Kami Memberinya Nama "Rumah"...


Akhirnya desain dan lay out brosur ini selesai juga. Meski ukurannya sebenarnya kecil, kertas A4 dibagi tiga, tapi untuk menyelesaikannya lumayan lama dan menghabiskan banyak energi untuk mencari inspirasi. Maklum semenjak memutuskan untuk lanjut kuliah perasaan sudah jarang atau bahkan hampir tidak pernah lagi berurusan sama corel draw. Bahkan karena agak tidak yakin apakah masih bisa mendesain, maksudku bisa menghasilkan desain yang menarik minimal untuk standarku yang sangat standar dan tentunya disenangi sama yang punya proyek ini, hehehe…ibu nhytanya mahatma, beberapa hari yang lalu saya sudah menghubungi Harry El Tampanovic, nantilah kita bercerita tentang beliau, untuk membantu saya mendesain dan lay out proyek pertama ini. Saya mulai dengan memintanya mendesain logo dan dikerjakannya meski seperti yang sudah kuutarakan kepadanya setelah melihat hasil desain logo, bahwa desainnya kurang kiddy padahal segmen produk ini untuk anak-anak. Ah tidak seperti biasanya sepertinya dia kurang antusias alias konsentrasi, tapi saya memahami kalo dia sedang mengalami masa-masa yang seharusnya sudah dia rasakan beberapa tahun yang lalu..hahaha..anak muda…. peace Harry ! Karena ini kerjaan yang tidak boleh ditunda maka terpaksa dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan coba mengingat-ingat lagi bagaimana biasanya imajinasi kusatukan dengan gerak mouse dan kemudian diramu dengan “rasa” dan akhirnya bisa tertidur pulas karena rasa itu sudah mengatakan “klop” setelah biasanya mesti berganti berkali-kali. Untuk kebiasaanku tidak puas dengan sudah saya buat, saya kira ibunya mahatma juga yang paling bisa menceritakan bagaimana ia sering agak kesal dengan keterlambatan desain hanya karena ada bagian kecil yang kurang sreg bagiku dan akhirnya mempengaruhi keseluruhan desain. Dan kalo ini terjadi saya akan mampu berlama-lama didepan layar cembung PC ini. Dan itu terjadi subuh tadi, setelah mulai mendesain dan me lay out brosur/leaflet yang ukurannya tidak seberapa besar ini sejak jam 10 malam pas liat jam di hp wah ternyata sudah jam 2 subuh dan kalian tau desainnya belum selesai karena masalah-masalah diatas mulai karena baru memulai lagi sampai berusaha tampil maksimal. Akhirnya saya memilih tidur saja karena pagi-pagi sekali harus kuliah. Dan desainnya belum selesai padahal ibu direktur … hahaha … sudah mempressure. Tapi saya yakin sore hari setelah pulang kuliah pasti selesai dan tentunya memuaskan, sekali lagi standarnya seperti yang saya jelaskan diatas. Dan betul desain dan lay out selesai setelah magrib sebelum ke mandala krida nonton konser Outloud. Yah lumayan memuaskan. Buktinya saya berani mempublishnya di facebook. Eh kalo anda memperhatikan gambar anak kecil dihalaman depan sebelah bawah kiri, itu fotonya maha waktu berumur sekitar 7 ato 8 bulan. Awalnya mau pake gambar hasil browsing tapi saya pikir wajah maha tidak kalah lucu dari gambar-gambar anak-anak yang ada di mesin pencari manapun. Tapi ini tanpa izin si maha, meski belum sempat minta maaf langsung tapi paling tidak sudah kuungkapkan di komen facebook gambar yang ku tag ke ibu nhytanya, mudah-mudahan ibu nhyta memberi tahu mahatma.
O ya, leaflet ini untuk promosi dan sosialisasi sebuah lembaga kursus bahasa inggris yang kami beri nama English Home. Kami? Iya ini proyek kelurga kecil kami selanjutnya. Ide membuat English Home ini sebenarnya sangat mendadak meski ide untuk membuat lembaga pendidikan atau tepatnya sekolah itu sudah sering kami reproduksi dan menjadi salah satu impian dan bahan pembicaraan favorit setelah mengantar mahatma ke peraduan. Bahkan yang kecil-kecil sudah pernah kami buat. Tahun 2008, sesaat setelah menikah dan saya harus membawa ibunya mahatma ke Kendari karena saya terlibat dalam program salah satu NGO disana, kami sempat membuat kursus bahasa inggris kecil-kecilan untuk murid sekolah nenek kendarinya mahatma tapi tidak bisa bertahan lama karena akhirnya kami harus balik ke Makassar karena saya di PHK dari NGO itu tanpa babibu. Waktu memutuskan untuk kuliah lagi dan ibu nhytanya mahatma beserta maha memutuskan tinggal di Bone, kami sempat juga membuat kursus kecil bahasa inggris lagi untuk anak-anak dekat rumah tentunya secara gratis. Jadi kalo akhirnya ada ide membuat lembaga yang lebih formal sebenarnya hanya menggenapkan apa yang sudah dimulai.
