Mahatma Cukur Rambut
Saya selalu senang melihat
rambut anak laki-laki kecil yang oleh kedua orang tuanya dibiarkan panjang tapi
tetap teratur alias tidak acak-acakan. Karena kesenangan itu, saya sebenarnya
selalu berniat membiarkan rambutnya maha panjang, dan bahkan niatanku itu sudah
beberapa kali kuutarakan ke ibunya maha dan pada dasarnya ia setuju-setuju
saja. Mungkin salah satu daya tarik yang membuatnya dulu jatuh cinta ke
bapaknya maha karena rambut gondrongnya…hahahaha…..
Rambutnya maha memang
seringkali kami biarkan panjang tapi tak pernah betul-betul panjang. Bagaimana
bisa panjang, karena sedikit agak lebat saja maka kritik akan datang dari semua
penjuru. Nenek dari kedua belah pihak, beserta tante-tante yang seringkali
membuat maha menangis karena metode kritik mereka yang lebih cenderung
mengejek. Meski pun mereka hanya bercanda.
Sebenarnya kami tak bakalan
terlalu peduli kalau ketidaksetujuan hanya datang dari orang-orang terdekat
kami, tapi masalahnya ketidaksetujuan itu datang dari pemilik rambut, mahatma.
Dia tak pernah betul-betul setuju dengan ide memanjangkan rambut. Kalaupun
sampai rambutnya agak panjang atau tepatnya lebat, itu hanya karena dia selalu
takut ke tukang cukur.
Karena ketidaksetujuan maha
dengan rambut panjang juga yang membuatnya tak begitu suka dengan model
rambutku yang seringkali kubiarkan gondrong, apalagi selama menyandang status
mahasiswa lagi. Beberapa kali ia mengeluarkan ultimatum keras kalau saya tak
boleh pulang baik ke Jogja atau ke Bone kalau rambutku belum dicukur. Ultimatum
itu bukan sekedar peringatan biasa karena ia akan terus memburu seperti kutukan
jika ultimatum itu tak diindahkan. Dan kalau begitu pilihan satu-satunya yah
rambut harus segera dicukur.
Nah, untuk urusan ke tukang
cukur, maha punya beberapa pengalaman yang lebih sering membuatnya agak
paranoid. Saat ke tukang cukur, atau beberapa kali tukang cukurnya yang ke
rumah, maka maha pasti akan menangis sejadi-jadinya saat gunting rambut sudah
menghabisi sebagian rambutnya. Dan saat seperti itu, tentu tak mungkin menyuruh
si tukang cukur berhenti karena akan lucu jadinya. Maka mau tak mau kami
membiarkannya menangis sepilu-pilunya. Bahkan suatu waktu, maha sampai kencing
celana dan membasahi kursi tukang cukur kompleks Antara Makassar. Pokoknya
cukur rambut adalah momok menakutkan bagi maha, tapi tak berarti maha suka
dengan rambut panjang.
Beberapa minggu lalu, maha
meminta cukur rambut. Selain karena rambutnya yang mulai lebat, ia juga lagi
senang dengan model rambut jambul a la Cristiano Ronaldo. Setiap selesai mandi,
ia meminta hair stylernya, yang tak lain adalah ibunya untuk membuat sisiran
rambutnya jadi jambul. Saya sendiri diawal-awal kalau maha meminta style itu
selalu gagal karena referensiku saat kecil hanya rambut klimis belah samping a
la Harmoko..hahaha…
Setelah beberapa kali
menjanjikan, akhirnya beberapa pagi lalu, kami berempat (saya, ibunya maha,
maha, dan aira) bermotor ke salon langganan di Watampone. Saat tiba, maha
menjadi pelanggan pertama. Ia langsung didudukkan di atas mainan motor yang
memang sengaja disiapkan untuk tempat cukur anak-anak. Ide cerdas! Saya
dipercayakan memegang maha dan mengalihkan perhatiannya. Di awal, mata maha
sudah mulai berkaca-kaca, tapi karena kepiawaianku mengalihkan perhatiannya
hingga akhirnya pagi itu adalah kali pertama maha cukur dan tak menangis.
Horee…dan yang paling penting obsesi style rambut jambul diamini oleh si penata
rambut dan jadilah gel tebal membentuk jambul yang membuat maha tak kalah keren
dari David Beckham…hahahaha….dan pagi itu diakhiri makan nasi kuning bersama.
Indahnya!
Selalu senang dengan
kisah-kisah sederhana seperti ini…
Watampone, 11 Juni 2012
At English Home Office
Komentar
Posting Komentar