Entrok…..

Saya  bahkan tidak tahu apa itu entrok, sampai saya membacanya. Satu-satunya alasan membelinya karena nama penulisnya yang tidak asing Okky Madasari, pemenang ajang paling bergengsi dalam dunia sastra di Indonesia, Penghargaan sastra Khatulistiwa. Untuk novel maryam. Namun  yang paling utama sebenarnya  karena ia dibandrol dengan harga 20ribuan saja. 
Entrok dalam bahasa Indonesia adalah BH atau lebih dikenal dengan bra atau jaman dahulu di sini orang tua menyebutnya kutang. Entrok dalam novel ini menjadi sebuah benda  penting karena menjadi cikal perjalanan dan kekuatan seorang perempuan miskin yang berlatar di Pulau Jawa di sekitaran beberapa tahun setelah kemerdekaan. Entrok dalam cerita ini adalah embrio atas kisah demi kisah yang hidup  dalam perempuan bernama Sumarni.
 Sumarni muda merasa iri dengan saudara sepupunya yang memamerkan entrok padanya. Sebuah kain, tidaklah banyak namun punya pengait dan yang paling penting mampu menahan dua buah di dadanya yang semakin hari semakin menggembul. Namun sayang. Entrok adalah barang mewah saat itu, tidak ada yang memilikinya selain istri istri juragan atau anak-anak gadisnya.
Sumarni akhirnya membangun mimpi kecil, ia ingin memiliki entrok. Dimulai dari menjejali pasar ikut ibunya menjadi buruh di jualan-jualan orang. Tapi sayang, perepuan kala itu hanya dibayar dengan bahan makanan, tidak pernah mereka diberi uang. Dia mulai melirik kerja para kuli lelaki yang dibayar dengan uang. Dari situlah, Marni memiliki penghasilan.  Dan dari uangnya Marni sudah bisa memiiki entrok. Tapi, pasar terlanjur mengenalkan Sumarni dengan banyak hal, dengan dunia jualbeli dengan dunia bisnis, dunia kerja, dan tentunya mimpi yang lebih besar. Untuk hidupp lebih baik, lebih layak. Marni mulai mengumpulkan uangnya lalu mulai bakulan sendiri. Membeli sayur di pasar dan berkeliling kampung, awalnya menjual sayur lalu menjual panci dan kebutuhan lainnya, cicilan keliling kampong. Semakin lama dia semakin punya banyak langganan semakin punya banyak simpanan, punya banyak harta. Dia hidup layak bersama suami dan anaknya.
Lalu apa yang menarik dari cerita ini? Toh banyak perjuangan perempuan lain yang lebih dramatis. Pertama, latar 1950-1960an yang diambil Oky menurutku tergambar dengan jelas dan gamblang.  Gambaran kehidupan di bawah totalitarian dan militerime Orde Baru terperinci dengan nyata. Kaitan siklus kehidupan ekonomi, social dan budaya dan politik digambarkan jelas tanpa keluar dari kehidupan yang berat di tahun-tahun itu. Banyak novel yang mengangkat sejarah sebagai latar ceritanya, sedikit yang berhasil karena menggunakan itu sebagai tempelan semata, tapi Oky dalam Entrok tidak, justru menghadirkan suasana itu di depan mata kita. Dengan telanjang.
Kedua, oky menegaskan keberpihakannya terhadap perempuan sebagai tonggak ekonomi rumah tangga di masa-masa itu. Jauh sebelum kita berteriak menasipasi. Sumarni, ibunya, dan beberapa teman yang juga menjual di pasar aalah perempuan dan terbukti bukan hanya  ikut membantu perekonomian keluarga tetapi sebagian besar adalah tulang punggung keluarga. Lelaki pada saat itu, hanya memilih pekerjaan jasa yang mengandalkan tenaga, seperti kuli dan buruh bangunan. Sementara istri-istrinya berusaha untuk mengepulkan dapur mereka.
Ketiga, peran utama perempuan dalam keluarga berbanding terbalik dengan keterundukannya pada strata sosial. Pada omongan masyarakat, apalagi jika berhubungan dengan suaminya. Hal ini juga dibahas matia-matian dalam novel ini. Sumarni dan perempuan lainnya  di masa itu rela untuk tidak memiliki suami sepenuhnya.Keempat, praktek suap oleh aparat desa, kecamatan keluarahan dan  khususnya oleh militer dilukiskan dengan sangat cantik. Mulai dari iuran-iuran, sumbangan-sumbangan, uang keamanan sampai uang kampenye.
Penggambaran kehidupan sosial, kehidupan bertetangga dari tahun ke tahun, dari Pemilu ke Pemilu juga tidak luput dari kisah ini. Pergeseran tenaga manusia oleh pabrik, pergeseran produk local dengan produk impor, pergantian sepeda dengan motor seterusnya oleh mobil, juga bisa kita dapatkn dengan jelas dalam karya ini. Kelima, Oky juga meramu kepercayaan terhadap leluhur yang kental bahkan masih tersisia hingga kini dengan kemuculan agama yang baru merambah pelosok saat itu. Pertentangannya juga menjadi penting karena menjadi benteng utama antara hubungan Sumarni dan anak semata wayangnya, Rahayu.
Kisah Orde baru tentunya tidak luput dari cerita tentang PKI. Tentang bagaimana PKI menjadi momok sekaligus senjata bagi yang memegang kuasa.  Betapa takutnya orang menjadi atau bahkan dicap PKI, betapa satu mulut saat itu sangat berbahaya hanya jika mengucapkan nama yang dikaitkan dengan PKI. Sumarni yang telah menggapai mimpinya, bukan hanya mampu mebeli satu entrok tapi bisa memiliki mobil, sawah, kebun, berhektar dan tentunya rumah yang megah, melewati perjalanan panjang peristiwa. Segala yang diupayakannya mulai satu persatu hilang saat suaminya meninggal dan ernyata meninggalkan sitri dan anak lain, saat tebu tidak lagi menjadi komoditi utama di desa itu, berujung saat ia mendapati anaknya menjadi tahanan politik dan enggan dinikahisiapapun karena memiliki KTP bercap Eks seperti yang dimiliki anggota PKI dan keluarganya.
Kisah ini bermula dari sebuah entrok yang  berakhir panjang dan sedikit miris untuk sebuah KTP

Mei 2016
ibumahasuar

Komentar

Postingan Populer