..aku takluk padanya...

Aku terlalu egois untuk mudah takluk dan bertekuk lutut saat menghadapi sesuatu atau seseorang. Secara sadar kurasakan itu. Dan lingkungankupun sejak kecil menurutku memberi dukungan positif terhadap pilihan reaksiku yang banyak dinilai orang sebagai bentuk keras kepala. Satu sisi baiknya, aku menjadi seseorang yang tidak perlu cengeng-cengeng amat menghadapi masalah. Walau sering beberapa kali, aku menyerah dan mengangkat tangan sembari menagis sesegukan. Ah women!
Semua orang yang dekat denganku, keluarga, teman, sahabat, terlebih komrad telah paham betul akan sisi lain diriku itu. Dan aku menghargai setiap usaha mereka untuk membuatku menjadi orang yang selalu belajar menjadi lebih baik hingga hari ini.
Tapi segala yang sejak lama sering kupertahankan, berdarah-darah dengan ratusan ribuan argmuntasi untuk membenarkan sikapku. Kali ini luluh lantah tak berdaya dihadapan seorang bocah kecil yang saat ini minta dipanggil “kaka”, setelah ia tidak lagi menyebut “caca” untuk “kaka”. Tidak lain dan tidak bukan oleh seorang anak kecil yang kekeh selalu ingin diakui besar. My little son. Yup..masih tentang dia!
Setelah sakit kemarin, maha mulai kembali sibuk mengembalikan hidupnya. Misteri pasca sakit tentang dua harinya yang diam dan redup, usai sendirinya tanpa bisa kami pecahkan. Aku masih tetap pada kesimpulan awalku bahwa dua hari itu adalah dua hari berat yang ia lewati untuk kembali pulih dan merelakan ia melewati masa sakit tanpa bapak bebi yang hingga hari ini setiap pagi ia tanyakan
“kapan pulang Bapak Bebi?” atau “ maumi datang Bapak Bebi, Bu?” atau “  adami di jalan, Bu?” dan selalu kujawab, berusaha tanpa rasa sedih untuk meyakinkannya dan mungkin juga untuk diriku.
“tidak lama lagi nak” atau segala jawaban diplomatis yang menurutku tidak akan mengganggu harinya. Bahkan beberapa kali ia mengajukan pertanyaan yang lumayan berat untuk dijawab
“ Bapak Bebi nda mau pulang Bu?” kalau diperhatikan pertanyaan ini menggambarkan ia mulai berfikir kalau Bapaknya tidak ingin bertemu dia. Jawabanku selalu seperti ini “mau nak, masa Bapak tidak mau pulang, kan rumahnya di sini.” Dia akan diam dan berusaha mengerti, namun beberapa kali ia memburuku dengan pertanyaan lagi
“ kenapa nada mau pulang, bapak?” kalo pertanyaannya seperti itu, jawabanku yang sebelumnya akan kuulang lagi dan menambahkan “tapi....,” atau “karena.......” dengan kenyataan yang sebenarnya. Aku yakin maha mengerti, toh kemampuan penyerapan otaknya sangat cemerlang dibanding kita yang sudah dewasa. Lagi pula, menurutku tidak baik mengunder estimate bahwa anak kecil tidak akan mengerti pembicaraan orang dewasa. Mereka mengerti dengan caranya sendiri, karena itu pula sejak kecil maha selalu kuajak berbicara selayaknya orang besar.
Yah..stop bahas kerinduan maha yang semakin tidak terbendung. Nanti ada yang mewek. Hahahaha. Dia toh pandai mengenyampingkan rasa rindu itu dan tetap menatap dunianya dengan ceria. Ah turunan ibunya berarti. Hahahahaha..lagi! Kembali pada topik awal,yah siring dengan semakin colorfullnya hidupnya, siring dengan banyak kosa kata baru yang ia serap lewat lingkungannya, seiring waktu yang membuat badan dan tubuhnya membesar semakin banyak pula variasi kenakalan yang ia buat. Dan parahnya, ia senang berdebat, berdebat denganku, dan ujung-ujungnya dia harus menang.
Beberapa hari ini ia keranjingan memakai celana jeans. Di mana saja dan kapan saja.
“ Kaka..kalau di rumah pake baju biasa saja.” Begitu selalu kukatakan padanya saat ia habis mandi dan mulai membuka lemarinya dan memegang celana dan baju yang ia pilih sendiri. Tentunya baju yang biasanya ia pakai untuk bepergian. Sebenarnya, tidak masalah hanya saja menurutku celana jeans yang tebal dan panjang akan mengganggu geraknya.
“ih..kan ini celana bagus bu.” Begitu katanya sambil senyum 5 jari. Aku bertahan
“ iyya..bagus memang! Tapi nda cocok di pakai di rumah”
