Sempitnya cinta dalam Melajang Menjalang….
Lama tidak membaca novel, setelah
mendapatkan satu dua jam waktu saat
menunggui maha di sekolah, akhirnya aku bisa mengisi waktu itu untuk membaca.
Bukan sok sibuk, namun aktivitas di rumah terlampau banyak, dan membaca menjadi
aktivitas yang sulit kulakukan. Karena biasanya lima menit membaca, ngantuk
mulai menyerang. Novel ini dipinjamkan om Bayu sebalum berangkat ke Jawa.
Judulnya Melajang Menjalang. Ditulis seorang mahasiswa Unpad jurusan Hukum,
Bagja Pratama.
Novel ini mengangkat tema yang
umum diangkat dalam novel-novel pop. Cinta. Berpapar tentang kehidupan seorang
perempuan. Kehiduapannya, adalah kehidupan sempurna secara fisik dan materi.
Tubuh yang indah, wajah yang rupawan dan harta yang melimpah. Tipikal perempuan khas dalam drama-drama
sinteron klasik, yang selalukekurangan cinta karena lahir dari kehidupan broken
home. Ayah ibunya berpisah. Kisah ini tentang pencariannya. Pencarian hidupnya
akan dirinya sendiri yang hilang, pencariannya akan cinta yang sejak awal
dikemas terlalu sempit oleh Mas Bagja.
Salah satu hal kecil menarik
dalam buku ini, penulis menamai tokohnya dengan nama Mesialuna yang berarti malam
yang bercahaya. Menurutku nama itu sangat keren. Memberi nama yang keren pada
seorang tokoh adalah pekerjaan sulit menurutku. Nah Luna mencari cinta dalam
petulangan kebebasannya bersama banyak lelaki. Tidak mengikat dirinya dalam
ikatan-ikatan yang dianggapnya konvensional bernama pacaran, merindu,
mencemburu. Baginya petualangannya berhenti hingga peluapan kebutuhannya secara
seksual. Dan ia menganggapnya sebagai hal yang manusiawi. Menganggapnya sebagai
kebutuhan yang harus ia penuhi tanpa harus terikat dengan hubungan yang lazim
dilakoni anak manusia. Ia melabrak norma, aturan, dan kelaziman dalam
masyarakat. Walau begitu, ini bukanlah hal yang luar biasa. Toh dalam kehidupan
kampus sekarang ini, karakter seperti itu marak menjamur. Dia tidak percaya komitmen, tidak percaya
pada keluarga, tidak percaya akan kehangatannya, namun untungnya dia masih
percaya dengan persahabatan. Menurutku itu yang tidak digali secara mendalam
oleh penulis. Kehadiran teman-temannya yang karib menurutku menjadi lubang
kecil dalam ketidakpeduliaanya akan hidup. Ia begitu solid pada kawan-kawannya,
nah ini menjadi celah yang menurutku tidak dilihat hingga membiaskan sosok yang
sudah ia ciptakan diawal cerita. Menurutku si Mesialuna, berada dalam
kekosongan yang setengah-setengah.
Perjalanannya menjadi mahasiswi
di dua kampus berbeda membuka pikirannya secara intelektual. Ia melihat banyak
realitas dalam dua kampus tersebut. Awalnya, pikirku Mesialuna akan bergelut
dengan proses belajar, berpikir, ala mahasiwa karena penulis menyentuh perlahan
mengenai ranah ekonomi politik di awal cerita. Mesialuna takjub berbicara
globalisasi, berbicara liberalisasi, namun tidak juga dikemas cantik dan
seperti kukatakan diawal, kehadiran selipan tema itu menurutku
mengganggu,karena tidak dibahas secara total dan sinkron. Kasarnya, terlalu
dipaksakan. Kehadiran bumbu-bumbu seperti pemunculan minat membaca Pram,
mengkaji sastra, sama,sangat dipaksakan. Dan memang hal itu risakn dilakukan
dalam penulisan novel pop. Namun beberapa yang menurutku pernah berhasil
mengemasnya, seperti Sabda Persemayaman, yang tuntas mengkaji filsafat dasar
dalam cerita cinta atau novel …oleh bagus Takwin. Keduanya berhasil memaparkan
kajian intelekstual yang mereka pilih
dalam cerita cinta yang asli ngepop. Two thumbs up pokoknya untuk dua
novel tersebut.
Nah..kembali pada Melajang
Menjalang. Mesialuna yang akhirnya kembali pada kehampaan hingga akhir cerita.
Ia tidak menemukan apa yang ia cari, menurutku sebuah taktik jitu dalam metode
penulisan cerita. Walau sebenar nya telah digambarkan secara tidaklangsung
bahwa perjalanannya sejak menjadi mahasiswi menjadikan ia pribadi yang lebih
kuat. Pertemuannya dengan beberapa lelaki, sedikit banyak mengubah pandangan
hidupnya dan pandangannya akan cinta. Ia melewatkan hidupnya yang harusnya
indah dengan melajang,menjalang, lalu melajang lagi. Ia hampa.
Namun diluar kekecewaanku membaca
novel ini, aku salut. si penulis kekeh menempatkan tokohnya pada jalur yang
tidak berbeda hingga akhir cerita. Dia konsisten terhadap karakter dalam
ceritanya. Dan tentunya salut karena ia bisa menghasilkan novel yang menemaniku
saat menunggui cintaku yang sedang belajar.
Lalu, mengapa kukatakan novel ini
begitu sempit melihat cinta. Sejak wal, cinta dalam novel ini telah dikotakkan
dalam hubungan dua insan manusia. Menutku tidak sedangkal itu. Cinta bukanlah
hanya cerita tentang hubungan dua pasang manusia, berkeluarga, memliki anak,
membesarkannya. Yah, cinta bukanlah apa yang kamu harus dapatkan dari kehidupanmu.
Kamu mungkin terlahir sakit, mungkin terlahir cacat, terkahir dari rahim ibu
pemabuk, ayah tukang judi, terlahir miskin atau terlahir dengan tragedi yang
mengharuskanmu tersungkur jatuh dan menjalangi hidup. Tapi cinta tidak sesempit
itu untuk kamu kutuki. Sesederhana saat kau membuka mata di pagi hari lalu
menyicip cahaya matahari yang redup terhalang mendung, sesederhana hirupan
nafasmu, sesederhana kau bersyukur atas hidupmu atas apa yang kamu berikan pada
orang lain untuk mereka bahagiai. Seberapa besar kau bersyukur, sebesar itulah
cinta yang kamu rasakan. That’s love. J
February, 12th
2014
#menunggui mahaku….
Komentar
Posting Komentar