Menonton Jatuh Cinta Seperti di Film-FIlm

Hampir setiap pagi, setelah shalat subuh yang tak subuh-subuh banget, maha belakangan selalu punya agenda nonton kontennya Ernest di Youtube yang membahas film. Termasuk saat Ernest mengundang Nirina, Ringgo Agus dan Yandy Laurens membahas film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film beberapa waktu lalu. Seperti yang mungkin kalian sudah ketahui, Ernest menjadi salah satu produser di film ini setelah sebelumnya memproduseri film Ngeri-Ngeri Sedap dibawah panji Imajinari. Beberapa sesi wawancara dengan cast lain di konetn yang lain juga sudah kami tonton bersama-sama. Dari sana kami bersepakat untuk segera menontonnya. Apalagi setelah beberapa testimoni kawan-kawan baik melalui story media sosial atau secara langsung. Tapi karena agenda yang sok dipadat-padatkan, kami menetapkan waktu nonton Selasa kemarin.

Awalnya, di agenda nonton kali ini, kami tidak akan mengikutsertakan Suar dan Rekah. Seperti biasa, kami khawatir mereka berdua tidak akan menikmati film ini. Apalagi ini genre film yang penuh percakapan dan hitam putih pula. Selasa pagi, saya dan ibunya maha menyepakati itu. Toh, di rumah juga masih ada mama dan Puang Ana yang bisa menjaga mereka berdua. Untuk jadwal nonton, awalnya kami bersepakat untuk nonton di jam 14 lewat. Tapi setelah saya pikir-pikir kalau nanton di jam, durasi saya berada di kampus terlalu cepat. Karena saya biasanya ke kampus tak lama sebelum azan zuhur berkumandang jika tak ada sesi ngajar pagi hari. Akhirnya jam nonton kita pindah kan ke sore hari pada pukul 16.30. 

Jam 3 sore, ibunya maha dengan tim utuh berangkat dari rumah. Suar dan Rekah akhirnya ikut serta karena mereka tak rela kami berbahagia bertiga saja…Hahaha. Dan tiba di depan kampus sekitar sejam setelahnya. Karena ada sedikit insiden keributan di kampus, mereka saya minta menunggu saya di area luar kampus depan gerbang pintu masuk.

Seingatku, ini kali kedua kami nonton berlima lengkap. Kali pertama Rekah kami ikutkan saat nonton filmPetualangan Sherina 2 beberapa waktu lalu. Saat itu, kami sudah bersiap siaga jika Rekah banyak aksi tambahan atau bahkan meminta keluar dari studio di 15 menit pertama. Tapi kami keliru, Rekah ternyata ikut menikmati film tersebut. Tapi itu kan film musikal. Beda dengan yang akan kami nonton kali ini. Jadi kami tetap siaga.

Kami tiba di parkiran Mal Panakkukang jam 4 kurang. Dan langsung menuju Studio 21 untuk membeli tiket. Awalnya saya sudah menginstal aplikasi pembelian tiket agar lebih mudah tapi karena aplikasi tersebut terkoneksi dengan aplikasi dompet digital tertentu yang tidak saya dan ibunya maha pakai akhirnya ibunya maha tetap mengantri ria. Antrian lumayan panjang saat kami tiba, tapi saya pikir di hari kerja tak akan terlalu banyak yang nonton film segenre JCSDFF. Tapi saya salah. Saat tiba di depan loket, ibunya maha memanggil saya untuk memilih kursi. Yang tersedia tinggal kursi di jejeran H dan seterusnya. Itu artinya lumayan dibawah. Tapi karena diyakinkan oleh petugas loket tiket kalau itu tak dibawah-bawah amat, akhirnya kami membeli lima tiket, H9-H13.

Setelah tiket aman, kami ke lantai atas untuk shalat Asar dulu dan setelah selesai kami langsung membeli camilan dan minuman untuk anak-anak lal ke depan studio 3 ikut menunggu studio dibuka bersama yang lain. Tak lama menunggu akhirnya studi dibuka dan kami segera masuk dan menempati kursi sesuai yang tertera di tiket. Saya di kursi H13, di samping saya maha, lalu Suar, rekah dan Ibunya maha di ujung. Dengan posisi tempat duduk seperti ini hampir dipastikan kalau Rekah mau pipis maka yang mengantarnya pasti bukan saya hahahaha. Tapi ni tentu tidak saya rencanakan. Baru saya sadari setelah sudah duduk.

Sambil menonton beberapa trailer film yang akan tayang beberapa waktu kedepan, saya berusaha beradaptasi dengan posisi duduk yang lumayan dekat dengan layar itu dan mencari posisi duduk yang tepat agar bisa menikmati film yang mendapat banyak apresiasi ini. 

Saat film sudah dimulai, ada keributan kecil antara Suar dan maha. Tipikal keributannya. Rebutan sumber daya mirip elit-elit begitu. Tapi karena sumber dayanya masih se level popcorn dan minuman dingin, jadi bisa ji segera diredam. Dan saya kembali fokus. 

Karena sudah memiliki beberapa informasi tentang film ini, saya menyangka bahwa tidak akan terlalu banyak kejutan. Begitulah konsekuensi terlalu kepo sebelum nonton. Tapi itu tidak membuat saya lalai. Saya tetap bersiap dengan kejutan yang bisa datang kapan saja. Meski demikian, saya tetap kecolongan. Karena penuh dengan dialog yang berisi, scene-scene yang mengundang gelak tawa, akhirnya saya terbawa ritme film dan sungguh terperanjak ketika kejutan itu datang. Kaget memang tapi membahagiakan. Dan scene terakhir ditutup dengan gelak tepuk tangan.

Kali ini Rekah tak menonton hingga akhir. Mungkin setengah jam sebelum film berakhir, ia sudah terlelap di kursi samping ibunya. Di menit-menit awal ia sempat meminta maha minggir dan memilih duduk di sampingku dan meminta saya memakaikan sweater ERK yang saya kenakan ke tubuhnya. Kedinginan katanya. Tapi itu tak bertahan lama. Tak ama, ia kembali ke samping ibunya.

Sejak kecil, anak-anak sudah dekat dengan kultur menonton pertunjukan. Teater, konser hingga film. Dan yang paling membahagiakan dari kebiasaan menonton itu adalah ruang bercerita yang tercipta setelahnya. Senang sekali mendengar mereka berusaha menceritakan apa saja yang telah mereka tonton dan rasakan baik sebelum selama dan setelah menonton.

Setelah shalat magrib, makan malam, kami ke area parkir untuk pulang dan kembali menemui seorang cleaning service yang sore tadi membantu kami menemukan tempat parkir. Ia masih sedang membantu orang yang kesulitan mencari tempat parkir saat kaca jendela mobil saya buka dan memberinya selembar uang sebagai bentuk terima kasih. Ia tersenyum dan saya membalasnya lalu berlalu menuju pulang.

Bapak MahaSuarRekah, 13 Desember 2023






Komentar

Postingan Populer