masih tentang maha

Sesaat setelah kubalas sebuah pesan dinding di akun jejaring sosialku
“mana lagi cerita tentang maha, comrade??” begitu tanya seorang kawan yang jika melihat namanya selalu membuatku merasa lapar. Pertanyaan itu langsung menusuk tajam tepat sasaran sementara aku sedang mengumpulkan semangat yang kembang kempis, menyala meredup, datang dan hilang saat “kerja” kubiarkan merenggut birahi menulisku , membuatnya langsung impoten beberapa bulan terakhir ini.
Seingatku, aku mulai rajin menulis tentang maha sejak ia masih berupa gumpalan daging di perutku.  Aku, tepatnya kami_aku dan komrad_ sepakat tidak ingin mengandalkan ingatan untuk mengenang semua moment yang kami lewati bersama as a family. Dan, sejak komrad melanjutkan studi di Jogja sana, tulisanku dan tulisannya semakin intens, selain untuk dibaca maha kelak, tulisan tentang maha seringnya adalah hadiah yang kubuat untuk bapaknya yang sedang merindu. Tapi, alangkah bahagianya, saat aku sadar cerita tentang maha bukan hanya kami konsumsi pribadi kami, tapi banyak juga yang menyimaknya. Thanks untuk semua om dan tante yang selalu bersedia meluangkan 2 menit mempelajari anak kita Mahatma lewat tulisan ibu bapaknya.
Dan selama hampir dua bulan, bisa dibilang aku sedang menikmati virus malas menulis. Alasannya macam-macam, seingatku tulisan terakhir yang kushare tentang perkenalan manis maha dengan Ramadhan. Setelah itu, tradisi mudik dengan setumpuk rencana, berbagai planning kami lakukan 10 hari menjelang Idul Fitri, namun rencana hanya tinggal rencana. Pikirku, kami bisa melewati mudik dengan mudah, menikmati liburan dan menjalin silaturahim dengan keluarga. Namun, semua rencana gagal total, mulai dari pulang kampung ke Kabaena, tempat lahir bapaknya, sampai menikmati laut Pongkalaero yang sejak bertahun-tahun lalu hanya bisa kunikmati keindahannya dari cerita komrad, bahkan aku sudah membayangkan merampungkan proyek novel miniku di beranda rumah Amigo (omnya Maha) sambil ditemani bisik ombak. Semuanya, karena kami lupa mengantisipasi bahwa usia Maha yang sudah lewat dua tahun, telah paham betul dengan arti rindu. Apalagi, ini kali pertama ia berpisah jauh dari keluarga di Bone terhitung sejak ia pandai bicara. Dan bukan hanya itu, gagalnya rencana diperparah dengan kondisi maha yang secara medis sangat tidak memungkinkan untuk bepergian. Satu malam di Kendari, tiba-tiba saja ia muntah-muntah. Kami tidak terlalu kahwatir, melihat kondisinya yang tetap fit, nafsu makan yang semakin tinggi, dan pola bermain yang tetap bersemangat. Ia hanya terlihat lemas, saat ingin muntah, setelah isi perutnya keluar, ia kembali fit. Diagnose umum kami awalnya, mungkin karena batuk berdahaknya yang tidak sembuh, biasanya kalau batuknya parah, ia kerap muntah. Tapi bukan, setelah diberi obat batuk yang lumayan mujarab, muntahnya tidak juga berhenti. Dua hari, dua malam ia terus muntah jika telah makan sesuatu. Diagnose kami lagi, sepertinya pengaruh perjalanan laut yang malam itu, memang sangat berombak, ditambah lagi sepanjang perjalanan dari Kolaka menuju Kendari, ia tidak berhenti muntah. Dan lagi-lagi salah. Kami sempat jalan menikmati kota Kendari setelah ia menunjukkan tanda-tanda sehat. Tapi, lagi-lagi kami salah, muntahnya memang tidak, tapi dia keluar menjadi mencret yang tidak berhenti hingga dua malam. Aku lupa hari apa, seingatku pagi itu kami panic karena melihat tubuhnya sangat lemah, pandangannya sayu, dan ia tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Kami, ibu, bapak dan neneknya, menuju RS. Ia kekurangan cairan. Kondisi kesehatannya yang melemah semakin diperparah oleh kondisi psikisnya yang selalu ingin pulang dan bertemu neneknya yang satu di Bone. Seharian mendapat perawatan di RS, kami pulang, ia cukup fit. Tapi kami tak lagi bisa pulang ke kampung bapaknya yang telah kami rencanakan sepanjang tahun ini, karena kami yakin ia tidak mampu bepergian dalam kondisi pemulihan.
Dan setelah kembali pulang ke sini, di Bone sehari setelah lebaran, Maha kembali seperti semula. Yah..kami lupa memikirkan kemungkinan bahwa dia akan homesick seperti kebanyak orang yang tiba-tiba jauh dari rumahnya.
Lalu, kesibukan setelah lebaran. Hampir semua pikiran kukerahkan untuk memulai kembali English Home, sulit karena aku harus berbagi shift kerja dengan mamaku. Menjaga dua anak sekaligus, di usia yang hanya berbeda 11 bulan, membuatku tak punya waktu untuk membuka laptop di waktu senggang. Maha selalu minta diputarkan film. Sejak di Kendari, ia menonton film ini setiap malam, sebelum tidur. Judulnya Rio, film animasi yang berkisah tentang petualangan seokor burung langka bernama Blue di Rio de Janeiro. Setiap film itu di mulai, ia selalu minta dibelikan burung kecil seperti Blue. Dia hapal setiap adegan di film itu. karena kegandrungannya nonton Rio, aku memilih untuk tidak menyalakan komputer saat ia masih terjaga. Tapi, tetap saja aku yang dirugikan toh hampir beberapa hari ini aku selalu tidur lebih awal darinya.
Maha semakin pandai menjaga diri, menurutku. Ia tidak lagi harus dituntun saat ingin bermain ke mana-mana. Ia pandai memilih mainannya sendiri, bermain dengan dede aira. Ia semakin bereksplorasi dengan semua yang ia temui, yang bahaya adalah semua yang ia kerjakan biasanya juga ingin dikerjakan dedenya, sementara dari segi ability,dede masih harus bersabar dulu. Seperti manjat, berlari, dan segala aktivitas fisik lainnya. Dan seperti anak lainnya, maha dan dedenya sangat fasih meniru.  Segala hal yang buruk untuk perkembangannya, selalu kami usahakan untuk tidak masuk dalam pikirannya. Tapi, kami toh tidak mampu menjaganya 24 jam full secara intens. Temannya bermain di samping rumah walau hanya beberapa puluh menit tentu akan memberi warna baru  untuk semua pilihan yang akan ia ambil kelak. Untuk itu, sejak dini sekali lagi kami mengajarkannya untuk selalu terbuka. Mengajarkannya untuk menyampaikan pendapatnya, mengajarkannya menyampaikan amarah, rasa tidak suka, atau rasa jengkel yang sering hanya berwujud dalam tangisan. Dan maha mulai melakukannya, walau masih dibarengi sedikit rengekan ia mulai memberitahuku saat marah, saat tidak menyukai sesuatu.
Dan pagi ini, lewat tulisan ini…kuingin merefresh lagi semangat-semangat yang akan kubangun untuk terus menulis, untuk berbagi dan bercerita. Once again, thanks a lot for Arnee Baledempo yang mengingatkanku!!!      


_Ibu Mahatma_

Komentar

Postingan Populer