakan lagi hal yang sama. Jawabannya tidak sama, yang sama hanya namanya, keterangannya berbeda walau tidak drastis. Tapi, aku tertawa terbahak, saat kembali kutanyakan dan ia berkata lagi
“Bu..itu ijal datangmi..ada temannya, pe.em..puang. namanya Yuni.” Gubraaak…maha..maha…betul-betul imajinasinya sedang meliar, menciptakan sendiri teman-temannya…hingga menggambarkannya sesuai keinginannya.
Hingga hari ini, si Ijal..si Yuni sesekali datang dan ia ajak bermain. Aku tidak menanggapinya terlalu serius. Inilah dunia mereka, yang kadang mereka ciptakan sendiri jauh dari jangkauan kita orang dewasa. Yang kadang tidak bisa kita pahami seperti mereka memahaminya. Aku hanya bilang, sesenang apapun maha main dengan Yuni dan Ijal, maha pasti lebih senang kalau bermain dengan dede aira, dengan Zaitun, Ochank, dan semua temannya yang nyata kulihat. 

..ibumaha…
2 Desember 2011
#rindu

Komentar

Postingan Populer