tumbuhlah sehat dan menulislah

Setelah seminggu aku bergerak seperti roda laju kendaraan demi memastikan kegiatan perdana English Home berjalan lancar, aku duduk menyaksikan mesin-mesin besar, dari kaca ruang ruang tamu English Home yang telah disulap jadi perpustakaan mini, menggilas tanah dan batu, menerbangkan debu dimana-mana, untuk pelebaran jalan yang menurutku tingkat kebutuhannya tidak terlalu signifikan. Kenapa butuh jalan yang sangat luas, di kota yang lalu-lalang kendaraan tidak juga terlalu gila. Mending memperbaiki beberapa jalan utama di Bone yang rusaknya minta ampun. Ah…kuharap pagiku yang sebenarnya tidak terlalu nyaman ini tidak semakin kuricuki dengan menggerutu.
Menulis kuharap menjadi ajang relaksasi untukku setelah kesibukan menghantamku. Aku selalu lari pada tumpukan kata-kata dikepalaku, dan itu selalu menjadi pelampiasan yang melegakan. Ada dua topik yang tiba-tiba mengganngu kepalaku, dua hal krusial yang menurutku tanpa keduanya, aku tidak akan melihat mahaku menggenngam dunia kelak, dunianya.
Siang, saat pekerjaan di English Home tidak terlalu banyak, aku berinteraksi dengan beberapa teman-teman via jejaring sosial. Dan siang ini, seorang kawan menandaiku dalam sebuah catatan yang sangatmenrik. Tentang kebiasaan dokter-dokter negara maju yang enggan memudahkan pemberian obat untuk anak kecil. Catatan ini langsung maraik perhatianku, pertama karena ini masalah anak. Sejak bersama maha, aku sangat rajin mengupdate informsi tentang anak-anak, segala yang tidak mampu dijawab dengan jelas olehku, menurtku selalu mampu dijawab tuntas oleh om Google. Kedua, karena yang menulis ini adalah seorang dokter juga.
Kebiasaan memberi obat pada anak, bagi pembaca blog ini mungkin telah tahu, bahwa sejak lama tidak kulakukan pada maha. Bukan hanya karena biaya kunjungan dokter yang semakin melambung tinggi, tapi juga menurtku sangat berbahaya menimbun obat di tubuh anak yang masih kecil, dimana segala sesuatunya masih beradaptasi dan tentunya sedikit kontaminasi! Rasanya sangat tidak adil. Pemikiran sederhana tersebut, ternyata telah dibuktikan secara ilmiah oleh banyak dokter di negara maju. Entah, apakah doketer di negara ini pernah melakukannya atau minimal pernah membaca hasil penelitian itu. Sekali lagi, mungkin tidak.
Si penulis yang juga dokter ini betapa tertampar mukanya saat mendapati bahwa kebiasaan memberikan resep obat pada pasien terlebih anak-anak tidak baik dan sudah lama tidak dianjurkan oleh dokter negara maju. Tidak seperti kita kebanyakan, masyarakat di sana berkunjung ke dokter adalah satu usaha untuk memastikan bahwa kondisi kesehatan sedang baik-baik atau sebaliknya. Jika tidak dalam kondisi perlu, obat betul-betul tidak disarankan. Bahkan dokter tidak menyarankan memberikan penurun panas pada anak, jika panasnya tidak di atas 40 derajat. Itupun hanya paracetamol. Saat batuk, dokter hanya menyarankan minum air banyak-banyak. Obat-obat lumayan keras yang sering diresepkan dokter terbukti akan menngganggu fungsi hati dalam waktu panjang dan mengganggu sistem pencernaan dalam waktu dekat. Dan hal ini tentu tidak dikomunikasikan oleh dokter saat menulis resepnya. Untuk hal yang satu ini, tentunya kita sangat prihatin akan budaya “sedikit bicara” oleh sebagian dokter, bahkan oleh dua dokter anak yang sering kutemui saat maha sakit.
