Harapan itu Bernama Suar Asa Benderang
Di menit-menit
terakhir sebelum kelahirannya, kami sepakat untuk memberinya nama Sabda. Tak
seperti saat menunggu kelahiran anak pertama, kali ini kami –saya dan Ibunya
maha- tak begitu cepat diberi inspirasi untuk nama si kecil kami yang kedua
ini. Pun ketika USG terakhir memperjelas bahwa ia laki-laki. Saat menunggu maha
lahir dulu, jauh-jauh hari kami telah sepakat untuk memberinya nama Mahatma dan
berikutnya kami tinggal memikirkan sambungannya hingga akhirnya kami sreg dengan Mahatma Ali El Gaza.
Setelah mencari
inspirasi kesana kemari, berdoa dan berharap diberi petunjuk melalui medium apa
saja, saya memang mentok pada kata Sabda. Bahkan saya sudah punya sambungan
nama setelahnya tapi tak usahlah kusebut disini. Yang pasti nama ini telah memenuhi
standarisasi kami: punya visi, progresif, bernilai do’a, inspiratif dan tentu
keren. Tapi kami –khususnya saya- belum benar-benar yakin dengan nama ini
seperti yakinnya kami dengan nama maha empat tahun lalu. Padahal kelahiran si
kecil tinggal menghitung jam. Entah apa, tapi saya seperti sedang menunggu
“takdir” yang lain!
Beberapa hari
sebelum hari kelahiran si kecil, saya pernah mengirim pesan singkat ke seorang
kawan yang telah kuanggap seperti saudara. Isi pesannya mengabarkan kalau
Ibunya maha sebentar lagi akan melahirkan anak kedua. Dan saya meminta
diberikan inspirasi untuk nama adiknya maha. Namun seperti biasa ia tak
langsung memberi respon. Di malam saat saya berada di Rumah Sakit menemani
Ibunya maha yang keesokan paginya akan menjalani operasi cesar, saya kembali
mengirim pesan singkat buat si kawan ini. Saya mengabarinya kalau dalam
beberapa jam kedepan Ibunya maha akan lahiran. Tak berapa lama ia memberi
jawaban, “semoga dimudahkan semuanya, sudah nemu nama buat si kecil?” Saya
tersenyum membaca pesan singkatnya. Segera kujawab, belum dan bertanya apa ia
ada ide? Tak lama ia kembali membalas pesan singkatku, “oke, saya akan bantu
mencari nama buat si kecil.”
Setelah Suar sudah berusia 3
bulan lebih, tulisan ini tak kunjung usai dan hari ini kembali kubuka filenya
dan rencananya akan segera kutuntaskan. Sikat Jhon!
Lanjut cerita, Senin, 6 Mei 2013, sekitar pukul 11 pagi akhirnya si
kecil lahir. Saya menyaksikan sendiri ia dibawa keluar dari ruangan operasi
oleh salah satu dokter dan kemudian dibersihkan di ruangan khusus oleh dua
suster yang bersamaku menunggu kelahiran si kecil. Proses operasi berjalan
cukup lama namun semuanya akhirnya berjalan dengan baik. Saya tak perlu
bercerita tentang minimnya pelayanan untuk kami yang memilih layanan gratis yang
disediakan oleh Negara karena Ibunya maha beberapa bulan lalu sudah
menuliskannya dengan sangat menarik tentunya di blog kami.
Saat si kecil sudah lahir, sms dari si kawan juga tak kunjung tiba.
Kembali kuberi ia kabar kalau si kecil sudah lahir. Tapi juga belum ia balas.
Saya pada dasarnya yakin kalau ia pasti akan memberi nama yang baik buat si
kecil, dan itu tentu tak mudah sehingga ia perlu diberi waktu untuk berpikir.
Nah, yang bermasalah karena semua orang yang datang berkunjung di hari
kelahiran si kecil sudah pada bertanya siapa nama atau minimal panggilan si
kecil. Dengan sangat terpaksa, awalnya kami memanggil si kecil dengan panggilan
yang kami rencanakan, Sabda.
Karena masih penasaran si kawan tak juga memberi kabar, kembali ia
kukirimi pesan singkat kalau sejak awal kami berencana menamai si kecil dengan
nama Sabda dan tinggal mencari sambungannya. Tak begitu lama akhirnya si kawan
member balasan. Seperti yang kukira, karena ini pengalaman pertamanya memberi
nama maka ia harus berpikir keras, tak semudah saat ia begitu luwes menuliskan
lirik buat lagu-lagu ben-benannya. Ia pada dasarnya setuju dengan nama Sabda
tapi ia menyarankan agar nama itu berisi harapan, semangat, pesan agar tak
menyerah, menjadi inspirasi bagi yang lain dan seterusnya. Ia lalu memberi
beberapa kata seperti Asa, Suluh, Suar, Benderang, Terang, dan beberapa kata
lain yang tak kuingat lagi. Mengamini penjelasannya, tak sabar kuminta lagi ia
untuk merangkainya saja. Saya sendiri sudah merangkai nama dari kata-kata itu.
Sesuai yang kukira, si kawan akhirnya memberi nama Suar Asa Benderang.
Tak kuingat persis tafsir yang ia beri untuk nama ini apalagi pesan singkat
yang ia kirim saat itu sudah terhapus. Yang jelas, nama ini serupa harapan
bahwa si kecil akan menjadi pelita atau suluh yang tak berhenti menyalakan
semangat dan optimism dan memberi kabar kalau di ujung sana akan selalu ada
kebahagiaan-kebahagiaan sederhana setelah penat dan lelah akan kesungguhan
bekerja dan berusaha.
Selain karena asbabunnuzul dan
tafsir nama ini sangat reflektif, saya juga senang dengan pilihan kata yang
semuanya memakai kata berbahasa Indonesia seperti senangnya saya mendengar
lagu-lagu Efek Rumah Kaca, Payung Teduh, Melancholic Bitch dan beberapa band
lain yang dengan cantik memilih dan merangkai kata kemudian menjadikannya
sebagai “senjata” bagi karyanya. Dan pantaslah jika Felix Dass menyebut music
sebagai senjata jika mendengar karya-karya mereka ini.
Dan berikutnya adalah harapan bahwa si kecil kelak akan benar menjadi salah
satu yang berada di barisan orang-orang yang teguh membawa kabar gembira dan
harapan bagi yang lainnya, Amin.
Sekali lagi, Terima Kasih Oom Farid
Bapakmahasuar
Watampone, 17 Agustus 2013
sudah kuduga om farid yang memberi nama Suar. :)
BalasHapustebakan yang tepat...hehehe...
BalasHapus