“Jalanan” pertama maha

Ini bukan tentang kisah maha saat mulai berjalan, atau saat kedua kakinya telah kuat menopang badannya dan menapaki tanah, berlari, meloncat, bahkan sesekali ingin terbang. Cerita ini tentang, kisah maha yang akhirnya bertemu dengan jalanan

Jalan adalah kehidupan. Di jalanan terpampang miniatur kehidupan kita yang sangat beragam. Di jalanan, ada laju kendaraan dari yang mewah hingga yang murah, dari yang baru dicabuti label harganya, sampai yang usang. Di jalanan, ada mereka yang berjalan kaki, menikmati debu dan deru kendaraan, di jalanan mereka saling mendahului, saling tersenyum,  saling menyikut, bahkan saling menabrak. Sisi lain jalanan pun begitu beragam, ada pedagang kaki lima yang ogah digusur, ada jejeran ruko yang berdiri megah, dan lebih nyata lagi, di jalan hidup cerita lain tentang kehidupan, pengemis, pengamen, mereka yang tidak berumah dan terlantar. Seperti kehidupan, jalan tidak selalu lurus, dia kadang berbelok, berliku, bahkan kadang menemui jalan buntu. Banyak yang tersesat jika tak tahu tujuan, banyak yang harus melalui jalan terjal, berbatu, becek, berlobang, menanjak, menurun. Semua adalah pilihan. Dan satu lagi, jalanan selalu bercerita tentang yang melawan. Saya percaya, jalanan menyimpan kekuatan perlawanan yang tak habis, walau dipoles sedemikan cantik, jalanan adalah tempat bersuara, dan memperlihatkan dirimu pada dunia. Dirimu yang sedang marah, yang kecewa ataupun berduka.

Seperti kami sore itu. Lagi-lagi molor dari waktu yang ditetapkan. Dengan motor, saya dengan bayi delapan bulan di rahimku, komrad dan maha bersabar mengeja jalan menuju titik temu memecah kemacetan yang telah bersetubuh dengan kota ini. Awalnya di depan Taman Makam Pahlawan, dan berjalan ke fly over, titik aksi. Tapi, karena mendung, molor,dan persiapan yang baru kelar setelah ashar, kami langsung menuju titik aksi, di flyover. Beberapa kawan sudah menunggu di sana. Kami yang membawa perangkat aksi, poster, bendera dan spanduk langsung mempersiapkan segala hal. Sore itu, kami menggelar serupa ta’ziyah mengantar kepergian Chavez. Acara telah kami susun dengan rapi dan dimulai saat jam sudah menunjukkan pukul setengah lima.

Sebenarnya, tidak ada yang berbeda dari aksi-aksi yang pernah kuikuti. Yang berbeda hanyalah, kali ini aku bersama maha dan si kecil di perutku. Ini adalah kali pertama maha berkenalan dengan “jalanan”. Bagi kita mungkin tidak terlalu istimewa, tapi baginya berbeda. Sejak awal, ia sudah bersiap. Ribut ingin memakai jas, padahal ia tak punya jas, karena melihat bapak bebi, om rido dan om sawing mengenakan pakaian rapi. Dengan penjelasan sekenanya, akhirnya ia nurut hanya dengan memakai kaos dan celana berwarna hitam, sebagai tanda duka. Dia senang karena dilibatkan, seperti layaknya orang besar. Sampai di fly over, ia langsung bersemangat walau perjalanan yang lama dan macet tadi membuatnya tertidur di motor. Mungkin pikirnya, ini tempat bermain baru bersama bapak ibunya dan beberapa om dan tante yang sudah ia kenal. Ia mengambil bagian memegang bendera atau poster. Sesekali berlari, menghampiri peserta aksi yang sore itu tidak terlalu banyak.  Ia juga kuperhatikan beberapa kali terduduk dan menyaksikan bapak dan om-omnya berorasi tanpa toa’ dan harus bersaing dengan deru kendaraan yang hiruk pikuk.

Hingga acara berakhir, maha khusyuk mengikuti aksi ini bersama kami. Dia tidak kelihatan lelah, (ahh..namanya juga anak kecil) apalagi rewel, eh kecualai saat Om wali datang dan memaksa maha memanggilnya dengan sebutan K Wali ( “kan dia sudah tua ibu…”begitu kata maha selalu).  Ini adalah aksi pertama maha bersama kami. Secara intensintas, saya memang sudah tidak pernah lagi turun ke jalan( cie….) setelah berumah tangga. Bukan berarti dulu selalu ya…sering ia. Bukan karena tidak mau, toh aku juga merindukan masa-masa bersama kawan-kawan berpeluh dengan matahari dan menyanyikan lagu aksi. Dan sampai saat ini, beberapa hal membuatku percaya bahwa jalananlah satu-satunya kekuatan besar yang bisa membawa perubahan. Dan maha harus tahu itu.

Sore itu, aku senang bisa mengenalkan maha dengan kegiatan ini. Dia bisa menggapnya   sebuah piknik sore hari yang ia lakukan dengan berteriak dan bernyanyi di pinggir jalan. Terserah imajinasi kanak-kanaknya akan membawanya ke mana. Suatu hari ia juga akan tahu, ia perlu turun ke jalan saat semuanya tidak berjalan baik-baik saja.

#betulbetullapar
Ibu nhytha, 13 maret 2013  

Komentar

  1. Selalu iri dengan cerita perkembangan Maha yang dituturkan oleh ayah dan ibunya.
    Di sana selalu ada harap dan do'a.
    Btw, saya dikalahin Maha nih. saya belum pernah ikut aksi di flyover :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer