Bahagia Itu Sederhana


Kurang ingat kapan persisnya. Yang paling kuingat saat itu saya sedang mengikuti mata kuliah Gender, Identitas dan Perdamaian untuk blog semester di sebuah ruangan yang kini tinggal puing dan akan segera menjadi gedung baru.
Tidak terlalu ingat apa pembahasan hari itu. Yang jelas sore itu teman-teman sudah ramai berdiskusi mengenai masalah yang selalu hangat kalau dibahas. Pernikahan. Seingatku beberapa teman bercerita tentang adat istiadat di tempatnya masing-masing saat hendak menuju pernikahan. Termasuk membahas mengenai “budaya” panae’ yang diberbagai tempat tentu berbeda atau mungkin beberapa juga sama . Pokoknya ramailah pembicaraan mengenai itu. Meski beberapa agak tergagap-gagap karena harus menyampaikannya dengan bahasa Inggris karena dosen pengampuh mata kuliah ini, Mrs. Dinoo (mudah-mudahan tidak salah tulis) dari University of Peace yang berkebangsaan India itu tak bisa berbahasa Indonesia sedikitpun.
Juga tidak terlalu ingat bagaimana akhirnya pembahasan bisa sampai ke hubungan antara suami dan istri dalam rumah tangga. Tapi yang bisa sedikit kuingat bahwa salah satu bahasan hari itu adalah bagaimana di beberapa tempat kemudian telah dimaklumi bahwa hubungan suami dan istri dalam sebuah keluarga bersifat hirarkis. Bukan proporsional. Sederhananya, setingkat apa pun derajat pendidikanmu, dan apa pun profesimu, jika engkau adalah istri maka kalau pulang ke rumah kerjaannya hanya seputar kasur, sumur dan dapur. Titik. Dan tanpa kompromi.
Banyak yang coba menjustifikasi pandangan kolot itu khususnya para lelaki-lelaki yang mengumbarnya dengan senyum tertahan. Alasannya seperti biasa, kodrati. Sudah kodrat perempuan sebagai istri untuk menjadi “pelayan” rumah tangga. Ayat-ayat suci pun jadi rujukan justifikasi. Para perempuan di kelas itu tentu tidak bisa terima dengan anggapan semena-mena itu dan mulailah pembelaan ini itu. Dan uniknya dari beberapa yang berpendapat baik para lelaki maupun perempuan hampir semua belum menikah. Apa artinya itu? Tidak tahu. Yang pasti hampir semua yang berpendapat dan belum nikah itu sepertinya sedang mengambil ancang-ancang untuk menikah di tahun ini atau tahun depan dan pendapat-pendapat mereka itu adalah hasil proyeksi masing-masing kalau kelak sedang membangun biduk rumah tangga. Ah, saya sok tau!
Sebenarnya saat itu tak mau berpendapat. Selain karena ini sesi perdebatan para jomblowan dan jomblowati yang jablay, saya juga selalu agak ragu dengan kemampuan bahasa Inggrisku. Tapi demi cara pandang alternative, maka dengan modal “Your Basic Vocabullary”* akhirnya saya angkat tangan dan mulai bercerita. Based on true story!
Saya mulai bercerita bagaimana saya dan istri sejak awal pernikahan mencoba membangun pola hubungan dan aktivitas dalam keluarga secara proporsional dan berbasis pada kesetaraan. Ah sok ribet!
Bagi kami membangun keluarga yang baik harus dikerjakan bersama-sama. membangun keluarga adalah bagian dari proses hidup itu sendiri dan tentunya bingkainya adalah “ibadah”. Sehingga posisi antara suami dan istri adalah posisi saling menopang dan mengingatkan. Dan untuk peran-peran itu tidak ada yang merasa “paling”. Apa pun keputusan yang hendak diambil sebisa mungkin dirembugkan. Apakah pilihan lagu yang diperdengarkan untuk maha itu The Massive (mudah-mudahan tidak salah mengeja nama band ini) yang sering membuat siapapun menutup sebelah wajahnya itu..hahahaha….atau lagu Ipin Upin versi Padi yang membuat maha kagum dan takjub pada skill gitar Piyu, semua kami diskusikan. Jangan mendengar kata “diskusi” terus pikirannya ribet. Sama sekali tidak. Santai bro!
Terus masalah aktivitas rumah tangga, pun sebisa mungkin saling berbagi. Dan satu pekerjaan yang paling membuatku begitu berbahagia melakukannya adalah membuatkan maha se botol dot susu. Pekerjaan ini sudah kulakukan sejak maha masih berumur begitu dini. Awalnya agak repot juga karena harus ngikuti takaran yang ada di botol dot yang sering membuatku menumpahkan susu kemana-mana padahal tau sendiri harga susu formula itu selangit. Tapi kini, ibaratnya tutup mata sekalipun aktivitas itu bisa kulakukan. Lagi lebay!
Dan yang menurutku paling sensasional, kalau itu kukerjakan di malam hari saat semuanya terlelap.
Setiap maha dipindahkan dari ayunan ke kamar tidur, sebelumnya perkakas telah kusiapkan atau oleh Ibunya. Setengah termos air yang tidak terlalu panas, tempat susu nya, dan tentunya dot yang sebelumnya telah diisi racikan susu untuk membuatnya tidak terjaga saat dipindahkan ke kamar. Nah, maha akan bergerak dan meminta susu lagi saat susu di dot yang dia minum sambil tidur sudah habis. Instruksi itu dia lakukan sambil tidur, sekali lagi sambil tidur!
Disaat itu, saya pasti terbangun. Dan dengan sigap kumulailah aktivitas menggembirakan itu meski mata ini begitu berat. dari aktivitas ini juga kutau kalau untuk membuatkan susu formula untuk si kecil, maka airnya lah yang pertama kali di masukkan ke botol dot dan setelah itu barulah susunya. Katanya, kalau susu yang duluan dimasukkan akan mengurangi kadar gizinya atau apa gitu. Membuat ini tak perlu menggunakan sendok untuk mengaduk susunya. Setelah semuanya sudah dituangkan, kemudian compeng nya dipasang lalu mulailah dikocok. Dan ini biasanya kulakukan bak seorang bartender handal yang sedang meracik minuman untuk seorang wanita cantik pengunjung bar dihadapannya.
Dan anda tau, itu tidak sekali kulakukan di malam hari. Berkali-kali! Maklum intensitas maha nge dot begitu massif. Biasanya antara 4 sampai 5 kali saya mesti terbangun atau mungkin lebih. Dan itu kulakukan dengan sangat bahagia. Bahkan kalau biasanya saya terbangun dan kuliat botol dot nya sudah kosong dan maha belum meminta, segera kubuatkan lalu kuletakkan di sampingnya karena sebentar lagi ia akan meraba-raba mencari botol dot nya itu.

Hmm…kututup cerita pengalamanku di kelas itu dengan manis.
“I love to do that, and maybe that’s why my wife loves me soo much”
Dan terakhir yang kudengar hanya tawa yang membahana mengisi setiap sudut ruangan yang kini tinggal puing itu.

Bahagia itu memang begitu sederhana!

Maka berbahagialah dengan cara yang sederhana…

11 Juni ‘11
Bantaran X Code
Saat batuk menemaniku


*Your Basic Vocabullary: buku kosa kata bahasa Inggris yang wajib dimiliki setiap santri saat mondok dulu…


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer