curcol pagi
Kapan aku merasa kosong? waktu berjalan, dunia berputar dan
aku berdiri memandang seolah yang terjadi di depanku adalah episode-episode
yang hanya boleh kutonton. Semua berkelebat tapi tetap teratur, semua menoleh
tapi tidak juga tersenyum. Lalu aku berdiam diri merasa akulah satu-satunya
orang paling bebas tanpa tekanan namun ternyata sejenak berpikir, ternyata
tidak sesuatu membelngguku dalam kebebasan ini dan ironinya akulah yang menjadi
hantu atas diriku. Akulah yang tidak bebas atas kebebasanku. Wah…apa ini??? Entahlah…mulaima
sede’ pusing!!
Tapi hampir sebulan ini aku dipenuhi dengan banyak kerjaan,
mencoba mengatur waktu agar tidak menegasikan maha dan segala yang
dibutuhkannya padaku. Aku senang dengan pekerjaanku yang bergelut dengan
anak-anak, pendidikan, kreativitas dan inovasi. Aku senang dengan diriku yang
terkuras untuk kuberikan pada orang lain, walau beberapa kali aku terlalu
memaksakan diri. Namun, inilah pekerjaanku yang tidak rutin. Saat kosong seperti
ini, tiba-tiba aku ingin berada dalam sebuah rutinitas kerja yang orang lain
legitimasi sebagai the real job. Sesuatu yang begitu aku takuti. Tapi kadang
terpikir
“ kenapa saya tidak coba kerja kantoran?” entahlah! Jawabannya
bukan tidak mau, aku mau kerja, tapi aku memilih yang cocok. Hal ini mungkin
bisa kusangkutpautkan dengan obrolan bersama mama dan K heri beberapa hari kemarin
yang ternyata menganggapku terlalu santai menjalani hidup.
“kamu tidak cukup berusaha” begitu katanya dan seolah
menamparku bertubi-tubi. Seperti biasa, aku hanya tersenyum dan tidak ingin
membela diri. Tapi kali ini, aku agak terpukul, karena perbincangan seperti ini
telah lama tidak kami lontarkan secara seriu, apalagi sejak aku punya
penghasilan yang cukup dan kerjaan yang menyibukkanku di english home. Setelah perbincangan itu, semalaman aku
terserang gelisah dan berujung bengkak dimataku di keesokan paginya. Aku menangis,
dan aku tiba-tiba lupa kapan terakhir kali aku menangis, lama sekali. Dan ini
kali pertama setelah sekian lama, aku menangis. Aku mengasihani diriku yang
telah bekerja keras dan ternyata tidak dianggap cukup berusaha.
Aku mungkin tidak peduli jika yang mengatakannya adalah
orang lain tapi, mereka adalah dua orang yang secara nyata melihatku bekerja
keras demi melanjutkan hidup kursusanku. Yang justru tidak pernah memberiku
libur bahkan dihari minggu, di saat-saat tertentu. Orang lain, mungkin bisa
menilaiku segampang itu, aku terima. Toh aku memang tidak pernah kelihatan
sibuk, aku keluar rumah untuk bersenang-senang bersama maha, menikmati sore,
berjalan-jalan. Aku tidak pernah kelihatan “serius” bekerja. Dan sejauh ini,
aku bangga dengan semua itu. Tapi, mama dan K heri, dia melihatku berjibaku
setiap malam di depan laptop, bergumul dengan printer, bertikai dengan buku dan
pulpen di setiap perbincangan sore. Mereka tahu, aku berpikir tak henti untuk
terus memajukan semua yang kupunya. Aku tidak berhenti menggali ide di semua
waktu saat mataku terbuka. Dan mereka tahu itu. Dan mererka mengatakan padaku “
kamu tidak cukup berusaha” !!!! ini sungguh tidak adil.
Apakah aku marah? Tidak, aku hanya kecewa, ternyata mereka
tidak sepenuhnya paham dengan apa yang kuyakini. Mereka tidak sepenuhnya
mendukung pilihanku. Selebihnya, aku paham betul, kalimat itu terlontar karena
mereka begitu menyayang kami, terlebih maha. Dan mereka mungkin menganggap kami
tidak cukup kuat untuk mengatasi masalah kami dengan penghasilan yang mungkin
segitu-segitu saja menurut mereka. Aku selalu bilang
“kenapa mereka berpikir “tidak cukup” sementara kami sudah
mengatakan “cukup”. Aku lagi-lagi tidak menyalahkan mereka. mereka toh sama sekali tidak pernah sekalipun
menangkap ketakutan di wajahku saat ekonomi kami sedang “seret2nya” sementara
maha dengan semua inginnya dan kebutuhannya membutuhkan lebih banyak
pundi-pundi. Tapi, aku lebih-lebih tidak akan pernah mengeluh kekukurangan. Untuk
yang satu itu, aku selalu punya tempat yang pas untuk mengeluhnkannya. Hehehehhe…kedengarannya
dramatis.
Tapi tidak…komrad selalu tahu membuatku tidak terpuruk
karena gundah yang berlebih. Sudahlah, kami sudah tahu resiko, paham akan
tanggung jawab. Dan tolak ukur itu, akan membuat kami bergerak. Caranya mungkin
berbeda. Lagi-lagi, tidak apalah. Ini hanya tulisan untuk menenangkan pagiku
yang dua hari ini cukup amburadul. Hitung-hitung curhat….
Ibu nhytha
14 juni 2012
#makanpisangmandar
Komentar
Posting Komentar