Yuk, NgeJogja!

NgeJogja, kata ini tiba-tiba saja mampir di kepalaku beberapa pagi lalu. Meski tiba-tiba tapi ia bukan tanpa sebab. Ia sebenarnya merupakan buah dari kekesalanku akan sesuatu yang sering kulakukan, paling tidak dua tahun kebelakang, namun sekarang jarang sekali kulakukan. Di beberapa pagi yang lalu itu, tiba-tiba seperti beberapa pagi yang telah lewat, saya merasa kesal dan marah pada diri sendiri karena tak bisa, atau tepatnya benar-benar malas, untuk menulis atau membuat postingan untuk blog. Padahal di dua tahun kebelakang, tepatnya waktu masih berkuliah di Jogja, saya benar-benar produktif menulis untuk blog, membantu menerjemahkan artikel dan sesekali menulis opini untuk sebuah media on line gerakan yang diasuh oleh seorang kawan, dan tentu tugas kuliah yang bejibun saat itu. Dan yang terpenting, itu semua sering sekali saya lakukan di pagi hari.
……………………..
Pagi di Jogja selalu menarik dan inspiratif bagi saya. Menarik karena pemandangan yang disuguhkan, khususnya pemandangan masyarakat urban khas Jogja yang tinggal di bantaran Kali Code, setiap pagi selalu bisa menjadi cerita dan refleksi baru. Dan tentu inspiratif karena setiap pagi ada saja yang berhasil kutulis dari ide yang berseliweran secara acak di depan pemandangan pagi Jogja. Mungkin karena sensasi itu sehingga saya menjadi salah satu yang tercepat bangun pagi di kosan yang memang terletak di bantaran Kali Code yang masyhur itu. Satu-satunya penghuni kost yang selalu lebih dulu bangun pagi dari saya adalah Iqbal. Mahasiswa Teknik UGM asal Kalimantan ini hampir tak pernah absen shalat subuh berjamaah di mesjid yang jaraknya kira-kira 20 meter dari kosan.
Setelah shalat (yang selalu tak lagi terlalu) subuh, meski tak selalu, saya lebih memilih untuk melakukan beragam aktivitas. Biasanya saya lari-lari kecil sambil mengitari kosan, kebetulan saya berada di lantai 2, hingga ke lantai paling atas dan menikmati pemandangan Jogja. Ah, saya kurang piawai mendeskripsikan keindahannya. Tapi pujian ini cukup beralasan karena beberapa teman yang berkunjung ke kosan dan naik ke lantai 2, yang juga merupakan pusat peradaban di kosan ini, pasti mengutarakan kekagumannya setelah melihat pemandangan super realis yang disuguhkan. Saya juga sesekali memilih rute yang agak jauh untuk berjalan kaki di pagi hari. Dari kosan saya menuju jembatan di sebelah selatan kosan (lupa saya namanya) kemudian menuju daerah kota baru dan putar menuju perempatan Gramedia Sudirman lalu terus menuju Kampus UII Cik Di Tiro yang bersebelahan dengan Bank BRI kemudian menyusuri kios-kios buku di Shoping Terban yang masih pada tutup dan kembali ke kosan. Tapi aktivitas yang tak pernah alpa kulakukan tentu adalah aktivitas di depan komputer.
Setiap pagi, setelah membuka dua akun media sosial yang kumiliki dan mengucapkan selamat buat mereka yang berulang tahun atau  hanya sekedar membalas komentar si kawan di statusku kemarin, seperti sebuah keharusan kalau saya harus menulis sesuatu yang lebih sering akan berakhir indah di halaman blog keluarga kecilku. Dan itu rutin kulakukan sejak mulai kuliah di Jogja. Dan aktivitasku ini dipermudah karena kosan kami memiliki layanan internet Speedy selama 24 jam yang kami bayar secara kolekan tiap bulan.
