_hajatan Puang Ikmal dan Tante Maki_
Untuk mrngawali kelpaan kata-kata dalam dua bulan terakhir,
aku ingin menulis tentang ini. hajatan yang mungkin kujadikan tumbal atas
kemalasanku menngupdate blog, membiarkannya terlunta-lunta bahkan hingga
hitungan bulan. Waduuuuh..parah!!! mungkin ada benarnya kata Ana, kalau bersama
komrad aku buntu kata-kata, tidak produktif. Tapi, sejujurnya itu salah, aku
bukan tidak produktif, kami bahkan sangat produktif namun diterjemahkan dalam
bentuk yang lain. Ah..sudahlah, aku sering begini..sibuk mencari pembenaran
atas ketidakmampuanku melawan virus malas yang selalu menjangkitiku.
Kisah ini tentang Puang Ikmal dan Tante Maki. Begitu maha
memanggil mereka berdua. Pasangan yang telah lama ia kenal. Om dan tantenya
dengan usia yang sangat muda (ini khusus
untuk tante Maki..lho) pula telah dengan sendirinya menjadi nenek dan kakek. Setelah
lebaran dan liburan, dua mahkluk inilah yang menjadi orbit dalam kehidupan
hari-hari kami. Sejak ditetapkannya tanggal pernikahan dan resepsi. Sejak saat
itulah, keluarga ini seperti lebah yang mendengung saat berkumpul, lalu takut
keluar dari gerombolan untuk sekedar bergerak. Hajatan ini, seperti semua
hajatan dalam keluarga besar ini, bukan hanya hajatan mereka berdua tapi
seluruh keluarga.
Puang Ikmal dan tante maki, seingatku mereka resmi mengikat
hubungan saat Puang Ikmal berulang tahun yang kesekian puluh tahun lalu.
Sebagai hadiah ulang tahun, ia menjebak Tante Maki untuk mengiyakan
pertanyaannya, untuk menganggukkan kepala atas pintanya menjadikan Maki sebagai
matahari dalam hidupnya. Hubungan Tante maki dan Puang Ikmal, hubungan yang
selalu kami awasi,walau sebenranya kami adalah keluarga yang memang rajin
mengawasi hubungan personal om-om, sepupu, siapapun dalam keluarga ini. Secara
langsung aku jarang mengamati hubungan mereka, namun ceritanya akan sampai di
telingaku lewat Ana, Tiana, siapa saja, lalu akan sampai di telinga mamaku,
Puang maryam, Puang beda, Puang Mamang, Puang Ancu, dan semua orang.
Puang Ikmal sejak awal menjalin hubungan dengan Tante Maki,
menurutku telah berikrar untuk serius, bukan berarti hubungan sebelumnya tidak
dijalani secara serius. Tapi setelah banyak liku dalam hidupnya, dan umurnya
yang terus bertambah, diperparah dengan desakan semua kakaknya, aku yakin puang
Ikmal tidaklah sembarang menjatuhkan hatinya pada Tante Maki sejak kali pertama
melihatnya. Dan menurut instingku lewat cerita Ana yang sekaligus menjadi
ma’comblang mereka berdua, Tante Makipun bukanlah tipe anak muda yang tidak
serius. Dan jadilah, walau belum genap setahun, dengan dorongan semua orang,
Puang Ikmal memberanikan diri untuk melangkahkan kaki dalam ikatan pernikahan.
Maka dimulailah hajatan ini.
Sejujurnya, kami adalah keluarga yang tidak suka bereppot
ria tapi sangat repot jika melakukan sesuatu.
Perjalanan dimulai, beberapa minggu sebelum Ramadhan. Keluarga dengan
dalih, silaturahmi, menuju Barru. Tidak ada kesepakatan untuk melamar, murni
hanya untuk saling mengenal. Tapi, beruntung keluarga Tante Maki menyambut
baik, dan seperti menerima dengan lampu hijau kedatangan keluarga kami ke sana.
dan kesempatan ini, diyakin pihak negoisator sebagai kesempatan emas yang tidak
akan datang dua kali. Langkah dimajukan, mama dan keluarga yang datang ke sana,
langsung melamar dan mebicarakan kesepakatan-kesepakatan tetek bengek pernikahan.
Mereka pulang dengan gembira, bahagia. Si bungsu telah menemukan jalannya.
Dalam adat Bugis, sebelum melangsungkan pernikahan, ada
beberapa prosesi yang dilangsungkan. Salah satunya mappenre doi. Prosesi
menghantarkan seserahan, uang belanja, kepada calon mempelai wanita dengan
jumlah dan jenis yang sudah dinegosiasi terlebih dahulu. keputusan mappenre’
doi dilangsungkan 25 Agustus. Seminggu setelah lebaran. Proses berjalan
lancar, walau dengan beberapa insiden yang membuat dramatis. Puang Aming sakit,
Om Jai kecelakaan kecil, dan kami molor dua jam dari waktu yang telah
disepakati.
Berbicara tentang molor, kami adalah keluarga besar yang
punya dominasi hampir sama. Keluarga kami cukup demokratis mendengar semua
saran, dan memberikan kesempatan bagi yang muda untuk berekspresi. Dan
kelemahannya, saat acara-acara seperti ini semua orang merasa penting untuk
bersibuk ria. Merasa harus menjadi tokoh dan harus didengarkan, lucunya hampir
semua orang punya suara yang keras dan tingkat emosi yang tinggi, dan parahnya
menurut komrad tingkat kesibukan yang terlihat justru tidak berbanding lurus
dengan outputnya. Barang-barang penting yang sering tercecer, pengaturan tempat
duduk di mobil, baju seragam, sendal, sepatu, buku tamu dan hal-hal besar dan
kecil yang masih selalu luput dalam ingatan kami yang banyak ini.
Keterlambatan kami dalam acara mappenre’ doi, ditolerir keluarga Maki. Mereka berharap, saat
menikah kami tidak datang terlambat. Pertama, jadwal nikah , Sabtu, dan mereka
percayai waktu nikah yang baik di hari Sabtu adalah sebelum Dzuhur, dan rasanya
tidak enak jika harus membuat penghulu menunggu terlalu lama.
15 september, tiga hari sebelumnya, hampir semua keluarga
telah berada di Makassar,merapikan semua kebutuhan dari yang besar hingga yang kecil.
Antisipasi molor telah dibicarakan, pertama kami harus menginap di satu tempat
sehingga tidak perlu saling menunggu terlalu lama, dan dengan jarak yang tidak
terlalu jauh dari rumah puang mamang, pusat acara. Dengan koneksi dan budget
yang Puang Mamang punya, kami semua menginap di hotel yang cukup dekat. Tapi
tetap saja, aroma keterlambatan tercium sejak acara mappaci, mulai dari urusan kelengkapan baju yang belum siap, antar
jemput keluarga yang baru datang, pulang balik bandara berkali-kali. Keesokan harinya,
sama. Kesepakatan berangkat jam 8 molor, beruntung kami dikawal mobil polisi
dan perjalanan mulus tanpa hambatan. Sampai di sana, kami disambut sangat
rapih, teratur, jauh dari kesan “apa adanya”. Seperti yang sering digambarkan Ana, keluarga
Maki adalah keluraga yang cekatan saat melakukan sesuatu, bergerak cepat dan
hasilnya maksimal. Malam, setelah sampai di Makassar dengan perjalanan yang
cukup melelahkan akibat macet dan panas, Ana berinisiatif untuk mengatur acara
besok dengan rapih. Dia bertekad, untuk mengambil alih kordinator acara, dan
sebelumnya memberi tahu semua orang bahwa besok, saat acara mapparola, semua
diharapkan duduk saja dan mendengar instruksinya. Dengan tidak yakin, aku
membantunya menyusun acaranya dan meyakinkan puang-puang kami untuk tertib esok hari.
Dengan tidak bermaksud sok cepat, kami datang ke gedung mempersiapkan segala
sesuatu. Dan kepanikan mulai menjalar, mulai dari urusan pagar ayu yang belum
datang, sound system yang sangat minim, sovenir, buku tamu, MC dari Sun TV yang
belum nongol padahal kehadirannya dibicarakan sejak kapan tau, dan tokoh utama
yaang punya hajatan masih nyalon, hahahaha! Dan kepanikan diperparah saat
penganten dari Barru sudah di tol, dan sebentar lagi tiba di gedung. Dengan
cepat dan panik, kami kaum muda mengambil alih, aku menjadi MC dadakan,komrad
menjadi tukang angkat-angkat wireless, Ana dan Tiana mengatur segalanya. Tidak
ada pagar ayu, tidak ada tari paddupa,
pengantin di sambut dengan apa adanya. Suaraku yang bergetar karena ,masih
panik menambah keren suasana. Pengantin langsung menuju mesjid untuk
melangsungkan acara mammatoa. Dan
lagi, kami membuat keluarga dari Barru menunggu, personil belum lengkap dan
celakanya personil utama yang belum
datang, Puang Mamang, sekeluarga. Sekitar 15 atao 20 menit, kami duduk
menunggu. Syukurnya, suara-suara bisa diredam, dan pengaturan bisa dikendalikan
oleh Ana dan Tiana.
Tangis haru tiba-tiba memenuhi mesjid saat acara mammatoa
dimulai, entah apa yang membuat kami serasa bersama dalam duka. Mengingat Abba
dan Ecca pastinya, kakek dan nenek kami yang telah tiada, bahwa mereka tidak
bisa menyaksikan anak bungsunya memulai hidup baru.
Seingatku, ini adalah hajatan paling heboh, selain dengan
budget yang sangat besar, seluaruh keluarga lengkap berkumpul. 9 anak dan mantu,
beserta cucu, bahkan cicitnya. Setelah kuhitung kita semua 48 orang. Bagaimana
tidak repot? Kami jarang bertemu selengkap ini, pasti ada yang absen setiap
kali ada hatan Tapi kali ini semuanya
datang. Waaah…..
Ada beberapa hal utama yang kusimpulkan sejak acara ini
berlangsung…
“ kami adalah keluarga yang suka mengatur satu sama lain“
“ walau, diatur sedemikian rupa, kami selalu tidak bisa
tepat waktu”
“ kami dipenuhi orang pelupa” dan tentunya, karena hal ini
“ kami tidak bisa menggunakan jasa wedding organizer”
Selalu ada banyak cerita di balik semua momen dalam keluarga
ini, mulai dari cerita konyol hingga yang memilukan hati. Tapi aku sejujurnya
selalu bangga, kami tidak pernah saling melupakan satu sama lain, dalam kondisi
apapun.
Oh yah….terakhir…, untuk Puang Ikmal dan Tante Maki, selamat
atas hidup kalian yang baru. Hidup yang memutasikan kebahagian aku dan kamu,
menjadi kebahagiaan kami.
Abba dan Ecca's family |
24 September 2012
#giatgiatpromosi
Komentar
Posting Komentar