Untuk ingatan yang payah…

Saya seorang pelupa. Dan itu bukanlah prestasi. Tapi bukan juga sebuah virus yang jika orang tahu akannya, dia akan bergidik kasihan. Pelua diantara kita lebih sering ditanggapi sebagai sebuah tindakan yang bodoh dan ceroboh. Yang jarang diahadiahi reaksi marah, paling maksimal hanya mendapat gelengan kepala dan atau sedikit kesal. Tapi belakangan, tiba-tiba aku naik kelas atau jika ini kanker, aku mungkin sedang berada di pelupa stadium 2. Dan itu mulai membahayakan.
Aku sering lupa mengambil kunci motor setelah berhenti dan meninggalkannya. Tapi, siapa yang tidak pernah? Mirisnya, dalam beberapa minggu terakhir ini saya lebih dari 4 kali tidak ingat atau tidak tahu dimana kunci motor terakhir kuletakkan. Di pertengahan minggu kemarin, saya akhirnya memanggil tukang duplikat kunci yang ternyata pekerjaannya tidak semudah yang kupikir, untuk membuat kunci motor baru setelah ssehari semalam kunci itu tidak ketemu juga dan komrad akdirnya menikmati pete-pete lagi dalam 5 tahun belakangan mungkin. Baru dua hari setelahnya, kunci motor itu ditemukan di jaket adekku yang ternyata kupakai pagi itu ke pasar. Parahnya, samapi kasus ini terbogkar, saya tidak bisa ingat pernah atau tidak saya memakai jaket itu.
Beberapa hari setelahnya, kami sedang bersibuk ria di Benteng Somba Opu di event MIWF. Tiba-tiba saya tercekat, menyadari tas berisi laptop yang sesadarku kuberi pada komrad untuk dipegang tidak ada di sekitar kami. Korad berlari panic, memeriksa tempat terakhir laptop itu diletakkan. Tidak ada. Suara saya sempat meninggi karena seingatku komrad yang memegag tas itu, dan perihal utamanya adalah laptop itu baru dua hari kami beli. Saya berlari kencang menuju tempat terakhir lain yang saya sendiri datangi tanpa komrad, teryata tas beserta laptopnya sedang duduk manis di selasar-selasar chapel di gedung F sendiri. Artinya saya yang membawa benda itu ke sini, dan lagi saya tidak bisa menyusun ingatan bahwa saya pernah memegang tas itu setelah kuserahkan pada komrad. Komrad menggeleng dengan sedikit emosi. Saya Cuma bisa cengar-cengir tanpa rasa bersalah sambil mencoba menyusun ingatan. Dan tak juga kutemukan.
Keesokan malamnya, masih di benteng di tengah hiruk pikukmanusia yang mulai ramai. Kami datang, hamper ashar. Dan menikmati semua suguhan MIWF malam terakhir itu. Dan malam mulai menua, saat saya menyadari bahwa saya tidak mengambil kunci motor. Lagi. Saya berjalan cepat dan panic meninggalkan ana dan komrad yang mungkin mulai marah di belakangku. Kuperiksa motor masih ada. Saya lega dan saya tahu kunci itu aman di tukang parker.
Tiba-tiba saya merasa ada yang salah dengan ingatan saya. Saya mulai marah pada diri sendiri tapi sisi lain dalam diri sayamencoba menolak. Jadilah malam itu menjadi malam yang kulalui dengan pergulatan sendiri akan ingatan. Dan beberapa hari berlalu,insiden kecil masih terjadi. Saya lupa jumlah rakaat sementara sedang shalat, saat mandi, saya lupa apakah saya sudah menyikat gigi atau tidak, saya lupa sudah memberikan garam atau tidak pada sayur yang sedang saya masak. Dan saya lupa mematikan kompor. Dua malam berturut-turut. Saya membiarkan kompor menyala. Di malam pertama, ana menemukan kompor sedang menyala dan kemungkinan itu sudah cukup lama. Tidak mungkin suar, tidak mungkin maha. Mereka belum bisa menyalakan kompor. Maha mungkin bisa, tapi dia tidak seberani itu. Tertuduhnya hanyalah saya, dan lagi. Saya lupa kapan saya pernah ke dapur dan menyalakan kompor di malam hari. Semua aktivitas memasak saya, biasanya berahir di siang hari. Tapi, itu terjawab keesokan harinya. Saat komrad menemukan kompor menyala. Dan saya baru ingat, saya menyalakan obat nyamuk bakar menggunakan kompor dan lupa mematikannya.
Lalu saya ingat, saat mahasiswa dulu, ada moment dimana saya sering lupa sesuatu. Sampai-sampai karena keceerobohan itu, saya menghilangkan empat buah ponsel di tahun pertama saya kuliah. Saat ponsel masih begitu mahal dan keempat-empatnya kudapatkan dari hasil mengemis pada tante-tante dan om-omku. “aggenoi hempommu” teman-teman di TKU, hanya mengatakan itu saat mereka tahu kalau saya lagi-lagi kehilangan handphone.
Saya kesulitan mengingat nama dan wajah orang. Menjadi masalah, karena rumah ini sekarang menjadi tempat yang sering dikunjungi orang-orang baru. Yang sekedar datang untuk belanja, atau datang untuk berbagi cerita. Apalagi jika mereka muncul sesekali, saat itulahotak saya bekerja keras. Mengingat suara, mengingat percakapan, mengingat tempat dan benda.
Sampai kemarin, saya belum mencari tahu via Om Google apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya. setauku, lupa bukanlah penyakit. Tapi menurut Ana, adalah gejala dari penyakit, dimensia, apalah namanya, sejenis pikun di usia yang masih muda. Saya mulai khawatir, mulai mengingat-ingat segala jenis penyakit ingatan yang sering kuliat di film-film. Untuk itu, saya mulai menulis lagi.  Hingga hari ini, saya menjalani hidup yang menakjubkan. Saya hanya tidak ingin ada bagian-bagian yang terlupa. Sekali lagi untuk itu saya ingin menulis lagi. Saya akan.

Mei 2016
ibumahasuar

Komentar

Postingan Populer