Dari Ma’had ke Ma’had: Catatan Perjalanan Dua Hari di Bone dan Sengkang (Bagian 2)

Di hari kedua, anak-anak bangun cukup pagi. Suar sudah relatif lebih fit. Sebelum meninggalkan hotel, kami menikmati breakfast hotel dulu. Karena jatahnya hanya untuk tiga orang, jadi maha mesti mengalah dan mengikuti ibunya cari sarapan dekat hotel. Tapi ternyata mereka berdua hanya menikmati gogos dan telur rebus yang diberikan seorang ustazag di Bilae kemarin. Setekah tuntas sarapan, kami lalu beranjak melalui jalur Anabanua menuju Pesantren Daarul Mu’minin As’adiyah yang terletak di Desa Doping Kecamatan Penrang.

Menurut seorang ustazah di pesantren Ujung, jalanan kesana lumayan rusak. Dan betul saja. Setelah melalui jalanan besar yang cuku baik selama setengah jam kami lalu belok menuju Doping. Dan subhanallah selama kurang setengah jam berikutnya kami melalui jalanan rusak yang dipenuhi baliho caleg. Salah satunya senior saya dulu di kampus. Doa saya semoga salah satu saja dari mereka terpilih dan berinisiatif memperbaiki jalan tersebut. Tapi anehnya ketika memasuki desa Doping yang merupakan ibu kota kecamatan, jalan jadi mulus dan dalam sesaat kami lupa bahwa barusan melewati jalur super mengocok perut.

Tak lama setelah bertemu jalanan beraspal mulus, kami diinformasikan oleh google map kalau kami sebentar lagi tiba di pondok yang hendak kami tuju. Tapi anehnya karena gerbang pesantren tepat di samping kami. Kami memilih mengabaikan arahan google. Dan belok kiri masuk ke area pondok yang sangat luas. Di sebelah kiri ada pos tapi tak berpenghuni. DI belakangnya ada bangunan masjid yang seperti sedang ada dirasah. Karena dari toa terdengar ada pengajian dari seorang ustaz dengan dialek jawa kental. Pikir saya, oh di pondok ini juga ada ustaz lulusan pesantren di Jawa seperti di pondok saya dulu.

Kami berhenti sebentar untuk menghubungi seorang ustaz dan bertanya kami harus kemana. Bangunan di pondok ini lumayan terpisah jauh angara satu dengan lainnya. Kalau jalan kaki lumayan berkeringatlah. Area yang belum dirikan bangunan dan masih dipenuhi rumput pun masih banyak. Kami lalu diarahkan ke sebuah bangunan yang berada di area yang agak berbukit lurus dari arah gerbang dan belok kiri sedikit di ujungnya. Bangunan itu dihuni pimpinan pondok, termasuk Ustaz Amir yang menyambut kami pagi itu. Beberapa kamar juga jadi asrama santri.

Setelah menikmati jalangkote dan panada serta secangkir teh, ditemani oleh para asatiz ibunya maha menuju sebuah ruang kelas untuk bertemu pengurus forum santri. Tak lama saya menyusul ke ruangan itu ditemani Suar untuk mengambil beberapa dokumentasi foto dan video menggunakan kamera Canon milik PSGA yang memang kami bawa. Setelah puas mengambil dokumentasi pertemuan, saya juga mendokumentasikan beberapa bangunan dan tentu anak-anak yang sedang santai main hp menunggu ibunya. Soal dokumentasi dengan Canon ini, ada cerita naas tapi natilah diceritakan Hahaha.

Selama mengambil dokumentasi pertemuan, saya juga menjadi pendengar beberapa penjelasan atau jawaban yang diajukan para santri atas pernyataan atau pertanyaan yang diajukan ibunya maha yang berdiri di depan kelas yang diatur dengan bentuk letter U. Beberapa masih malu-malu seperti yang saya temui di Bilae kemarin. Tapi satu dua lumayan lugas menyampaikan jawabannya. Saya senang mereka menjelaskan tentang kategori kekerasan dan keterampilan-keterampilan dasar yang mesti mereka miliki. Di depan meja mereka dipajang beberapa poster kampanye anti kekerasan dan perundungan yang mereka desain sendiri. Senang deh melihat anak-anak yang punya usaha untuk belajar sejak dini.

