Cita-cita maha #obralobrolbarengmaha

Sejak tinggal di Makassar, aku dan maha, kami berdua selalu banyak menghabiskan hari-hari bersama. Sepanjang hari, bersama maha, tanpa harus diinterupsi oleh urusan-urusan English Home yang biasanya menyita waktuku di sore hari saat di Bone dulu. Saat-saat ini, kami melakukan banyak hal bersama. Sejak pagi, hingga pagi lagi. Apalagi jika bapak bebi harus meninggalkan kami dari pagi sampai magrib. Kami harus membunuh kebosanan dan kesepian yang kadang hanya mengepung kami berdua dan meninggalkan kami bersama buku-buku di perpustakaan KBJ. Maha yang belum mau masuk sekolah, juga harus selalu dicarikan aktivitas yang beragam. Dari mewarnai, membaca buku, bermain,berolahraga, hingga membantuku menyelesaikan pekerjaan di dapur. Ia membantuku memotong-motong sayur, atau apa saja yang bisa ia lakukan.  Jika rumah sedang sepi dan tidak ada orang yang bisa diajaknya mengeksplorasi imajinasinya, ia lebih banyak berhadapan dengan laptop. Mencari inspirasi dari film-film kartun yang disiapkan untuk membunuh waktunya, berhubung karena di sini tidak ada televisi. Perkara telivisi ini, menjadi hal yang sering kami perdebatkan. Kebetulan di Bone mama kelebihan TV dan menawarkan pada kami, kami belum memutuskan akan mengambilnya atau tidak, tapi menyenangkan juga tidak ada televisi di rumah.  Nah, jika semua   kegiatan ini mulai tidak masuk akal untuk maha, kami senang menghabiskan waktu untuk bercerita sambil berbaring di kasur. Kali ini tentang cita-cita.

Ibu      : “apa cita-citanya maha?”
Maha  : “apa itu dibilang cita-cita?”
Ibu      : “nanti kalau besar, maha mau jadi apa?”
Maha  : “superhero”. Sejak berumur tiga tahun, maha mulai senang dengan beberapa tokoh superhero. Khususnya Superman dan Spiderman. Dan sejak di sini, referensinya tentang superhero bertambah, mulai dari Iron Man, Thor, Fantastic Four, Kapten Amerika, Green Lentern dan semua superhero yang  diciptakan di daerah Barat sana. Tapi dia juga mulai dikenalkan dengan Gatot Kaca, Gundala Putra Petir, yang sama sekali tidak menarik minatnya karena menurutnya mereka tak punya kekuatan.

Ibu      : “superhero itu bukan cita-cita. Semua orang bisa jadi superhero. biar tidak ada kekuatannya.
Maha  : “nda bisa, bu! Superhero itu harus punya kekuatan, supaya bisa membasmi kejahatan”  katanya pasti. “ oh iyya pade, cita-citaku membasmi kejahatan saja “ katanya mantap. Aku memilih tidak melanjutkan perkara itu, percuma maha berkeras dalam imainasinya punya kekuatan super yang bisa digunakan untuk menolong orang. Beberapa kali maha diberitahu tentang itu, mungkin pemahamannya saja yang belum sampai.

Ibu      “ok…ok. Tapi, superhero harus punya pekerjaan. Superman kalau jadi manusia biasa, dia bekerja menjadi wartawan, Spiderman jadi fotografer, pernah juga jadi tukang antar pizza, Green Lentern itu pilot, Kapten Amerika itu memang tentara. “ maha mulai tertarik. Dan cabang-cabang saraf otaknya mulai terhubung.

Maha : “oh… seperti Ipin upin bu, ipin mau jadi planet (maksudnya astronot), Ehsan mau jadi tukang bikin kue, Jarjit mau jadi apa di???”
Ibu      :” jarjit mo jadi reporter, pembaca berita di televisi”, kataku mengingat potongan film animasi Ipin Upin yang hamper semua ceritanya telah ia hapal di luar kepala.  Dan peringatan untuk para ibu, kalian juga harus menonton semua film yang ditonton oleh anak-anak. Itu salah satu cara untuk tidak kehilangan momen bercerita dengannya dan sekaligus menerangkan mana hal yang baik dan buruk untuk ia tiru.

Maha :“ taumi ibu, maha mau jadi pilot” katanya tegas.
Ibu      : “ beraniji terbang?” tanyaku meyakinkan
Maha  : ” iyya to…” aku tersenyum
Ibu      : “berarti nanti tinggalkan ibu dong? Karena pilot pergi-pergi terus“ kataku merajuk. Kulihat ia berpikir. Ia menarik nafas panjang seperti layaknya orang dewasa yang telah mengambil keputusan berat.
Maha  : “hmmmm….iyyo di, nanti ibu jadi nenek-nenekmi nda ada yang jaga, karena bapak kerja terus…jammi pade pilot.” Dia tertawa, aku tertawa, kami tertawa berdua ditengah siang yang mulai menemui sore. 
Maha  :” anumo pade ibu, jadi pentara (tentara)” ia tersenyum… aku tertawa.
Ibu      : “ wah…. pilotmo pade” kataku menertawai diri sendiri dan kutahu tidak dimengerti jagoan kecil ini. Ia heran, tapi tak berpikir panjang. Sambil mengangguk pasti
Maha  :“ iyya deh, pilotmo di Bu?” katanya mantap. Aku mengangguk
Ibu      :” poko’nya kalo maha mau jadi apa saja, ibu ok ok ji. Asal maha bertanggung jawab, to?” tanyaku tanpa meminta jawaban darinya. Mana ia paham tanggung jawab di usia sekecil itu. Ia juga tidak ambil pusing dan melanjutkan kembali percakapannya dengan beberapa mainan yang sering diajaknya bermain sendiri. Aku sibuk memperhatikannya sambil senyum-senyum hingga bincang-bincang kami terputus begitu saja.

Dan siang tadi, saat ia letih melatih keseimbangannya di atas papan skateboard, ia datang dan membawakanku beberapa buku untuk dibaca, salah satunya tentang cita-cita lagi. Saat kutanya lagi, apa cita-citanya. Dia dengan bangga mengatakan
“ cita-citaku,lima bu” sambil mengangkat lima jari-jarinya. Aku kaget
“ dokter, tentara, polisi, pilot pesawat, sama pilot helikopter” katanya pasti. Aku tertawa mendengarnya. Dasar maha….

16 maret 2013
Ibu Nhytha
#kapanibulahir?

Komentar

  1. aih, indahnya menyimak dialog antara Mbak Nita dan Maha ini... sungguh, indah sekali..

    semoga bisa tercapai apa yang Maha mau... :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer