English Olympic Brought Me “Rumah” Back
Tidak ada pertimbangan yang
berarti saat kuberitahu komrad bahwa aku akan meminta teman-teman di HIMAHI
turut ambil bagian dalam event ini. English Olympic, sebuah event yang aku dan
teman-teman gagas di kursusan, merayakan setahun kami di kota ini. Satu-satunya
pertimbanganku, adalah karena teman-teman di #rumah setauku akan membantu
semaksimal mungkin. Begitu yang selalu kudapati selama ini. Tanpa babibu,
kuberitahu Rio sebulan atau dua bulan lalu kalau tidak salah ingat, kenapa Rio?
Karena dua satu-satunya “saudara kembarku” yang masih sering bersinggungan
dengan kawan-kawan di rumah adalah dia. Rio dengan antusias mengiyakan. Tanpa meragukan
antusias Rio, kucoba hubungi Sari via telpon, pengurus yang satu-satunya punya
nomor di hapeku, di hapenya mamaku, di hape kantorku, karena terlampau
seringnya mempublish kegiatan rumah via sms. Sari pun tidak kalah antusiasnya
dengan Rio walau saat itu, dia sedang sibuk mempersiapkan hajatan besar rumah _Golden
Moment_.
Pilihan juri dari kawan-kawan di rumah,
kunilai betul-betul tepat saat segala persiapan English Olympic berjalan dan
hampir semua sekolah yang ingin berpartisipasi menanyakan asal muasal juri dan
sangat sepakat saat mendengar kalau juri kami adalah teman-teman di Makassar. Ketakutan
akan sistem penjurian yang “begitu-begitu saja” di beberapa lomba di kota Bone
ini, melegakan mereka saat kuumumkan tentang juri yang sama sekali tidak punya
ikatan, hubungan, dengan semua peserta yang akan ikut ambil bagian dalam
English Olympic.
Minus 2 minggu, Sari dan Rio
bergantian kudesak untuk memastikan kesiapan kawan-kawan di rumah. Sepuluh orang
terseleksi menjadi delapan, karena mobil Rio yang akan digunakan tidak mungkin
cukup membawa lebih dari delapan orang. Aku dan teman-teman di kursusan mulai “panik”,
hajatan English Olympic semakin dekat, jumlah kami yang minim, 7 orang + komrad
menjadikan segala persiapan tekhnis menjadi lebih berat kami lakukan.
Di tengah segala persiapan,
komrad sempat menanyakan kesediaan teman-teman juri.
“dulu..saat diajak ke mana, ada
acara di luar kota..kita selalu antusias. Kita selalu senang saat ada undangan,
kita berama-ramai datang, kumpul dan memang tidak mau kehilangan momen-momen
untuk selalu bertemu” Komrad berkata lirih saat ia tahu mereka hanya datang 8
orang. Aku membenarkan komrad, tapi langsung kuhela segala prasangka buruk. Dari
awal Sari sudah menyiapkan lebih banyak teman-teman, tapi kesiapanku secara
material memang telah gamblang kuceritakan pada Sari dan Rio, mungkin mereka
juga turut mempertimbangkannya. Komrad mencoba mengerti, sembari mem flashback
semua tur perjalanan yang sering dilakukan di rumah. Jangankan ada kegiatan, menjenguk
teman-teman serumah saat KKN pun di luar kota seolah telah menjadi agenda tetap yang harus
dilakukan tiap musim KKN. Jadi ingat K Kasim yang paling rajin melakukannya.
Hari H tiba dan teman-teman
seperti biasa kebiasaan di rumah, molor dari waktu yang telah mereka janjikan. Hmmmm…HI
banget! Walhasil kami breafing tanpa juri setelah menyiapkan gedung.
Hampir pukul 11 malam, aku yang
terserang lelah dan kantuk terbangun mendengar suara Andika tepat di ruangan
samping kamarku, tempat yang biasanya kujadikan ruang kerja dan arena bermain
anak-anak. Kudengar mulai gaduh dan aku terbangun. Rio dan Andika membawa enam
orang bersamanya yang hanya Sari dan Imran yang begitu kukenal, Ica, Radit,
Fiqih dan Fikar, masing-masing tidak sering kuajak berkomunikasi. Preambule nya
tidak terlalu lama, breafing kami lakukan lalu badan kami istirahatkan.
