...kasur kesayangan...

Walau tak sepenuhnya berhasil, matahari tetap menampakkan cahayanya. Hujan mulai mengalah namun tetap menyebar dingin dan aku begitu sulit memaksa diriku untuk meninggalkan kasur. maha masih terbaring lelap di tempat tidur. Ada pemandangan aneh, saat kubuka mataku tadi pagi. maha sudah memakai diapers, padahal semalam saat kupaksa memakainya ia menolak keras. Sesekali ia masih sering  pipis  saat malam, apalagi kalau konsumsi susunya meningkat. Pemandangan kedua, maha yang selama ini tidak ingin tidur selain di kasurnya, tiba-tiba sudah ada di kasurku.
kasurnya lagi dijemur
Aku lupa sejak kapan, kasur itu dibeli mami Heri untuk Aira yang saat itu sedang belajar duduk. Digelarkan di depan tivi, tempat dia sering beraktivitas. Tapi, maha yang aksesnya lebih dekat dengan kasur ini secara geografis, merasa memiliki kasur ini. Kasur berwarna biru ini dibeli di tukang kasur yang keliling kompleks  di Makassar.  Biasanya sering dipakai anak-anak kosan, selain ringan, mudah digulung atau dilipat. Praktis tepatnya. Sejak itu, maha tidak ingin tidur di kasur lain, jika berada di rumah. Untungnya, saat bepergian maha tidak minta kasurnya dibawa.
Kamar tidur kami, memang sejak dia berumur 4 bulan, sudah tidak punya tempat tidur. Hanya kasur yang langsung kami geletakkan, demi menghindari resiko jatuh.  Jadilah, setiap malam kasur biru yang sekarang baunya mirip WC umum, diangkut ke kamar.  Walau tidak begitu luas, kamar ini cukup untuk menampung dua kasur berjejer. Terkesan boros, apalagi saat kami hanya berdua seperti sekarang. Kami memiliki masing-masing satu kasur yang harusnya bisa dipakai 3 orang satu kasurnya.
Maha memang tidak senang diganggu privasinya saat tidur. Ia suka berguling dari ujung kasur yang satu, ke sudut yang lain. Hal ini juga harus diantisipasi dengan menghindari tidur “mati” seperti yang sering kulakukan atau memagari sekeliling kasurnya dengan bantal dan guling. Walau sudah begitu, maha masih sering “taggappo”. Jangankan hingga pagi, pertengahan malampun maha sudah meninggalkan tempatnya. Ia mengikuti seluruh arah mata angin hingga pagi. Tentang kasur ini, tidak ada seorang pun yang bisa memakainya selain dia di malam hari. Tidak ada yang berani menjamin kalau maha tidak akan terbangun jam 2 atau jam 3 subuh dan mencari kasurnya.

Pernah, waktu Nenek sakit dan di rawat di rumah sakit samping rumah, semua orang memelas meminta maha meminjamkan kasurnya. Maha sama sekali tidak tergerak hatinya untuk mengatakan iya. Waktu itu, dia mengangguk dan mengatakan iya sekali. Aku yang tahu betul kebiasaan maha, tidak mengizinkan dan menyuruh Om Jai untuk memakainya di ruang tamu saja. Kan tidak lucu, kami harus ke rumah sakit jam 3 subuh untuk mengambil kasur mereka yang sedang menjaga orang sakit. Dan benar saja, Om Jai yang saat itu memakai kasurnya harus kami bangunkan, karena maha tidak mau kompromi dan ingin tidur di kasurnya. Beberapa hari yang lalu juga begitu. Saat ia memutuskan tidur di kamar Dede karena lebih dingin, Puang Ikmal dan Dimas dengan santai memakai kasurnya di depan tivi. Jam 3 subuh maha terbangun, berlari ke kamarnya dan mencari kasurnya. Terpaksa kami melakukan penggusuran membabi buta di subuh hari. Karena alasan gusur menggusur ini, kami sama sekali tidak berani meminjamkan kasur maha pada tamu yang datang.
Semalam, sebelum tidur aku yang sudah ngantuk tingkat tinggi dipaksa maha untuk bergabung dalam  dunia imajinasinya. Dua hari ini, karena Aira tidak ada, ia lebih banyak bermain sendiri. Bersama robot-robotnya, dan sesekali kudengar teman imajinernya datang, “si Ijal”. Saat begadang seperti ini, ia melakukannya lebih ekspolartif. Ia mengajak dua boneka kesayangannya yang baru ia dapat dari tante Niar di Jakarta, karena Om Wawan yang dipaksa menjanjikan untuknya belum punya uang berlebih. Hahahaha. Setangah kantuk, ia menarik-narikku ke kasurnya.
“ibu...ayo tidur di sini, di kasur maha, ayo Bu! Tidur dekat maha “ ia tidak biasanya seperti itu. Ia malah tidak suka kalau ada yang mengganggunya di kasur biru itu. Aku mengalah demi agar aku dibiarkan tidur.  Aku juga tidak begitu tahan dengan kasur yang lebih dingin itu. Setelah memindahkan tubuhku ke kasurnya, ia tersenyum dan mengambil robot superheronya itu dan didekatkan padaku. Setelah melihatku menutup mata kembali, ia lalu berkata
“ hai superman..kenapa nda tidur? Itu ibu sudah tidur. Hai spiderman kenapa tidak tidur? Ayo tidur mi..ayo..ayo..” kubayangkan ia sedang mengangguk angguk sambil menaikkan alisnya demi mengajak dua kawannya itu menutup mata. Hmmmm..mustahil. Karena mengantuk, aku tidak lagi mendengar pembicaraannya dengan dua robot itu. Terakhir kudengar ia menawarkan pada si robot untuk bercerita
“mau dengar cerita supermen?” tanyanya. Hahahahahaha. Superman mau diceritakan tentang Supermen. Seperti yang sering kulakukan untuknya, saat matanya tidak ingin terpejam. Aku tertidur lelap, dan pagi aku terbangun terserang dingin menusuk kulitku. Aku masih tidur di kasur maha, kucari maha ternyata ia sedang terbaring lelap di kasurku dan merampas selimutku.
Kasur ini entah kenapa begitu nyaman maha tiduri. Selain lebih tipis dari biasanya, kasur ini juga sangat dingin di musim hujan seperti sekarang. Entah sudah berapa liter air kencing yang ia tampung, kami jemur, lalu dikencingi lagi, lalu dijemur lagi....dan akhirnya seperti sekarang, beraroma khas WC Umum. Beberapa bulan terakhir, kasur ini juga mulai robek sana-sini. Permukaannya sudah penuh jahitan, berwarna-warni. Pernah satu hari maha meminta
“ Bu..belikanmi waseng maha kasur baru...” memelas kental dengan logat Bone.
Yayaya...sepertinya maha memang butuh kasur baru.......
Pagi masih dingin, jagoanku baru saja memanggilku....”buuuuuuuu...cucuuuuuuuuuuuuuuu”

Ibu Nhytha
11 April 2012
#menyiasati kantuk

Komentar

Postingan Populer