Kenapa saya bilang ide ini mendadak? Jadi begini, ibunya maha sejak akhir tahun lalu mulai bekerja di sebuah lembaga kursus bahasa inggris di Bone. Awalnya ia mendaftar dan diterima sebagai tenaga pengajar. Namun beberapa bulan kemudian ia ditawari untuk menjadi semacam manager (manager dalam bahasa inggris adalah pengatur. Dan posisi ini harus dimaknai harfiah sebagai pengatur, jangan dimaknai semacam bos hehehe) karena manager sebelumnya harus pindah ke daerah lain. Setelah melalui bebrapa macam pertimbangan akhirnya posisi itu diterima ibunya maha. Beberapa bulan lumayan berjalan lancar. Sampai akhirnya beberapa bulan kemarin pemasukan lembaga kursus mulai berkurang karena macam-macam sebab dan singkat cerita si empunya bimbingan ini memberikan sinyal kalo bimbingan itu akan segera ditutup padahal murid masih lumayan banyak. Dan memang katanya logika yang dipake sang pemilik sangat sederhana dan menjengkelkan menurutku. Jadi kalo selama hampir satu tahun dan pemasukan mulai berkurang maka lembaga itu akan ditutup dan membuka bimbingan baru di daerah lain dan terus berulang seperti itu. Dengan asumsi bahwa selama hampir satu tahun bimbingan itu atau tepatnya pemiliknya sudah mengambil keuntungan besar. Jadi visi pendidikan tentunya bullshit dengan logika kerja seperti ini. Bulan 5 ini si pemilik sudah akan menutup bimbingan itu dan asetnya sudah akan dijual. Nah awalnya kita mau membeli brand nya tapi setelah dipikir lebih baik membuat yang baru dan kita bebas menentukan model pembelajaran dan bebas berinovasi tentunya dengan visi yang “memanusiakan” …hehehe.. tetep ….
Kenapa English Home? Kami berdua selalu tertarik dengan istilah rumah (home bukan house). Meski tidak selalu, tapi rumah selalu mengingatkan kami untuk pulang. Pulang dari rutinitas yang membuat lupa kalo kita harus tetap tersenyum, pulang dari obsesi-obsesi penuhanan kehendak, pulang dari hingar bingar yang hampa (kalo ini mengutip Jenny). Rumah itu bisa berbentuk seperti yang anda huni sekarang tapi ia bisa juga justru ada dalam diri kita masing-masing dan sering kali jarang kita jamah atau sekedar mengetuk pintunya dan kemudian berpamitan untuk pergi lagi…ya hati kita. Hehe… untuk ini kami berdua senang sekali mendengar bait-bait lagu di dua OST. Sembilan Naga yang sempat kontroversi itu. Pulang yang dinyanyikan Dee Lestari dan Pulang ke Hatimu yang dinyanyikan oleh Shera. “Karena hanyalah hatimu rumah terindah, ku kan pulang tunggu aku di depan pintumu…telah letih jalanku dan terasa berat ku kan pulang ke hatimu rumah terindah…” keren kan? Carilah link nya dan donlot paling enak didengar kalo lagi rindu-rindunya…
English Home ini akan kami buat seperti logika rumah tadi itu. Rumah yang selalu membuat kita ingin kembali dan kita bisa nyaman didalamnya. Membuat mimpi menjadi mudah digapai meski tidak mesti segera mencapai langit dan tentunya ia harus membuat kita tetap bergembira. Makanya tag line yang kami pilih itu Make English Easier and Fun. Rumah yang kami maksud tadi harapannya bisa membuat belajar menjadi mudah dan tidak membuat anak-anak mengernyitkan dahi dan harus berkompetisi dengan teman disebelahnya dan akhirnya senyum sangat susah diumbar..kami ingin belajar menjadi media untuk bergembira… kami tentu tidak ingin setiap waktu belajar datang kemudian si anak merasa sedang akan menghadapi “hukuman” seperti yang saya kira banyak dari kita rasakan sewaktu bersekolah dulu. Uh….banyak mimpi disini tentunya… doakanlah agar niatan ini bisa berjalan dan tetaplah menjadi pengingat bagi kami….

Sekali lagi saya minta maaf sama mahatma ku nda pamit-pamit menggunakan fotomu untuk tujuan komersil …  hahahaha….

Bantaran X Code
Setelah Outloud
Dinihari 9 April '11


Komentar

Postingan Populer