Masih Sunyi
Sesak dan diam. Tiba-tiba
begitu sesak mendengar kabar itu. Sesak karena selalu tak membayangkan itu
terjadi begitu cepat. Dan memilih diam karena betul-betul tak tahu harus
berbuat apa. Tapi setelah itu, saya marah. Marah karena masih disini!
………..
Beberapa hari lalu, via telpon genggam bututnya, istriku
bercerita tentang dua orang teman dekat kami dan balitanya. Sang suami yang
berprofesi sebagai abdi negara di Pulau Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat,
sengaja mengambil cuti dan mengajak anak istrinya berlibur ke Makassar lalu ke
Bone. Kedua teman ini, dulu mengambil studi yang sama dengan saya dan Ibunya
Mahatma, Hubungan Internasional Unhas, dan aktif di organisasi yang dulu bahkan
kami anggap sebagai “rumah.” Rumah yang menawarkan keakraban, persaudaraan,
kekeluargaan, hingga cita-cita besar tentang dunia yang lebih baik. Rumah yang
sering kami jumpai meski ia tak memberi tips singkat untuk ke luar negeri dengan
mudah dan berbagai jalan untuk merasakan kebahagiaan yang dijajakan murah saat
ini. Hahaha!
Kehangatan dan keakraban rumah
selalu menjadi daya tarik untuk kembali. Paling tidak begitu yang selalu kurasakan
bersama istriku selama ini, dan kuyakin juga dirasakan oleh kedua teman yang
jauh-jauh dari seberang pulau sana dan menyempatkan diri berkunjung ke kampus
dan berharap mendapatkan kehangatan dan keakraban rumah itu lagi. Saya sangat
bisa membayangkan, pagi itu mereka bergegas memandikan si kecil dan tak sabar
untuk segera ke kampus dan mendapatkan teman untuk saling bersapa dan berbagi
cerita di tempat yang dulu kami sebut “rumah” itu. Siapa pun dia.
Istriku lanjut bercerita.
Seperti biasanya, kedua teman ini bersama balitanya langsung menuju mace, tempat paling nyaman kedua setelah
“rumah.”
Mace, bagi kami dulu tak hanya tempat untuk hanya sekedar ngaso dan memenuhi lambung tengah sambil
menunggu jadwal kuliah berikutnya, sebaliknya ia adalah tafsir nyata atas
keakraban, kehangatan, kekekeluargaan, kesetaraan, kehendak untuk “cerdas” yang
ditawarkan oleh “rumah.”
Sesampai di Mace, kedua teman ini langsung
bersalaman dengan Mace dan bercerita
ini itu untuk melepas kangen seperti yang kami biasanya lakukan saat berkunjung
setelah sekian lama tak menyapa. Maklum sudah lama tak bertemu. Dan seperti
biasa, cerita bersama Mace selalu tak
akan lama karena ia harus melayani pembeli yang belakangan semakin menurun,
serta mengawasi cucu-cucunya yang sering berseliweran di area itu.
“Trus?” tanyaku tak sabar.
Istriku lanjut bercerita. Kedua
teman itu tak bertemu siapa-siapa yang bisa diajak untuk hanya sekedar
bercerita. Kecuali seseorang, entah siapa, yang menyarankan untuk ke salah satu
kedai buku yang tak jauh dari kampus kalau ingin bertemu dan bercerita dengan
penghuni “rumah” yang lain. Meski sempat pelan-pelan menguburkan niat untuk
bisa bernostalgia dengan indah, tapi saran dari seseorang yang entah siapa itu
kembali membangkitkan harapan. Harapan yang akhirnya betul-betul mereka kubur
setelah kunjungan yang jauh dari harapan di salah satu kedai buku yang
sebenarnya punya mimpi besar itu.Saya tiba-tiba sesak dan terdiam.
“Halo-halo,” istriku
memastikan saya masih berada di ujung telpon.
Saat begitu, istriku tau betul
kalau saya sedang tidak baik-baik saja. Dan sedang marah tapi tidak pada
siapa-siapa.
………
Andai! Kedua teman itu
jauh-jauh hari bercerita kalau akan ke kampus, pasti saya akan bercerita jika
saya dan istri tak terlalu tertarik lagi menjumpai kampus dan tempat yang dulu
kami sebut “rumah” itu. Entah kenapa. Mungkin kami hanya tak mau saja keluar
dari zona nyaman yang sudah terlanjur tertata rapi di rongga besar hati kami.
Ini mungkin salah kami tak mengikuti anjuran seorang saudara yang juga se “rumah”
dengan kami dulu untuk sering-sering keluar dari zona nyaman. Tapi biarlah kami
hidup dengan cerita-cerita indah masa lalu itu! Dengan begitu, kedua teman itu
pasti akan menyiapkan antisipasi seperti yang sering kami siapkan. Salah
satunya dengan berharap mendapat senyum dan pelukan hangat dari mace. Andai!
………..
Aku berdoa, mudah-mudahan
besok pagi istriku mengajak mereka bertiga yang kini sedang berlibur di Bone untuk
bersama-sama ke Makassar. Setauku, besok malam teman-teman di organisasi yang dulu
kami sebut “rumah” itu akan menggelar acara tahunan yang menurut mereka bukan
ajang hura-hura dan sekedar unjuk bakat. Dan semoga disana ada keakraban,
kehangatan dan senda gurau yang berlebih agar mimpi bernostalgia mereka akan
benar-benar terwujud. Dan semoga parodinya lucu. Semoga!
Untuk kedua teman dan
saudaraku itu, aku menghaturkan maaf!
Bobhy
Jogja, 13 April 2012
Komentar
Posting Komentar