Pagi, siang, sore, magrib..berlalu
dengan lelah penat, sakit di semua sendi badanku. Namun itu terbayar lunas. Kegiatanku
secara umum kami kategorikan sukses. Gedung pemuda membludak, sesak dengan
antusias peserta. Lomba demi lomba digelar, keringat bercampur bau badan tidak
lagi dimasalahkan, ketegangan demi ketegangan terlihat, menanti juara, menanti
akhir. Kami, panitia dan juri melakukan yang terbaik. Menang dan kalah telah
diputuskan diakhir, mereka berbahagia, sebagian kecewa, sebagian excited,
sebagian tidak mengira, sebagian menangis haru, bahkan sebagian melayangkan
protes, dan semua kurangkum dalam senyum bahagia.
Sekali lagi, aku bahagia
mewujudkan harapan-harapanku dan melibatkan orang-orang di sekitarku, baik yang
kukenal maupun tidak kukenal. Aku bahagia memberikan kesempatan bagi banyak
anak-anak yang tidak pernah diberi ruang untuk menunjukkan dirinya, aku bahagia
karena semua siswaku berbahagia dengan perhelatan ini. Aku bahagia karena
membagi kebahagiaan ini dengan semua orang.
Dan berita bagusnya,
kebahagiaanku tidak berhenti sampai di situ. Disela-sela semua kebahagiaan akan
segala yang kulakukan bersama teman-teman di English Home, aku menemukan kembali
#rumah.
Rumah, sejak rumaHi digagas, Rio
tidak berhenti memintaku menulis tentang rumah. Aku selalu mau, memulai
tulisan, merangkai kata, tapi aku tidak pernah berhasil mengakhirinya. Aku selalu
tidak tahu bagaimana menyatukan semua ingatanku sekaligus rasa yang kulalui di
rumah. Rasanya, kata-kata menjadi terlalu miskin untuk menggambarkan semua yang
telah kudapati di rumah. Perbincangan mengenai rumah adalah perbincangan yang
tak pernah habis, dan masing-masing penghuni punya porsi sendiri yang sepi dari
pendapat orang lain. Aku dan komrad yang sering sejalan pun, tidak jarang
berdebat tentang konsepsi rumah yang kami harapkan.
Dan English Olympic kemarin,
tiba-tiba membawaku pulang, langsung menuju rumah. Mereka yang datang, kuundang
sebagai juri membawakan rumah padaku dua malam dua hari itu. Waktu yang sempit
dan agenda yang padat.
Kami tidak pernah betul-betul
membicarakan rumah atau membicarakan kegiatannya, hampir semua yang kami
bicarakan, adalah tentang English Olympic, tentang segala buah semangat para
praktisi pendidikan di Bone untuk mendapatkan piala, tentang miskinnya semangat
lomba yang hanya diukur dari menang dan kalah,semua tentang English Olympic
yang kami genap bersepuluh bersama komrad tertawai, rinci, callai, dan ini yang
tidak kutemukan lama sekali. Dan tiba-tiba aku menemukannya berkilo-kilo meter
dari tempat rumah itu sesungguhnya. Dua malam ini membawaku jauh beberapa tahun
silam. Kita dirumah ini selalu saling menertwawai, saling maccalla, selalu saling mengejek, saling mangodo’, bahkan sesekali menyikut sembunyi-sembunyi untuk dapatkan
pujaan hati.
Untuk Fikar, Sari, Icha, Fiqih, Radit,
sebagai penghuni tetap rumah hari ini…begitulah rumah yang sering kita
bicarakan. Kita tidak terhalang sekat apapun untuk saling menerima lalu terbuka
menghadapi satu sama lain. Seringlah bertemu di luar kampus, di sana lebih akan
terbangun #rumah yang akan kalian temukan sendiri, definisikan sendiri dan
suatu hari akan kalian rindukan.
Terimakasih untuk kalian yang
datang jauh-jauh untuk English Olympic, dan terimakasih telah membawa rumah
beserta kalian.
Ibu Nhytha
9 Mei 2012
#lelahnyamasihterasa
...dan semoga begitu adanya.
BalasHapusmudah2an di #rumah sikap mereka bisa seperti itu sama seperti ketika mereka di bone, heheheheheh
BalasHapus