Menjelang zuhur, ibunya maha balik dari pertemuan dan kembali ke gedung tempat kami tiba diawal. Setelah itu, kami disajikan makan siang luar biasa di kamar yang disediakan khusus untuk tamu. Harusnya jika dikabarkan lebih awal, kami bisa langsung menuju pesanten ini dari Pesantren Al Ikhlas. Dan bisa menginap disana. Jaraknya juga lebih dekat dibanding jika kami berangkat dari Sengkang. Tapi apa boleh buat. Karena hp lobet jadi kami tak bisa berkabar.

Desa Doping terkenal dengan oleh-oleh udang, kata ibunya maha. Makanya wajar jika siang itu kami disuguhi berbagai aneka hidangan seafood. Ikan dengan segala macam olahan, cumi hitam, udang dan kepiting. Sambalnya juga mantap. Anak-anak sangat lahap. Tak seperti biasanya. Di sela makan, Ustaz Amir datang menemani kami. Dan mengkonfirmasi beberapa hal yang jadi pertanyaan saya. Soal pintu gerbang ternyata google tak salah. Sebelumnya pintu gerbang memang terletak agak lebih didepan dari pintu gerbang sekarang. Tapi sudah tak digunakan. Soal ustaz yang membawakan dirasah ternyata memang dari pesantren di Jawa. Mereka mengabdi di pesantren ini selama beberapa waktu setelah lulus dari pondok. Ia juga bercerita kalau dapat jodoh seorang ustazah ketika ia mengabdi di pondok pesantren As'adiyah Sengkang. Dan kini mereka berdua menjadi pembina dan pengajar di pondok pesantren ini.

Setelah shalat zuhur dan dijamak dengan Ashar kami memutuskan untuk segera beranjak. Membiarkan diri menikmati kasur di kamar yang disediakan bisa membuat agenda kacau balau. Saya yang mencoba itu langsung diserang hahaha.  Setelah menyelesaikan urusan administrasi kegiatan, kami langsung menuju mobil ditemani Ustaz Amir yang memberikan kami sekota styrofoam berisi udang sebagai oleh-oleh. Sungguh senang dengan sambutan Ustaz Amir dan asatiz lainnya. Dan suasana pondok yang asri dengan ilalang tinggi disana sini, sebuah kolam ikan membuat kami merasa ini jadi liburan yang menyenangkan. Saya sendiri sangat menikmati melihat para santri yang balik dari masjid menuju asrama. Membuat saya teringat masa lalu. Semoag bisa kembali lagi kelak dan bisa nginap di pondok ini. Kami harus kembali menyusuri jalanan rusak tapi kali ini kami sudah mulai menikmatinya.

Kota Sengkang sedang dinaungi mendung saat kami tiba dan hendak menuju Pesantren As’adiyah Pusat yang terletak di Jalan Veteran Sengkang. Pesantren ini jadi  yang terakhir kami kunjungi dalam lawatan ini. Kmi memasuki gerbang pesantren tak lama setelah shalat Ashar. Kami dijemput seorang Ustazah yang langsung mengantar kami kedalam karena Rekah mesti pipis. Saya sebenarnya agak enggan mau masuk apalagi tau kalau kami akan ke area asrama putri. Belum lagi maha menggunakan celana pendek yang memang harusnya tidak boleh masuk sesuai aturan yang tertera di pintu masuk area asrama.

Tapi kami tetap masuk dan betul saja, para santri putri merasa aneh karena ada tamu yang masuk dan bercelana pendek. Karena juga merasa risih, setelah Rekah pipis, kami segera kembali ke mobil dan memutuskan untuk mengeksplor kota Sengkang.

Tujuan pertama kami ke Sallo Mall. Dibekali petunjuk google map, dalam beberapa menit kami sudah berada di parkiran mall. Dan masuk ke lantai satu mall. Tak ada yang terlalu menarik jadi kami segera keluar setelah membeli roti O dan es krim. Tujuan kami berikutnya adalah alun-alun Lapangan Merdeka Sengkang yang bersebelahan dengan Masjid Agung Ummul Quraa Sengkang.