Sistem kesehatan di negara ini sejak lama memang telah bolong dan rusak sana-sini. Perselingkuhan dokter dengan perusahaan obat-obat besar, dengan asuransi adalah satu hal yang harus dicermati. Sekali lagi, mereka tidak hanya dibayar mahal tapi juga menjerumuskan kita,anak-anak kita pada lembah penyakit yang semakin dalam dan dalam.
Hal miris kedua kudapati telanjang di depan mata. Di kursus-kursusan ini, kami telah membuka kelas untuk anak-anak SMP dan lumayan banyak yang tertarik. Kelas SMP ini, kami giring mempelajari Bahasa Inggris masih dengan fun. Namun, dengan segmen yang lebih meremaja. Untuk speaking, mereka diharuskan membahas satu topik masalah remaja dengan 1 orang presentasi dan yang lain berdiskusi. Untuk writing, kami punya “diary project” yang kutangani langsung.
Sore itu, kami sudah siap membuat craftbook diary. Sampul buku yang telah didesain komrad, beberapa lembar kertas warna-warni, benang, dan jarum. Kupandu mereka membuat buku mereka sendiri. Sejak awal, dalam semua kegiatan, kami menjauhkan budaya “beli” untuk setiap yang kami perlukan di kursus-kursusan ini. Karena sejak dini, kursusan ini tidak hanya kami rancang untuk belajar Bahasa inggris to’. Saat buku mereka telah selesai, aku membuka percakapan tentang “diary”. Dan aku tercengang, diantara sembilan gadis manis didepanku yang sudah mulai punya kehidupan asmara monyet, tidak satupun yang memiliki diary. Saat kutanya, tentang menulis, mereka sama-sama menggeleng. Aku terdiam, tersenyum heran.
“ Jadi, saat marah, sedih, saat menyukai seseorang, saat jengkel sama sekolah, apa yang kalian lakukan? Kalian tidak menulisnya? ”  mereka menggeleng, lalu memberikan banyak jawaban, mulai darimenyanyi, bergosip dan satu jawaban utama “ update status k’” aku tertawa, terbahak besar untuk kelucuan yang sedang menari telanjang dihadapanku. Aku lupa, aku sedang berhadapan dengan generasi gadget di mana kertas dan pulpen sudah jarang menemani kesdihan mereka. Mereka adalah generasi facebook, di mana setiap ekspresi mereka mersa cukup mengabarkannya lewat kotak status yang kecil itu. Oh…..
Kumulai dengan menceritakan kebiasaanku
“ sejak SD, aku suka menulis diary. Segala yang kurasakan,kulakukan, semua tumpah ruah dalam tulisan. Dan kini, belasan tahun kemudian, aku punya monumen sejarahku sendiri yang tidak akan berbohong yang akan membantuku mengingat masa-masa yang pernah kulewati.” Mereka takjub mendengarku bercerita, kelas berubah diam dan mereka menikmati setiap cerita tentang tulisan-tulisan masa kecilku.
“ and now..start from now, with our diary project. “ kataku menutup kelas. Kuharuskan mereka menulis apa saja di diary yang baru mereka buat, tentunya dalam English. Mereka mendapat tantangan. Dan awal minggu, mereka memperlihatkannya padaku. Aku senang, semua menulis. Tidak peduli, mereka menulis dengan bahasa inggris dengan kurang baik, tidak peduli mereka mnulis sedikit. Jelasnya mereka harus menulis.
Kesehatan dan budaya menulis. Dua hal diantara banyak hal penting yang begitu kuperhatikan untuk dunia mahaku kelak. Semampuku, maha akan tumbuh sehat. Dan tentunya, maha harus senang menulis. Menulis apa saja, untu dirinya, untuk ia tertawai dan tangisi kelak, dan jika telah ia pahami tentunya untuk berbagi. Dan pekerjaan itu bukanlah pekerjaan mudah.  
tumbuhlah sehat dan menulislah!

Ibu Nhytha
30 April 2012
#what a busy week

Komentar

Postingan Populer