Jimbe


Setelah melihat video ini, agak tidak percaya kalo maha sudah bisa menabuh jimbe yang kuhadiahkan kepadanya sewaktu ulang tahunnya yang kedua Januari lalu. Tidak menyangka sama sekali kalo pukulannya sudah lumayan menghasilkan bunyi yang keras dan relatif bernada dan bahkan kata Hasbi, teman ibunya maha waktu di Teater kampus Unhas yang ahli perkusi,  kalo pukulannya maha sudah lumayan bagus tinggal temponya yang diatur. Haa..kaget saya waktu ibunya maha memberitau nasehat hasbi itu. Saya saja yang lumayan lama ingin bisa bukan pintar bermain jimbe sampe sekarang nda bisa-bisa padahal sejak tahun 2005, apalagi waktu Pijar Imaji masih aktif, hampir tiap hari bersentuhan dengan alat musik perkusi yang satu ini. Dan yang membuatku kurang percaya maha jadi lumayan bisa memainkan jimbe ini karena terakhir kali saya pulang ke Bone sewaktu liburan, seingatku dia tidak terlalu antusias memainkan hadiah ulang tahun yang sering disebutnya ‘dyam alias drum’ itu……….

-------------------
‘Dyam’ itu seperti yang kubilang diatas kubelikan untuk maha sebagai hadiah ulang tahunnya yang kedua. Sejak lama memang maha sering meminta dibelikan ‘dyam’ dan memang kami berdua juga sebenarnya sudah lama ingin membelikannya alat music perkusi. Kurang tau siapa yang lebih dominan keinginannya, apakah memang maha? Atao sebenarnya ini hanya keinginan atau lebih tepatnya obsesi kami dan lebih khusus lagi papa Bebinya ini karena dari dulu pingin bisa bermain alat perkusi tapi gak bisa-bisa maka maha lah yang diinisiasi dan mulai diperkenalkan dengan alat musik ini. Kuharap maha mulai meilih secara merdeka karena toh dia sudah bisa memilih dari banyak alternative permainan yang ia punya, mana yang paling ia senangi maka itu yang akan dimainkannya setiap saat. Nah tugas kami adalah mempersiapkan dan member pengantar awal terhadap berbagai variasi dan alternative permainan atau apapun yang bisa membawanya mulai terbiasa meilih dan memilah.
‘Dyam” itu sebenarnya hampir tak terbeli setelah sempat menanyakan harganya di malioboro. Tapi memang agak kurang tepat menanyakan barang seperti itu di malioboro karena memang harga disitu sebenarnya “lebih mahal” dibanding di tempat yang memang menjual barang-barang kerajinan. Tidak hanya alat music seperti jimbe, batik saja katanya sebaiknya kalo waktu relative lebih banyak mending ke Pasar Beringharjo selain relatif lebih murah pilihannya juga banyak. Ini kata orang loh ! mendengar harga yang diberikan oleh si penjual jimbe di malioboro yang ratusan ribu padahal untuk ukuran tengah, ciut juga nyaliku karena uang dikantong sepertinya seret untuk biaya ini itu selama kuliah. Maklum beasiswa ternyata sama sekali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan selain makan dan membeli buku. Tapi maha harus dibelikan apapun dan bagaimanapun caranya. Setelah tanya sana sini ternyata menurut seorang kawan sekelas bahwa di daerah menuju pantai parangtritis ada tempat pusat kerajinan namanya Pasar Seni Gabusan. Setelah mendapat info itu, maka diagendakan lah perjalanan menuju tempat itu di akhir minggu sebelum ulang tahun maha di awal Januari kemarin.
Seingatku hari itu hari minggu dan Indonesia sedang berada dalam euphoria kemenangan beruntun di ajang Piala AFC sebelum akhirnya bertekuk lutut dengan Malaysia. Makanya saat motor Aswin yang kami sayangi itu melaju menuju arah Parangtritis melalui Jl. Mataram kemudian menyusuri Jl. Katamso, salah satu yang jadi incaran ku adalah tempat-tempat penjualan kaos timnas, maklum saat itu kaos timnas menjadi barang langka. Euphoria sesaat, dan kaos itu juga untuk maha. Kami susuri jalan menuju parangtritis, lupa saya nama jalannya. Dari perjalanan itu juga, baru saya tau kalo Kampus ISI (institute seni Indonesia) Jogjakarta itu juga berada di poros jalan itu, beberapa kilo sebelum akhirnya kami menemukan Pasar Seni Gabusan.
Sebelum gerbang masuk, terdapat sebuah gamelan besar yang digantung tepat di pinggir jalan sebelum measuki kawasan pasar seni Gabusan. Masuk ke dalam suasananya sepi bahkan sanagt sepi. Dari mata kuliah Global Value Chain kutau kalo pasar seni itu memang hanya ramai di saat ada event-event tertentu. Setelah keliling-keling melihat-lihat berbagai macam kerjainan yang dipamerkan dan dijual akhirnya kami bertemu dengan yang kami cari, jimbe. Karena duit yang saya bawa sangat terbatas dan berdasarkan harga di malioboro, maka saya sudah berniat hanya menanyakan harganya saja dulu dan di waktu lain baru membelinya. Tapi lumayan kaget sewaktu si ibu penjualnya bilang harganya 40.000 rupiah, jauh lebih murah dari harga di malioboro. Tidak menawar lagi langsung sikat. Senangnya saat itu akhirnya bisa membelikan maha ‘dyam’.

-------------------------

Hahaha….video ini kuputar berkali-kali setelah berhasil diupload oleh ibunya maha dan kemudian kuunduh. Ini video ketiga yang dikirim berkenaan dengan hari ulang tahunnya Papa Bebi ini. Setelah mengagumi atraksi perkusi maha yang tidak cukup semenit namun membuatku terperangah itu, saya lalu terpingkal-pingkal dengan lirik yang dia nyanyikan sambil mengurangi volume tabuhan jimbenya…
Hapi betdey papa bebi…nda’ pulang-pulang… nda’ pulang-pulang dua ula (nda pulang-pulang dua bulan)..hahahaha …. maha .. maha … ada-ada saja dirimu. Selalu saja kau bisa mengaduk-aduk kegembiraan dan kesedihan Papa Bebi mu ini.
maha, terima kasih atas hadiah ucapan selamat ultah yang keren ini semoga tahun depan kita bisa merayakannya bersama-sama lagi. Hmmm, tetaplah berlatih karena Papa Bebimu sudah menyiapkan sesuatu untuk kita tampilkan bertiga. Natilah kita diskusikan peran masing-masing, yang jelas saat itu saya tidak perlu lagi sibuk mencari pemain jimbe karena ia kini sangat dekat denganku. Eh jangan lupa kalo sudah agak sakit menabuh jimbe berhentilah sejenak regangkan otot-otot tanganmu yang masih kecil, lemah dan imut itu.
Rindu kalian berdua.

Setelah poge’ mendonlot, mendesain
Bantaran X Code
Sudah tanggal 11 April ‘11

Komentar

Postingan Populer