Saat tiba di parkiran masjid dan hendak bermain di lapangan yang terletak di seberang jalan, hujan rintik-rintik mulai turun. Setelah menunggu sedikit, akhirnya kami ke lapangan juga walaupun Suar tak terlalu berminat karena sepertinya suhu badannya kembali naik. Setelah menemani Rekah berlarian sebentar di lapangan dan berfoto bersama di area O KM Sengkang, saya mengambil mobil dan bersama anak-anak kembali ke Jalan Veteran. Kebetuan ibunya maha juga mengabari kalau pertemuannya sudah selesai.

Dari pesantren, kami lalu ke sebuah warung palekko yang terletak di depan Kantor Kemenag Kab. Wajo. Kata Ibu Rosmini, pimpinan Ibunya maha di PSGA, palekko di tempat itu juara. Itu sebabnya kami memutuskan membungkus seporsi palekko untuk kami bawa pulang. Tak perlu menunggu lama karena ada pesanan yang tak jadi diambil oleh si pemesan jadi kami tak mesti lama menunggu. Dari sana kami kembali ke jalan Poros Anabanua. Mencari toko kain sutera untuk bingkisan yang dititip Ayu yang akan diberikan ke seorang diplomat yang hari sebelumnya jadi narasumber di sesi zoom. Kami sebenarnya diberi rekomendasi nama toko tapi karena ada beberapa toko yang kami lewati, akhirnya memutuskan dsinggah di salah satunya saja. Lupa nama tokonya. Tokonya cukup besar jadi kami yakin stok dan modelnya pasti banyak tersedia. Di mobil, ibunya maha bertanya berapa alokasi dana yang dianggarkan untuk beli kain yang akan dijahit jadi kemeja lengan panjang ini. Saya jawab 200 ribu per meter sesuai info dari Ayu.

Saya dan ibunya maha lalu turun dari mobil dan anak-anak tetap di mobil. Seperti biasa yang dapat tugas bertanya adalah ibunya maha. Kami sempat video vcall dengan Ayu untuk memastikan pilihan warna dan motif. Singkat cerita, kami cari yang berwarna dominan hijau dan harga agak mahal. Tapi yang termahal rata-rata 200 ribu atau 250 ribu. Dan itu sudah untuk ukuran satu kemeja. Sekitar 2,5 meter. Tak ada lagi yang lebih mahal. Ada yang 400-an tapi ada batik di motifnya dan kurang menarik. Setelah memastika berkali-kali bahwa tak ada lagi yang lebih mahal, kami akhirnya membeli satu tanpa menawar. Padahal bapak ibu disebelah kami sibuk menawar. Hehehehe.

Dari situ kami menuju warung Bakso Pahawan. Seperti namanya, warung ini terletak di Jalan Pahlawan. Nah warung ini ditemukan sendiri oleh ibunya maha beberapa waktu lalu saat berkegiatan di Sengkang. Kami tiba di warung ini menjelang magrib. Setelah menyantap bakso untuk makan malam, kami lalu beranjak menuju Makassar melalui jalur Bulu Dua Soppeng Barru. Jalur yang telah lama kami rencanakan untuk melaluinya tapi tak pernah kunjung jadi. Dan ini di malam hari serta hujan pula. Sungguh sebuah tantangan. Tapi Bismillah, kami gas kan!

Sesaat sebelum meninggalkan warung Bakso Pahlawan, seorang alumni HI Unibos yang berdomisili di Wajo menghubungi saya via WA. Riri namanya. Dia bertanya apakah masih lama di Sengkang dan ingin bersua. Saya memberi kabar jika kami sudah hendak pulang ke Makassar dan akhirnya kami janjian untuk bertemu di jalur yang kami akan lewati. Dia menunggu kami di Ulugalung, begitu tertulis di WA nya. Saya mengira tempat yang ia sebut itu masih agak jauh jadi kami terus melaju saja dan melewati gerbang Kota Sengkang. Sudah sekitar 10 menit kami melewati gerbang, Riri bertanya dimana keberadaan kami sekarang via hp ibunya maha karena hp ku mati total.