Nah, untuk kebiasaan ini sebenarnya muncul tidak magical sifatnya ada kondisi material J yang melandasinya. Jadi saat mulai berkuliah, saya dan dua kawan seperberangkatan ke Jogja untuk lanjut S2, Wawan dan Aswin, punya semacam peraturan kalau selama seminggu kami harus punya minimal satu postingan di blog dan siapa yang melanggar maka hukumannya lumayan berat tapi tak usah kusebutkan disini. Sejak itu kami benar-benar giat menulis apa saja dengan cara dan genre masing-masing. Tidak cukup sampai disitu, kami juga selalu berbangga jika berhasil mendandani blog kami dengan fitur-fitur baru dan kemudian kami kabarkan ke seluruh penghuni kosan. Benar-benar bergairah! Selalu ada kepuasan jika tulisan salah satu dari kami tiba-tiba saja sudah nangkring di dinding Facebook dan banyak komentar disana. Dan sekali lagi itu semua rutin saya dan teman-temanku itu lakukanDan payahnya ketika Jogja kembali jauh secara fisik semua kebiasaan itu ikut memudar dan semakin jauh kutinggalkan. Kemarin, saya dan Ibunya maha coba membandingkan produktivitas menulis kami selama masa-masa di Jogja. Dalam dua tahun itu, ratusan tulisan yg jadi. Sementara, sejak akhir 2012 hingga kini sepertinya tak lebih dari 50 tulisan. Benar-benar payah dan menjengkelkan!
………………………….
Beberapa pagi lalu ketika kata “NgeJogja” itu mampir dikepala, saya lalu mengubah settingan aturan nama profil twitterku dengan Yuk, NgeJogja! Beberapa kali saya juga ngetwit atau memperbarui status dan mencantumkan ajakan itu. Beberapa teman bertanya apa saya mau ke Jogja, bahkan seorang kawan sambil bercanda mengatakan kalau akun twitterku itu seperti akunnya Duta Tour. Awalnya saya tak mengerti yang dimaksudnya tapi beberapa waktu kemudian saya baru ngeh kalau Duta Tour itu nama agen travel tempat saya dan Aswin sering membeli tiket pulang kampong atau sekedar tanya-tanya harga tiket dengan kode limangewu (hahaha…pasti ada yang tertawa membaca kode ini).
Saat ditanya perihal apakah saya akan ke Jogja, saya lugas saja menjawabnya kalau dalam waktu dekat sepertinya tidak meski sudah sangat rindu dengan kota itu. Saya juga berjanji akan membuat postingan untuk menjawab (seolah-olah) pertanyaan beberapa orang tentang NgeJogja. Dan malam ini saya bela-belain menuliskannya. Jadi NgeJogja itu adalah proyekan pribadi saya untuk kembali menggiatkan kebiasaan menulis di pagi hari. Dan secara lebih dalam, Yuk NgeJogja itu merupakan ajakan (minimal bagi saya sendiri) untuk kembali melakukan hal-hal yang baik dan produktif seperti yang saya dan beberapa teman lakukan di Jogja dulu. Jadi bagi saya NgeJogja itu merupakan kata kerja, sama seperti ngeteh yang berarti meminum teh. NgeJogja itu bisa berarti melakukan kebaikan-kebaikan karena bagi saya (atau minimal yang saya alami), Jogja menjadi kata lain dari kebaikan serta inspirasi-inspirasi yang kini banyak kuterjemahkan menjadi sesuatu yang lain di kota tempat saya bermukim kini. Jadi, Yuk NgeJogja tak lain adalah ajakan menuju kepada kebaikan-kebaikan serta inspirasi dan tentu cita-cita yang baik itu.  Dan bagi saya, mengikuti ajakan ini sama dengan mengamini ajakan menuju kebahagiaan-kebhagiaan yang sederhana seperti yang sering sekali saya rasakan di banyak pagi di kota keren itu.

Selalu berterima kasih untuk semua sudut kota Jogja dan benar-benar marah saat Ungu mengurangi kehusyukan lagu Yogyakarta nya Kla Project!

Yuk NgeJogja!

Bapakmahasuar

Komentar

Postingan Populer