“cocokji Bu, bagus, panjangji” tangannya tidak lepas memegang celana. Aku mulai berkeras dengan laranganku, berbagai alasan, diapun sama. Bedanya alasannya cuma 1 “ karena maha suka” Jika mulai begitu, aku tahu dia tidak akan berhenti. Kalaupun kupaksakan, ia pasti memilih untuk tidak memakai apa-apa. Dan itu lebih gawat lagi. Dan pertarunganku akan berakhir dengan senyum kebahgiannnya selalu. Dan bukan ini titik taklukku. Walau kubiarkan, aku biasanya tetap akan menunjukkan ketidaksetujuanku. Dengan diam dan membiarkannya. Itu juga tidak behasil mengubah pendiriannya. Toh ia sudah jarang membutuhkan bantuanku untuk memakai  baju dan celana. Jika telah rapi dengan stelan baju pilihannya, ia akan datang padaku yang sedang bersungut dalam diam, atau melakukan banyak hal tanpa menggubrisnya.
“ ibu..minta maaf maha..na! tidak lagi begitu, jangan marah bu, na!” dan ia melakukannya dengan sangat maksimal. Hingga semendidih apapun kepalaku karena ulahnya, selalu langsung tersejukkan oleh kalimat-kalimat memelasnya. Dan aku menyerah takluk pada actingnya yang keren. Bagaimana bukan acting? Beberapa jam kemudian kami akan terlibat dalam masalah yang sama, perdebatan yang sama, dan tingkat kesengitan yang lebih tinggi,karena kucoba mengingatkan dia akan janjinya. Tapi ia jarang mengingat janjinya. Dan semua akan berulang, ia datang dengan muka menyesal, lalu meminta maaf, menciumi tanganku, menciumi pipiku, apa saja hingga aku tersenyum. Dan ia tidak berhenti jika senyumanku tidak ikhlas, dan ia tahu betul itu. Haaaaaaaaaaaaa.....lucu! ia bahkan sering bilang begini
“ Ibu jangan suka marah, nda cantik ibu kalau marah” aduuuuuuuh! Gubrak!
Tadi pagi, sebelum ke sekolah dengan mamaku, ia menangis karena ingin membeli es krim di pagi buta. Aku menolak keras. ia mulai menangis, mulai berargumen kalau dia sudah tidak batuk,dia sehat dan bisa makan es krim. Entah aku lupa dengan apa aku membuatnya reda dan tidak lagi meminta es krim. Tapi aku salah, ternyata ia meminta es krim sama mama sepulang sekolah.
“bu..ada es krim maha” katanya sambil tersenyum senang menemuiku sesampainya di rumah. Aku diam, menunjukkan ekspresi tidak senang. Tapi dia biasa saja, dia tetap makan es krimnya sembari sesekali mencuri pandang padaku. Dan berusaha dengan bahagia menyantap es krim itu dengan celoteh-celoteh kecil yang selalu lucu. Bagaimana bisa marah? Setelah es krimnya habis. Ia datang padaku
“Bu..tidak lagi bu, nda maumi maha makan es krim. Tidak maumi.” Yakinnya padaku. Aku menahan tawa demi melihat ekspresi wajahnya yang memelas. aku bahkan tidak bisa mengumpulkan amarah padanya. Aku tahu , detik ini ia sudah tidak mau lagi,tapi besok bahkan sore saat keluar membelikannya sendal, ia sudah minta es krim lagi. Aku betul-betul takluk oleh rayuan lelaki ini. Begitu mempesona begitu kena’ di hati.
Selain hobi minta maafnya, ada satu hal lagi yang sering buatku tidak kuat menolaknya. Jika ingin sesuatu, ia akan datang padaku. Melihatku, mencari bagian-bagian penting, diperhatikannya wajahku atau penampilanku lalu memujiku.
“ Cantiknya ibu kalau tidak ikat rambut, kaya’ Syahrini.” Hahaahahahahahahah... atau saat setelah memakai baju ia akan datang padaku
“Cantikpa ibu sedding” dengan logat Bonenya yang kental.
Wah..pujian seperti ini kalau bukan dia yang mengucapkannya tentu tidak akan kupedulikan. Kuanggap angin lalu (kan sudah biasa_pujikale_), tapi lelaki ini, ia betul-betul membuatku terkapar.
Hmmm...aku takluk padanya, pada rayuannya, pada janji-janjinya yang sering palsu. Dan taklukku itu tidak selalu betul. Dalam beberapa hal, perlu menegaskan kata tidak padanya walau berujung air mata. Pertanyaannya, selalukah saya mampu??? Harus! Urusan celana jeans mungkin aku bisa takluk, tapi es krim, gula2, sepertinya tidak lagi. Batuknya parah!! 1x seminggu makan es krim, begitu perjanjianku. Aku akan menepatinya. Bagaimana denganmu, nak??
Aku percaya..dia mampu membuatku takluk. Dan aku menikmati itu. Tapi aku lebih percaya, dengan apa yang kulakukan hingga hari ini untuknya akan membangunkannya di satu pagi lalu dia akan merasakan telah mampu menaklukkan dunia yang mulai semrawut. Tentunya bukan dengan janji-jani palsu dan rayuan gombal. Itu boleh, tapi hanya untukku. Aku bisa terima. Setuju nak??? Janji? Untuk ini..janjinya harus serius! 

Ibu Nhyta
17 Maret 2012
#menepati janji dalam rindu yang semakin meliar


Komentar

Postingan Populer