Ternyata kami sudah melewati tempat yang ia sebut. Ia lalu menunjukkan tugu Ulugalung dan Indomaret tempat ia menunggu. Ternyata tempat itu hanya berjarak beberapa meter dari gerbang Kota Sengkang. Ia lallu meminta kami menunggunya. Kami berhenti di sebuah tempat yang namanya saya lupa. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ia tiba. Saat itu, hujan mulai turun meski tak terlalu deras. Riri memberikan ke kami sekantong bingkisan berisi penganan. Dan setelah bercakap sebentar, ia memohon diri untuk jalan duluan.

Kami lalu melanjutkan perjalanan. Saat itu, waktu isya sudah berlalu seingatku. Dalam hati saya agak getar juga berangkat di malam hari seperti itu. Tapi sudah kepalang tanggung. Jalan saja terus sambil berdoa semoga semuanya baik-baik saja.

Kendala utama yang kami hadapi selama perjalanan adalah jalanan yang super rusak. Meski di beberapa bagian kami juga sering mendapati jalanan yang sangat mulus. Tapi itu biasanya tidak berlangsung lama. Setelahnya rusak lagi. Dan disaat mendapati jalan mulus, kami bersorak bahagia. Tapi sebaliknya ketika kami mendapati bagian yang rusak lagi, seisi mobil akan bersorak kecewa. Hehehe. Ini terjadi sebelum mereka terlelap tentunya. Kendala kedua, tentu kami tak bisa agak cepat sebelum melewati percabangan yang menuju Kota Soppeng atau Bone. Jadi kami harus benar-benar memastikan tidak melewatkan arah yang tertera di papan petunjuk yang alhamdulillah tersedia di semua percabangan. Dan yang lain soal teknis seperti lampu mobil Ayla yang dalam kondisi seperti ini sepertinya kurang cukup terang.

Sekitar pukul 10 malam, anak-anak kebelet pipis dan kebetulan kami melewati tempat yang menjual jipang. Nah soal tempat ini, ada cerita khusus. Jadi sejak kami masih di wilayah Wajo, ibunya maha bilang nanti ada itu tempat penjual jipang yang enak. Posisinya di sebelah kiri jalan, lumayan ramai dan toiletnya horor. Jadi di sepanjang jalan maha dan Suar selalu bertanya atau menebak tempat yang sesuai kategori yang dberikan ibunya. Sampai ketika mereka sudah tidak awas, bahkan kami sudah melewati tempat itu sedikit lalu ibunya agak teriak dan yakin kalau itulah tempatnya. Karena sudah lewat sedikit, kami akhirnya berhenti di kios sebelahnya yang lebih kecil. Sekalian pipis. Ibunya maha masuk ke kios di sebelah tempat yang pernah ia singgahi itu dan memastikan kualitas jipangnya sama dan kemudian membelinya.

Tempat kami singgah sepertinya sudah berada di area bulu dua dan tak berjarak jauh dengan tugu perbatasan dengan Kabupaten Barru. Saya agak panik dalam hati ketika melewati area ini karena angin berhembus cukup kencang dan ditambah kabut yang lumayan. Untung hujan tak turun deras. Dalam hati saya tak berhenti merapal doa semoga tak ada apa-apa di perjalanan. Yang bikin khawatir juga karena tak banyak mobil yang lewat. Banyak bagian juga tak ada rumah. Jadi kalau dari kejauhan ada lampu mobil, sangat membahagiakan.

Setelah melewati banyak kelokan dan menunggu-nunggu kapan berakhir, akhirnya kami tiba di jalan poros menuju Makassar sekitar jam 11 malam. Ibunya maha sempat menawarkan diri untuk menggantikanku bawa mobil, tapi sya pikir tanggung. Dan tak lama mereka semua terlelap. Dan kami alhamdulillah sampai di rumah saat sebentar lagi berganti hari.

Perjalanan memang selalu punya sendiri-sendiri dan ceritanya masing-masing. Semoga kita sehat selalu untuk perjalanan-perjalanan berikutnya.

BapakmahaSuarRekah, 25 Desember 2023

Komentar

Postingan Populer